YOGYAKARTA – Dalam rapat tentang Dokumen Pelaksanaan Anggaran DPA APBD 2020 antara Komisi B DPRD Kota Yogyakarta dengan Dinas Pariwisata yang dilaksanakan Tanggal 14 Januari 2020 yang lalu, terungkap bahwa UPT Malioboro yang merupakan Unit Pelaksana Tehnis (UPT) dari Dinas Pariwisata untuk tahun anggaran 2020 bersumber dari Dana Keistimewaan (Danais),
“Pembiayaan tersebut melalui mekanisme Bantuan Keuangan Khusus sebesar 6,9 M untuk membiayai kegiatan Jogoboro Rp 3,7 M untuk 110 personil,
Untuk kebersihan sebesar Rp 1,1 M, untuk outsorching Tenaga Teknik infastruktur sekira Rp 1 M-an dengan SDM 20 oarangg dan bahan-bahan infrastruktur seperti pupuk, tanaman dan lain sebagainya,” ungkap anggota DPRD Kota Yogyakarta, Antonius Fokki Ardiyanto S.IP dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Kamis (16/01/2020).
Terkait persoalan tersebut, Fokki anggota dewan dari Fraksi PDIP ini mempertanyakan beberapa hal yang menurutnya sangat fundamental. Diantaranya, mengapa sumber pembiayaan UPT Malioboro yang notabene adalah UPT dari Dinas Pariwisata tidak muncul atau dibahas ketika membahas KUA PPAS dan RKA APBD 2020, baik di tingkat Komisi ataupun di Badan Anggaran?
Menurutnya, pertanyaan serupa juga dilontarkan oleh koleganya Rifki Listianto yang merupakan Sekretaris Komisi B dari Fraksi PAN. Fokki menilai terkait pembiayaan UPT dengan Danais mempunyai potensi temuan,
“Karena tiba-tiba persoalan danais ini muncul setelah evaluasi gubernur dalam pembahasan DPA APBD 2020,” ujarnya.
Fokki juga menengarai ada potensi problem hukum ketatanegaraan penyelenggaraan pemerintahan yang rancu. Mengapa UPT Maliboro yang Merupakan UPT dari Dinas Pariwisata yang dibentuk, untuk menjalankan kewenangan dari pemerintah daerah sesuai UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah? Sedang Danais adalah implementasi dari pelaksanaan UU 13/2012 tentang Keistimewaan DIY untuk mendukung penyelenggaraan urusan tambahan yaitu urusan keistimewaan yang hanya berlaku di tingkatan pemerintah DIY,
“Ketika UPT Malioboro yang merupakan unit tehnis dari Dinas Pariwisata untuk melaksanakan tugas dari otonomi daerah sebagian tugasnya dibiayai oleh danais untuk melaksanakan tugas keistimewaan maka ini problem serius dari kacamata hukum administrasi negara,” tandasnya.
Ia menambahkan, struktur anggaran yang masuk untuk membiayai sebagian kegiatan dari UPT Malioboro melalui mekanisme Bantuan Keuangan Khusus yang masuk melalui APBD Kota Yogyakarta tahun 2020, juga patut dipertanyakan,
“Pertanyaannya adalah apa yang menjadi dasar hukum daripada nomenklatur Bantuan Keuangan Khusus, karena dalam peraturan perundangan undangan baik Undang-Undang maupun permendagri dan permenkeu yang berkaitan dengan nomenklatur Bantuan Keuangan Khusus belum ditemukan payungnya dan yang ada adalah bantuan keuangan dari pemerintah daerah lainnya. Ini juga problem hukum administrasi negara,” ujarnya.
Ketiga hal tersebut yang dipertanyakan, kata Fokki, tidak bisa dijawab oleh Kepala Dinas Pariwisata, Bappeda dan Badan Pengelolaan Keuangan Daerah yang hadir dalam rapat tersebut. Menurut perwakilan ketiga OPD tersebut, hal itu adalah ranah pengambil kebijakan yang diatas (pimpinan),
“Dengan adanya persoalan tersebut yang belum dapat diselesaikan maka kami meminta kepada notulensi rapat untuk hal tersebut dicatat khusus karena berpotensi temuan hukum administrasi negara yang bisa berubah menjadi potensi tindak pidana korupsi,” tegasnya. (pr/kt1)
Redaktur: Faisal