Dorong Bawaslu Gunungkidul Tindak Politik Uang, Aktivis JCW Jalan Mundur 700 Meter

GUNUNGKIDUL – Setelah aksi tunggal di Bawaslu Sleman, Selasa (01/12/2010), Aktivis Jogja Corruption Watch (JCW) Baharuddin Kamba kembali melalukan aksi tunggal di Kantor Bawaslu Gunungkidul, Kamis (03/12/2020).

Kali ini Kamba long march dengan berjalan mundur sekira 700 meter dari alun-alun Pemerintah Daerah Gunungkidul menuju kantor Bawaslu Gunungkidul Jalan Veteran, Trimulyo I, Kepek, Kecamatan Wonosari.

Dalam aksinya, Kamba Kembali menggunakan atribut yang mengandung makna. Ia Menggunakan topi caping, topeng superhero Spiderman, batik lurik dan menempelkan sejumlah uang mainan dan amplop.

Kamba mengatakan, ia melakukan aksi tunggal untuk mendukung Bawaslu Kabupaten Gunungkidul agar tak segan menindak tegas apabila menemukan pelanggaran Pemilu, terutama politik uang,

“Mengingat potensi politik uang di Gunungkidul terbilang tinggi,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi.

Terkait atribut yang dikenakan, Kamba menjelaskan, makna dari menggunakan batik lurik adalah agar Bawaslu Gunungkidul bersama pihak kepolisian dan kejaksaan yang tergabung dalam sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu) agar tetap profesional dan menjaga integritas dalam menegakkan aturan Pilkada,

“Apabila ada calon yang melanggar, maka harus ditindak tanpa pandang bulu. Sementara mainan uang dan amplop mengingatkan kepada para pemilih di kabupaten Gunungkidul agar berani menolak politik uang dalam bentuk apapun termasuk pemberian bantuan sosial (Bansos) jelang pencoblosan 9 Desember 2020 nanti. Bawaslu Gunungkidul harus mengawasinya,” tegasnya.

Aksi jalan mundur, kata dia,  mencerminkan agar masyarakat Gunungkidul tidak mundur dengan memilih calon yang terlibat korupsi atau pun bermasalah di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sedangkan topeng superhero Spiderman menggambarkan agar ada keberanian dari penegak hukum termasuk Bawaslu seperti super hero dan masyarakat untuk melaporkan jika menemukan politik uang,

“Soal kasus politik uang  biasanya problemnya adalah seringnya masyarakat tidak berani melaporkannya karena akan kena sanksi dikucilkan, misalnya. Karena dianggap tidak kompak dengan masyarakat yang lain. Harus ada strategi khusu bagi penegak hukum agar bisa mengajak masyarakat menjadi pengawas partisipatif,” pungkasnya. (pr/kt1)

Redaktur: Faisal

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com