Edutek  

Dikukuhkan sebagai Guru Besar Ekonomi Islam, Prof. Dr. Mochlasin, M.Ag Tawarkan Teori Ethical Sustainability Chain

Prof Dr. Mochlasin, M.Ag saat membacakan pidato pengukuhan Guru Besar UIN Salatiga, (22/7/2025). Foto: Istimewa
Prof Dr. Mochlasin, M.Ag saat membacakan pidato pengukuhan Guru Besar UIN Salatiga, (22/7/2025). Foto: Istimewa

“Prof. Dr. Mochlasin, M.Ag telah dikukuhkan sebagai Guru Besar Ekonomi Islam dalam Rapat Senat terbuka Universitas Islam Negeri Salatiga (22/7/2025). Dalam pengukuhan, yang berjudul Islamic Values sebagai Fondasi Rekonstruksi Etika Bisnis di Era Digital, ia menawarkan sebuah teori yang disebut dengan
Ethical Sustainability Chain.”

SALATIGA – Prof. Dr. Mochlasin, M.Ag menjelaskan, di era digital, perkembangan bisnis mengalami perubahan yang sangat spektakuler dengan bantuan IoT, AI dan Big Data.

“Kasus pelanggaran etika bisnis di era ini semakin rumit dan mengalami jangkauan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sampai era digital, masih berlanjut pemahaman apa yang disebut dengan mitos bisnis amoral, yaitu business is business and ethic is ethic,” tutur Prof. Mochlasin.

Menurut Prof. Mochlasin, secara umum dan berdasarkan kasus yang sering dan mungkin akan terus terjadi, maka praktik bisnis tidak etis di era digital dapat diklasifikasikan berikut ini, yaitu froud, iklan sesat, pelanggaran hak konsumen dan karyawan, persaingan tidak sehat, pelanggaran HaKI, pelnaggaran privasi data dan diskriminasi di tempat kerja.

“Dalam pandangan Islam, bisnis adalah solusi yang diberikan Allah SWT untuk memastikan sirkulasi dan distribusi kekayaan secara beradab. Bisnis perspektif Islam adalah profesi luhur (bai’ mabrur) sebagaimana disabdakan Nabi Muhammad saw., bahkan beliau adalah implementator dari etika bisnis Islam yang sukses. Terdapat Islamic values (nilai-nilai Islam) yang dapat dijadikan nilai dasar konstruksi etika bisnis Islam yaitu tawhid, ‘ibadah, istikhlaf, tazkiyah dan ihsan,” terangnya.

Dalam teori Ethical Sustainability Chain. Prof. Mochlasin menjelaskan dengan sistemik bahwa kegiatan bisnis yang dijalankan berdasarkan Islamic values dapat membawa pada reputasi. Kemudian reputasi yang baik dapat menciptakan trust yang akan memunculkan sikap loyal pada pelanggan.

“Loyalitas memotivasi pelanggan untuk beli dan beli ulang (repurchase) yang berikutnya akan menghasilkan keberlanjutan bisnis,” ujarnya.

Pelaku bisnis yang beretika akan memanfaatkan kecanggihan teknologi digital untuk mendukung transparansi, akuntabilitas dan kualitas layanan.

Pada titik ini, sebenarnya telah terjadi transformasi al-barakah (bertambah dan keabadian kebaikan), di mana kebaikan itu dapat dirasakan dalam kehidupan nyata pada kegiatan bisnis.

“Bisnis yang mengimplementasikan etika memiliki indikator-indikator kemaslahatan yaitu menghasilkan profit, memberikan manfaat, komitmen terhadap ESG (environment, social, governance), kemampuan mengelola energi, dan kemampuan meningkatkan efisiensi,” ucapnya.

Prof. Mochlasin berharap, para akademisi bidang Ekonomi Islam dapat menguji teori Ethical Sustainability Chain ini dalam riset empirik. (pr/kt1)

Redaktur: Faisal

52 / 100 Skor SEO

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com