RM Lanang: Saling Bully Antar Pendukung Capres Tak Sesuai Adat Warga Jogja

YOGYAKARTA – Tokoh pemuda yang sekaligus kerabat kraton Ngayugyakarta Hadiningrat, RM. Jefferson Lanang Haryo Prakosa mengingatkan warga Yogyakarta untuk tidak merusak ketenteraman dan adat istiadat Jogja dengan saling bully antar pendukung Calon Presiden (Capres).

Menurut Buyut Sri Sultan Hamengku Buwono VIII ini, bertengkar karena beda pilihan Capres bukan cerminan budaya masyarakat Yogyakarta yang selalu menjaga sopan santun, tata krama dan tepa slira dalam kehidupan sehari-hari,

“Coba, kalau misalnya sedang tertimpa musibah, siapa yang datang? Siapa yang menolong? Pasti saudara dan tetangga, bukan para Capres yang dibela mati-matian sampai mengesampingkan rasa persaudaraan. Kita harus ingat bahwa Jogja dikenal dengan keramah tamahannya, sopan santun dan guyub rukun masyarakatya. Jadi jangan gara-gara beda pilihan rusak budaya kita,” katanya di nDalem Notoprajan, Ngampilan, Yogyakarta, Sabtu (15/12/2018).

Perang kata kata kasar, saling fitnah, saling menebar ujaran kebencian  yang  berujung putusnya silaturahmi antar pendukung Capres yang kini marak di dunia maya, dikhawatirkan akan merambah ke kehidupan nyata. Hal itu menurut Lanang bukan tanpa alasan. Sebab, di era milenial ini, internet sudah menjelma ruang publik,

“Terlebih Yogyakarta saya kira termasuk tertinggi jumlah masyarakat pengakses internet, terutama pengguna Sosmed. Kalau perang di Sosmed dibiarkan, tidak menutup kemungkinan menjalar di dunia nyata. Apalagi jelas saat ini tahun politik, dimana mobilisasi massa juga dilakukan baik peserta Pileg (Pemilu Legislatif) maupun Pilpres,” tukas putra dari salah satu penghageng Kraton Yogyakarta, RM. Acun Hadiwidjojo.

Lebih jauh Lanang mengingatkan, fanatik berlebihan terhadap pasangan calon presiden sehingga memicu perpecahan antar sesama bangsa Indonesia, bukan tujuan dari diselenggarakannya Pemilu. Justru sangat disayangkan jika pesta demokrasi lima tahunan yang dibiayai dari uang rakyat (APBN) triliunan rupiah, hanya dijadikan ajang saling bermusuhan yang merugikan semua pihak.

Lanang menandaskan, berdebat dan adu argumentasi karena beda pilihan adalah wajar di alam demokrasi, namun jika sampai menimbulkan pertikaian antar kubu pendukung, sangat berbahaya bagi persatuan bangsa.

Masyarakat juga perlu merubah mind set (pola pikir) bahwa dalam Pilpres 2019 mendatang adalah bukan memilih yang terbaik diantara yang terburuk, sehingga dalam prosesnya tidak memunculkan hal-hal negatif,

 “Pemilu, terutama Pilpres harus dipahami sebagai ikhtiar bersama memilih pemimpin untuk lebih memajukan Indonesia ke depan. Jadi sebenarnya kita ini sedang memilih Presiden yang terbaik dari Capres-Capres yang baik. Jadi sangat disayangkan kalau pesta demokrasi justru diwarnai dengan saling menjatuhkan, saling memfitnah, saling membenci, karena itu cermin dari demokrasi yang tidak berkualitas,” tutup Lanang. (rd)

Redaktur: Fefin Dwi Setyawati

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com