Oleh: Jessika Ilham*
Di tengah pandemi Covid-19, masyarakat saat ini juga perlu mewaspadai penyakit berbahaya yang juga mulai merebak, yaitu Demam Berdarah Dengue atau kerap disebut juga dengan DBD. Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit menular yang sering terjadi di sebagian besar daerah tropis dan subtropis, termasuk di Indonesia. Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dengan gigitannya pada manusia sehingga manusia yang mengalami gigitan nyamuk tersebut akan terinfeksi virus dengue. Nyamuk Aedes aegypti dapat membawa virus dengue setelah menghisap darah penderita DBD. Kemudian nyamuk tersebut dapat menularkan virus dengue kepada orang lain melalui kelenjar ludahnya ketika menggigit sehingga virus tersebut dapat tersebar di dalam peredaran darah. Adapun gejala yang ditimbulkan dari penyakit menular tersebut antara lain demam, pusing, nyeri pada otot dan ruam pada kulit. Kasus penyakit DBD ini menjadi kasus yang cukup serius di Indonesia. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan DIY tahun 2017 bahwa jumlah kasus DBD pada tahun 2012-2017 naik turun tidak signifikan dan kenaikan drastis terjadi pada tahun 2014 dengan jumlah 6241 kasus. Kemudian menurun drastis pada tahun 2017 dengan jumlah sebesar 1642 kasus. Dan ditambahkan dengan data pada tahun 2018 sebesar 649 kasus. Adapun perincian jumlah kasus per kabupaten/kota DIY adalah 86 kasus di kabupaten Kulon Progo, 182 kasus di Kabupaten Bantul, 124 kasus di Kabupaten Gunung Kidul, 144 kasus di Kabupaten Sleman dan 113 di Kota Yogyakarta. Dari perincian tersebut didapati bahwa Kabupaten Sleman menempati jumlah kasus DBD tertinggi di DIY pada tahun 2018. Dan pada tahun 2020 tepatnya pada minggu pertama bulan april, Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman tahun 2020 mencatat sebanyak 317 kasus DBD sehingga terjadi kenaikan kembali kasus DBD di Kabupaten Sleman. Dengan demikian, kasus DBD ini juga menjadi kasus yang tidak kalah mengkhawatirkan dari virus covid-19 karena DBD merupakan salah satu penyakit endemi yang penting pula untuk ditangani.
Penyakit DBD ini disebabkan oleh apa aja sih? Jadi, penyebab ini sebenarnya lebih mengarah pada penyebab pemicu perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti itu sendiri karena nyamuk ini merupakan vektor dari virus dengue. Sebelum mengetahui penyebabnya, kita perlu mengetahui definisi dari vektor itu sendiri. Vektor merupakan organisme yang dapat membawa penyakit dari penderita ke orang lain atau dengan kata lain organisme tersebut sebagai perantara antara penyakit dengan orang lain yang belum terjangkit. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Soegijanto tahun 2006, virus dengue dapat bereplikasi di dalam sel hidup dimana proses perkembangannya terjadi di sitoplasma. Penyebab pemicu perkembangbiakan nyamuk ini berasal dari kondisi lingkungan, kondisi geografis dari suatu wilayah, perilaku masyarakat, kepadatan penduduk, dsb. Menurut Suryani tahun 2018 yang menjelaskan pada jurnalnya bahwa faktor geografis dari suatu wilayah mempengaruhi perkembangbiakan vektor. Kondisi daerah dengan curah hujan ideal akan berisiko tinggi terjadi wabah demam berdarah karena curah hujan yang tinggi akan menimbulkan banyak genangan air di berbagai media yang menjadi breeding place nyamuk. Nyamuk Aedes aegypti dapat hidup dengan tingkat kelembaban yang tinggi dan umumnya di genangan air. Genangan air dapat dijumpai pada pepohonan, kaleng bekas, ban bekas, dll. Selain itu, kepadatan penduduk yang tinggi akan meningkatkan pula faktor risiko tergigit nyamuk Aedes aegypti sehingga penularannya akan menjadi jauh lebih cepat. Lalu, perilaku masyarakat juga dapat mendukung perkembangbiakan nyamuk ini seperti kebiasaan menumpukkan barang atau menggantung pakaian di luar ruangan dengan waktu yang lama, membiarkan genangan air di lingkungan luar maupun di dalam rumah serta minimnya membersihkan bak-bak penampung air. Apabila tingkat kesadaran masyarakat akan lingkungan buruk maka akan meningkatkan pula perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dan tentunya akan meningkatkan faktor risiko penyebaran penyakit DBD, dan akhirnya masyarakat mengalami imbas dari perilakunya sendiri. Orang yang terjangkit penyakit DBD bila tidak ditangani dengan baik atau terlambat akan berujung pada kematian. Sebab itu, penting dilakukan suatu upaya untuk memberantas kasus DBD ini. Pemberantasan ini bisa dilakukan dengan membangun kerjasama antara pemerintah, dinas kesehatan dan masyarakat.
Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman tahun 2019 telah berupaya untuk menanggulangi kasus DBD. Adapun Dinas Kesehatan telah menerapkan kebijakan Bupati Sleman mengenai gerakan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di wilayah Kabupaten Sleman. Kegiatan ini melibatkan seluruh tingkatan baik kepala organisasi perangkat daerah sampai kepala desa se-Kabupaten Sleman. Kegiatan tersebut terdiri dari penyuluhan intensif kepada masyarakat, meningkatkan partisipasi masyarakat untuk melakukan gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes aegypti (PSN) secara serentak dengan cara 3M (menguras, menutup dan mendaur ulang atau memanfaatkan barang bekas agar tidak menjadi tempat perindukan nyamuk), meningkatkan pemantauan jentik berkala sehingga dapat tercapai angka bebas jentik minimal 95%, melakukan upaya optimalisasi pencegahan dan pengendalian DBD melalui G1R1J1 (Gerakan Satu Rumah Satu Jentik) serta secara periodik camat dan muspika melaksanakan pemantauan secara langsung ke lokasi baik lingkungan maupun rumah warga. Gerakan PSN dengan cara 3M yang dimaksudkan adalah menguras bak atau tempat penampung air secara rutin sehingga meminimalisir pertumbuhan jentik nyamuk Aedes aegypti, kemudian bak atau tempat penampung air tersebut ditutup dengan tujuan meniadakan tempat perkembangbiakan (breeding place) nyamuk Aedes aegypti dan yang terakhir adalah mendaur ulang atau memanfaatkan barang bekas yang masih dapat terpakai. Barang bekas tersebut mengarah pada barang yang berpotensi menjadi tempat penampung air seperti botol bekas, ban bekas, dsb. Dengan demikian, selain mencegah perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti juga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat baik secara ekonomi maupun kebersihan lingkungannya. Aksi pemerintah tersebut harus didukung oleh masyarakat dengan ikut berpartisipasi dalam memberantas kasus DBD yang telah dianjurkan oleh pemerintah serta menjaga kebersihan lingkungan.
Selain menggerakan aksi PSN, upaya pencegahan terhadap gigitan nyamuk juga menjadi hal yang penting dengan menggunakan (lotion dan obat antinyamuk), menaburkan bubuk abate pada bak-bak penampung air (bak mandi dan kolam ikan), memasang kassa nyamuk pada jendela rumah, memakai kelambu saat tidur, memelihara pemakan jentik dan menanam tumbuhan pengusir nyamuk seperti lavender. Seberapa baiknya kebijakan dan upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sleman dalam memberantas penyakit DBD, tetap tidak akan dapat terlaksana dengan baik bila masyarakat tidak ikut mendukung dan berpartisipasi didalamnya. Sebab itu, sangat diperlukan adanya kerjasama yang baik antara pemerintah, dinas kesehatan dan masyarakat dalam memberantas penyakit DBD dengan menggiatkan perilaku hidup bersih PSN dengan cara 3 M, mencegah gigitan nyamuk dan melakukan pemantauan jentik mandiri secara rutin sesuai dengan anjuran pemerintah. Untuk itu, alangkah baiknya setiap kita jangan menunda waktu lagi dalam mengupayakan pemberantasan nyamuk Aedes aegypti karena waktu yang tertunda akan berdampak besar di waktu yang mendatang, dan tentunya upaya yang dilakukan harus sesuai dengan anjuran dari pemerintah demi kebaikan bersama. Dengan demikian, angka kasus DBD di Kabupaten Sleman dapat mengalami penurunan secara signifikan. (*)
*Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Bioteknologi/Biologi Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta.