Pelembagaan Pemilu dan Pendalaman Demokrasi

Oleh: Raihan Ariatama*

Hadirnya reformasi menandakan Indonesia adalah negara demokrasi. Indonesia bertranformasi menjadi negara demokratis dari sebelumnya menggunakan sistem otoritarian. Tranformasi dari pemerintahan yag sentarlistik menjadi pemerintahan yang memiliki kedaulatan ditangan rakyat, yang mana kedaulatan ditangan rakyat salah satu indikatornya adalah pemilihan umum.

Dilihat dari sudut pandang demokrasi prosedur ala Schumpeterian, pemilu telah berhasil mencapai tujuan-tujuan dasarnya, yakni pertama, menghasilkan pemimpin melalui sebuah mekanisme pemilihan yang demokratis yakni bebas, adil dan nir-kekerasan. Dari tahun 1999 penyelenggaraan pemilu, tidak ditemukan adanya pelanggaran serius yang dapat menciderai apalagi menghilangkan elemen-elemen kebebasan, fairness, dan nir-kekerasan sebagai inti-inti pokok dari proses pemilihan demokratis. Kedua., dilihat dari sudut kepentingan adanya rotasi kepemimpinan secara reguler, Pemilu merupakan kelanjutan dari praktek pemilihan sebelumnya, tapi sekaligus telah meletakan dasar baru bagi sebuah mekanis pertukaran elit secara reguler (Lay, 2006).

Dibalik capaian dalam demokrasi, muncul salah satu kritik dalam demokrasi yakni terkait dengan pelembagaan sistem Pemilu. Sistem pemilu Indonesia sejak tahun 1999 hingga tahun 2014 mengalami pelembagaan sistem yang tidak konsisten. Pelembagaan merupakan penguatan dalam sistem kepemiliuan. Penguatan sistem kepemiluan menjadi urgen terhadap pengkristalan pemahaman nilai-nilai demokrasi, yakni ideologi. Langkah strategis dalam mendalami nilai demokrasi dan ideologi adalah dengan cara mengerucutkan jumlah partai politik yang berkontestasi (sistem dwi-partai / minimalis partai).

Ketidak-kosistensian pelembagaan pemilu di Indonesia ditandai dengan jumlah partai politik yang berkontestasi dalam pemilu berfluktuatif. Pada tahun 1999 adalah sebanyak 48 partai, yang mana sebelumnya berjumlah 3 partai. Banyaknya peserta pemilu disebabkan oleh faksi-faksi yang tergabung dalam partai PPP dan PDI mendirikan partai-partai baru.

Pada pemilu 2004 peserta Pemilu mengurucut menjadi 24 partai politik. Akan tetapi pelembagaan tersebut tidak berjalan konsisten. Hal ini ditandai dengan peserta pemilu yang bertambah kembali menjadi 38 partai politik nasional dan 6 partai politik lokal di provinsi Aceh pada tahun 2009. Kemudian pada tahun 2014 jumlah partai politik mengalami penurunan menjadi 12 kontestan.

Peningkatan Parliementary Threshold sebagai startegi menimalisasi kontestan Pemilu

Threshold adalah ambang batas perolehan suara yang pertama kali digunakan pada Pemilu tahun 2009. Pasal 202 UU no 10 tahun 2008 ditetapkan sebesar 2,5% dari umlah suara sah secara nasional. Kemudian pada UU no 8 tahun 2012 ambang batas parlemen ditetapkan sebesar 3,5% dan berlaku untuk nasional yang digunakan pada pemilu 2014. Pada tahun 2019 ambang batas kemudian menjadi 4% dalam penentuan parlemen.

Dengan naiknya secara konsisten ambang batas jumalah suara parlemen, maka secara langsung akan mengerucutkan jumlah kontestan yang mampu bersaing menuju parlemen. Meskipun ada 16 partai politik yang berkontestasi maka diprediksi hanya akan ada lima partai politik. Menurut survey LSI akan lima partai politik yang berhasil lolos parliementary threshold. Lima partai tersebut adalah PDIP 21,7%, GOLKAR 15,3%, Gerindra 14,7%, PKB 6,2 % dan Demokrat 5,8%.

Jika prediksi ini benar maka secara tren kedepan maka akan terjadi sistem kepartaian minimlis. Jika terjadi sistem kepartaian minimalis maka akan terjadi pendalaman demokrasi. Kegaduhan-kegaduhan yang terjadi akibat koalisi gemuk dalam pemerintahan akan dapat diminimalisir. Koalisi partai politik diparlemen menjadi koalisi yang minimalis sehingga dapat menciptakan legislative heavy. Legistaif yang kuat maka akan meningkatkan mekanisme check and balance dalam pemerintahan. (*)

*Penulis adalah adalah aktivis HMI Cabang Bulaksumur Sleman, Mahasiswa Magister Ekonomika Pembangunan UGM

 

Referensi:

Lay, Corenelis. Catatan Pengantar dalam ”Dinner Lecture – KID, Jakarta, 21 November 2006

Uu no 10 tahun 2008.

Uu n0 12 tahun 2012.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com