YOGYAKARTA – Peran negara sangat signifikan dalam mengatasi persoalan paham radikalisme yang mulai berkembang di Indonesia. Negara harus punya imparsialitas, maksudnya, harus melihat fenomena ini dengan kecamata yang adil. Hal tersebut dikatakan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Dr. TGH Muhammad Zainul Majdi, MA dalam beberapa kesempatan mengisi ceramah di berbagai lembaga pendidikan tinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu – Minggu (17-18/06/2017) kemarin.
“Jangan sampai ada kesan misalnya bahwa ekstrimitas yang berkembang dikalangan satu agama itu kemudian ditindak, ditangani secara sangat serius, sementara ada ekstrimitas yang berkembang di luar itu tapi dibiarkan saja. Imparsialitas itu penting betul karena itu salah satu hal yang menyebabkan rakyat merasa bahwa ada keadilan yang disuguhkan oleh negara. Dan itu kesamaan perlakuan terhadap semua radikalitas dan ekstrimitas apapun bentuknya dan agama manapun dan dalam masalah apapun. Harus ada keadilan,” beber Gubernur sekaligus ulama yang akrab disapa Tuan Guru Bajang (TGB) ini.
Selain itu, kata dia, peran negara lainnya adalah bagaimana menghadirkan kesejahteraan yang lebih nyata. Menurutnya tidak mungkin mampu membangun kekuatan sebagai suatu bangsa, membentengi anak-anak muda dari radikalisme atau ekstrimisme itu jika tidak mampu memberikan standar minimal terhadap kesejahteraan mereka.
“Maka hal-hal yang terkait dengan kesejahteraan masyarakat itu sangat penting untuk membentengi kita dari radikalisme dan ekstrimisme,” tandas peraih TOP Eksekutif Muslim 2016 dari Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia (IPEMI) ini.
Disisi lain, menurutnya kita seringkali bentuk-bentuk radikalisme direspons secara seragam. Misalnya, kata Gubernur yang sekaligus ulama ini, antara gerakan Al Qaeda dan ISIS ada perbedaan yang besar sekali. Al Qaeda adalah konsep atau gagasan gerakan di luar sana, yang dibangun oleh seseorang dengan jaringan yang setengah virtual, tidak terlalu nyata di alam realitas. sedangkan ISIS itu beda.
“ISIS itu ada yang mengaku sebagai khalifah, dia punya teritori, punya tentara, punya sumber daya. Untuk Al Qaedah mungkin masih manjur kita mengatakan bahwa kita sudah final sebagai negara bangsa, Pancasila sudah final, NKRI sudah final, tapi menghadapi ISIS tidak cukup hanya dengan retorika seperti itu,”
Karena ISIS berbasis argumentasi dari ayat-ayat Qur’an dan hadist, serta bacaaan-bacaan yang didistorsi dan dimanipulasi, imbuh dia, maka kita harus menghadirkan wacana tandingan untuk menetralisir hal itu dengan bahasa yang lugas.
“Jadi kita tidak bisa lagi bicara dalam tataran-tataran konsep. Ayat-ayat yang dipakai kita tarik kembali ke konsepnya yang benar, dengan memberikan penjelasan yang memadai, argumentasi ilmiah dan meletakkan kembali teks-teks itu dalam konteksnya yang benar,” imbuh gubernur penghafal Al Qur’an ini.
Sekadar informasi, TGB tiba di Yogyakarta sejak Sabtu (17/06/2017) pagi sebelumnya telah mengisi sejumlah pengajian dan diskusi di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Universitas Islam Indonesia (UII), dan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Selepas mengisi Pengajian di Masjid UGM, TGB turut memberikan ceramah dalam jama’ah Maiyah asuhan Budayawan MH Ainun Nadjib (Cak Nun) di Tamantirto, Kasihan, Bantul. Rangkaian safari Ramadhan TGB di Yogyakarta berlanjut Minggu (18/06/2017) dengan menghadiri undangan sebagai penceramah di beberapa wilayah di Kabupaten Sleman. (kt1)
Redaktur Rudi F.