Oleh: Wahidun Arif Rijali
PERKARA pemilu 2019 yang akan datang ini akan semakin seru ketimbang pemilu 2014 yang lalu. Rayuan gombalan hingga pada ujung pertengkaran lewat medsos dengan Cacian , makian tak tangung-tanggung dilontarkan di publik. Berbagai macam cara mereka lakukan untuk mendapatkan kemenangan (kekuasaan).
Tengoklah bulan lalu ibu Sukmawati melantunkan syairnya dengan sengaja atau tidak sengaja sudah membuat masyarakat Indonesia terutama umat muslim geger karenanya. Mungkin beliau tidak tahu atau memang pura-pura tak tahu, atau mungkin dibalik itu ada seseorang yang sengaja menyuruhnya untuk membacakan puisinya.
Saya pribadi merasa sangsi dengan karya ibu Sukma, apakah benar itu hasil karyanya sendiri atau memang sengaja dibuatkan oleh orang lain. Kasus seperti ini termasuk politik SARA. Politik seperti ini sangat menyimpang dari aturan dan konsep kesusastraan yang haqiqi. Konsep bersastra tidak elok jika meletakkan kata-kata dan kalimat yang menyinggung soal adat, apalagi soal keyakinan (agama).
Ada yang menarik dari kasus puisinya ibu Sukma yaitu soal partai yang akan mengusung calonnya untuk duduk manis di istana negara, sebut saja cawapres dan capres RI 2019. Tak jarang mereka bersikap cantik dalam mengikuti proses Pemilu. Contoh kasus pada pada Jumat 13 april 2018 yang lalu, Fahri Hamzah mengatakan bahwa adanaya keburaman prosedur partainya untuk menyeleksi cawapres untuk Prabowo Subianto, hal itu akan membuat blunder saja bagi PKS (bagi partai itu sendiri).
Dengan ketidakjelasan itu Fahri Hamzah menambahkan dalam pidatonya itu akan menghasilkan pilihan yang dianggap tidak punya tenaga (kekuatan) untuk memenangkan pertarungan. Makanya Fahri Hamzah sangat cemas akan hal itu. Menurtunya PKS bukan lagi pemain dalam pertarungan, tapi hanya bagian dari pemenangan Pemilu. Oleh sebab itu nanti PKS akan hanya sebagai tim sukses( tim hore) saja dalam pemilu 2019.
Kasus yang terjadi di partai lain seperti PDIP, di media Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan siap menghadapi Prabowo Subianto dan Gatot Nurmantyo dalam Pilpres 2019. Hasto mengaku tak takut dengan Prabowo dan Gatot yang digadang-gadang sebagai pesaing Joko Widodo atau Jokowi sebagai Capres-Cawapres 2019. Ia tidak gentar menghadapi isu yang sudah beredar dikalangan elit politik. Hasto mengatakan ia siap bersinergi dengan partai manapun untuk selalu mendukung Jokowi sebagai presiden yang akan memmimpin negri ini kembali.
Dalam kasus lain yang terjadi dalam dunia publik Prabowo bulan lalu pernah berpidato yang isinya adalah Indonesia tahun 2030 akan bubar, karena saat ini orang-orang luar negri sedang menyusun strategi membicarakan dan membahas negara Indonesia. Menurut hemat saya dari pernyataan tersebut ada sisi negatif dan positif. Negatifnya adalah pidato seperti itu sangat berbahaya bagi masyarakat yang belum mampu menelaah dengan bijak. Ungkapan seperti itu menurut Jokowi adalah sikap pesimis. Di sisi positifnya adalah Prabowo mengingatkan kepada bangsa Indonesia untuk segera bangkit dari tempat duduknya, jangan sampai terlena , jangan bangga karena banyak barang impor yang masuk ke Indonesia, seperti barang modal, barang siap konsumsi maupun barang jasa (tenaga kerja asing). kita harus bangkit melawan untuk mengusir bangsa asing yang akan merongrong kedaulan dan kewibawaan indonesia.
Jika pak Jokowi dalam pidatonya dengan nada yang begitu santai ia mengatakan bahwa, pernyataan di tahun 2030 yang katanya Indonesia akan bubar itu tidak benar alias ngawur. Itu hanyalah khayalan belaka, bahwasannya ia menujukkan sikap pesimis. Lalu pak Jokowi dalam pidatonya menambahkan bahwa sebagai pemimpin tak patut pesimis. Seharusnya membuat rakyatnya merasa nyaman dan sejahtera lalu memberi semangat kepada masyarakatnya untuk terus kerja, kerja dan kerja keras. bukan malah mebuat rakyat resah dan gelisah dengan sikap yang pesimis.
Dari pernyataan Jokowi ada benarnya, juga ada yang perlu dikoreksi dengan seksama, pertama sebagai pemimpin harus memberi semangat dan rasa aman kepada masyarakatnya lalu memberikan sikap optimis kepada rakyatnya. Oke lah itu bisa diterima. Namun Jika di teliti kembali dengan sikap yang seperti itu saya rasa pak Jokowi terlalu rilex dan monoton dalam memimpin negara. Contohnya apa-apa saja dengan mudahnya ia mengeluarkan Peraturan Presiden. Apa saja mudah, tenaga asing masuk dengan mudah, pengunaan barang impor bahkan barang konsumsi siap saji juga impor. Sikap seperti itu justru membuat rakyatnya bukan semangat bekerja, tapi akan tambah malas bekerja karena tidak adanya ketersediaan lapangan kerja yang layak, karena ia telah merekrut geng baru dari luar negeri (tenaga asing).
