YOGYAKARTA – Pihak kepolisian membebaskan akhirnya membebaskan mahasiswa dan aktivis yang ditahan paska mengelar aksi penolakan pembongkaran tahap kedua rumah masyarakat untuk dijadikan lahan proyek pembangunan bandara baru, New Yogyakarta Internasional Airport (NYIA) Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Langkah itu diapresiasi NGO, Indonesia Audit Watch (IAW).
Pendiri sekaligus Ketua IAW Junisab Akbar mengatakan, penahanan yang dilakukan Kepolisian bisa menjadi pelajaran berharga bagi mahasiswa dalam bertindak ke depan saat menyampaikan aspirasinya. Menurutnya, langkah mahasiswa menolong sekelompok masyarakat yang kabarnya tidak mau rumahnya dibongkar oleh PT Angkasa Pura I (AP I), tidak bisa disalahkan. Namun,kata dia, seyogyanya dilakukan sesuai aturan yang berlaku,
“Perlu juga mahasiswa menelusuri seperti apa sebenarnya esensi tata kelola perencanaan pembangunan bandara berkelas internasional di Kulonprogo wilayah yang masuk DIY tersebut dirancang oleh AP I,” kata kapada wartawan Minggu (10/12/2017) saat berkunjung ke Yogyakarta.
Dikatakan Junisab, idealnya pembangunan bandara berskala internasional pasti memberikan perubahan. Hal Itu, kata dia, sudah tidak bisa terbantahkan dan dipahami dengan baik oleh masyarakat yang terdampak langsung.
Pria kelahiran Sumatera Utara tersebut mengatakan NYIA adalah bandara kedua setelah Adisutjipto di kota pelajar ini. Sehingga menurutnya justru diapresiasi karena akan menambah gairah rakyat dan pemimpin DI Yogyakarta,
“Provinsi lain justru masih lama lagi baru bisa mendapatkan kesempatan seperti ini,” tukasnya.
Dia menjelaskan, Surat keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI nomor: SK.557 tahun 2017 tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Rencana Kegiatan Pembangunan Bandar Udara dan nomor: SK.558 tahun 2017 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Pembangunan Bandar Udara New Yogyakarta Internasional Airport adalah bukti proses pembangunan itu dilakukan dengan sangat teliti.
“Kami apresiatif. Bahkan, rencana Induk Bandara Baru Yogyakarta ada Keputusan Menteri Perhubungan nomor 1164 Tahun 2013 tentang Penetapan Lokasi Bandar Udara Baru di Kabupaten Kulonprogo Propinsi DIY. Namun demikian yang terpenting, AP I harus bisa tetap ikut berkontribusi langsung terhadap masyakarat sekitar saat dan pasca pembangunan bandara nanti,” tandasnya.
Junisab menilai bahwa jika ada sebagian kecil lagi rumah yang masih bertahan kemungkinan besar bisa saja karena ada kendala internal di antara masyarakat. Bisa jadi, kata dia, ada dugaan perselihan internal keluarga atau pembagian hak waris, atau hal lain sehingga berkembang menjadi seperti sebuah penolakan.
Bahkan mantan anggota DPR itu menilai bahwa jalur hukum dengan mengkonsinyasi ke Pengadilan adalah jalan yang terhormat sesuai hukum. Apalagi lanjut dia pelaksanaan proyek tersebut sudah didampingi Tim Pengawal Pengaman Pemerintah dan Pembangunan (TP4) Kejaksaan Agung dan TP4 Daerah Kejaksaan Tinggi DI Yogyakarta.
Di sisi lain Junisab menilai sikap Sultan sebenarnya sudah bijak terkait persoalan tersebut, karena Pemda sudah memberi kelonggaran belum digusur bagi warga karena menunggu ada rumah barunya.
“Nah mereka yang menolak digusur, memang harus berurusan dengan pengadilan. Itu sistimnya,” ungkap dia.
“Itulah sikap bijak seorang Sultan ada solusi yang diberikan, jadi kepada mahasiswa agar berpikir kritis dan bertindak seyogyanya tidak hanya mendapat info yang timpang, sayang ilmu pendidikannya tak dimanfaatkan secara maksimal. Tidak salah juga aktivis dan mahasiswa itu bersilaturahmi bertanya langsung ke Gubernurnya, Sultan. Itu lazim,” sambung dia menyarankan.
Sekadar informasi, saat aksi itu mahasiswa menyebut ada 38 rumah dan pekarangan yang menolak proyek pembangunan bandara Internasional tersebut. Bahkan isu land clearing atau proses pengosongan lahan kerap digulirkan untuk membatalkan proyek NYIA. Sedikitnya 15 mahasiswa dan aktivis sempat ditahan tak sampai 24 jam karena dituding sebagai provokator. (kt1)
Redaktur: Rudi F