Kemudian pertanyaannya adalah jika Prabowo yang akan menjadi orang nomer satu di Indonesia apakah akan sejahtera rakyatnya?, begitu juga dengan Pak Jokowi jikalau tahun 2019 seandainya ia terpilih lagi menjadi presiden apakah infrastruktur, misalnya di tanah Papua akan segera diselesaikan dan kebutuhan rakyatnya apakah akan terpenuhi?
Maka dari itu penulis mencoba menyampaikan beberapa perkembangan mulai tahun 2017 hingga 2018 yang di pimpin oleh Pak Jokowi. Penulis akan mengambil sampel dari badan pusat statistik (BPS).
Menurut catatan badan pusat statistik, nilai ekspor Indonesia Maret 2018 mencapai US$15,58 miliar atau meningkat 10,24 persen dibanding ekspor Februari 2018. Demikian juga dengan ekspor bulan Maret 2017 meningkat 6,14 persen. Kemudian dengan ekspor Nonmigas Maret 2018 mencapai US$14,24 miliar, naik 11,77 persen dibanding Februari 2018. Demikian juga dibanding ekspor nonmigas Maret 2017 naik 8,16 persen. Maka secara kumulatf, nilai ekspor Indonesia Januari–Maret 2018 mencapai US$44,27 miliar atau meningkat 8,78 persen dibanding periode yang sama tahun 2017, sedangkan ekspor nonmigas mencapai US$40,21 miliar atau meningkat 9,53 persen.
Oleh karenanya peningkatan terbesar ekspor nonmigas Maret 2018 terhadap Februari 2018 terjadi pada bahan bakar mineral sebesar US$358,9 juta (18,58 persen), sedangkan penurunan terbesar terjadi pada timah sebesar US$92,5 juta (45,25 persen).
Menurut sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan Januari–Maret 2018 naik 4,60 persen dibanding periode yang sama tahun 2017, demikian juga ekspor hasil tambang dan lainnya naik 41,48 persen, sementara ekspor hasil pertanian turun 9,32 persen. Ekspor nonmigas Maret 2018 terbesar adalah ke Tiongkok yaitu US$2,36 miliar, disusul Amerika Serikat US$1,59 miliar dan Jepang US$1,43 miliar, dengan kontribusi ketganya mencapai 37,78 persen. Sementara ekspor ke Uni Eropa (28 negara) sebesar US$1,53 miliar.
Lalu bagaimana dengan kondisi impor yang ada di inonesia saat ini adalah, nilai impor Indonesia Maret 2018 mencapai US$14,49 miliar atau naik 2,13 persen dibanding Februari 2018, demikian pula jika dibandingkan Maret 2017 meningkat 9,07 persen. Impor nonmigas Maret 2018 mencapai US$12,23 miliar atau naik 2,30 persen dibanding Februari 2018, sementara jika dibanding Maret 2017 meningkat 11,08 persen. Impor migas Maret 2018 mencapai US$2,26 miliar atau naik 1,24 persen dibanding Februari 2018, namun turun 0,64 persen dibanding Maret 2017.
Lalu kondisi impor nonmigas golongan mesin dan pesawat mengalami peningkatan terbesar bulan Maret 2018 dibanding bulan Februari 2018 adalah golongan mesin dan pesawat mekanik US$286,9 juta (14,84 persen), sedangkan penurunan terbesar adalah golongan mesin dan peralatan listrik sebesar US$153,1 juta (9,19 persen).
Kalau dilihat dari sisi kebijakan dalam kerjasama bilateral dalam kepemimpinan jokowi ini luamayan baik dan lancar. Namun kalau dilihat dari sisi yang lain alangkah mirisnya jika indonesia yang dikenal kaya akan budaya, kaya akan penghasilan alamnya, kaya akan ide dan kreatifitas anak muda, kaya akan para cendekiawan dan kaum intelektualnya, namun mengapa barang impor dari luar negri masih berjalan dengan mulus?, contohnya dari Tiongkok, Jepang, Eropa dan ASEAN. Bahkan barang impor terbesar selama bulan januari-maret 2018 adalah dari tiongkok dengan nilai US$10,16 miliar (27,30 persen). Apakah indoneisa belum cukup mampu berdikari, apakah indonesia belum cukup mampu berdaulat. Bahkan impor penggunaaan barang baik barang konsumsi itu mengalami penigkatan selama bulan januari-bulan maret 2018.
Sehingga apapun itu yang terjadi dalam kepemimpinan 2019 mendatang jangan sampai penggunaan barang baik itu konsumsi, barang modal dan lain sebaginya tidak perlu impor, kalau perlu indonesia yang harus siap ekspor barang ke luar negeri dengan partai besar maupun partai kecil agar kekayaan yang ada di indonesia tidak dikeruk habis oleh pihak asing.
Disamping itu juga masyarakat indonesia angka penganggguran harus menurun dengan drastis kalu perlu tak ada lagi pemuda yang menganggur tak perlu lagi ada lulusan sarjanan yang kerjanya sebagai pengacara (pengannguran banyak acara).
Maka siapapun nantinya yang akan menjadi pemimpin seyogyanya lebih memikirkan warganya sendiri bukan malah mempekerjakan warga asing. Semoga kedepannya jika pak Prabowo yang jadi presiden maka semua tenaga asing wajib di usir dari ibu pertiwi, jangan sampai batang hidunya nongol kembali di tanah ini. Dan jika Pak Jokowi yang jadi presiden maka segera perbaiki kembali apa yang sudah anda lakukan, teruskan pembangunan infrastruktur yang sudah terprogram. Lalu kurangi barang impor dan tambahkan pekerja lokal agar warga indonesia dapat bekerja di rumahnya sendiri dan menjadi bos dirumahnya sendiri, bukan malah menjadi penonton di tempat kelahirannya sendiri. [*]
*Penulis adalah Pengurus Bidang SBO DPD Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) DIY (2017-2019)