Pakar Pertanian UGM Tepis Prediksi Bappenas, 2063 Petani Milenial Justru Bertumbuh

YOGYAKARTA – Pakar Pertanian sekaligus Dekan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Dr. Jamhari, S.P., M.P., menepis prediksi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang menyatakan pada tahun 2063 mendatang tidak ada lagi petani di Indonesia. Ia  justru memproyeksikan sektor pertanian yang digerakkan petani milenial justru akan bertumbuh,

“40 tahun ke depan menjadi kesempatan emas untuk menumbuhkan generasi petani milenial yang antisipatif terhadap tantangan pertanian,” tuturnya saat menjadi narasumber dalam webinar bertajuk “Benarkah di 2063 Tidak Ada yang Menjadi Petani?” yang diselenggarakan Aku Petani Indonesia Movement, Sabtu (10/04/2021)  sore.

Jamhari menjelaskan, dimasa mendatang dunia pertanian berbanding terbalik dengan pertanian konvensional yang terus menurun. Pertanian modern yang akrab dengan teknologi dan lahan luas sedang bertumbuh di Indonesia,

“Lembaga akademik berperan dalam menyiapkan generasi muda petani millennial agar bisa mengambil posisi di masa depan, dharma penelitian maupun pengembangan teknologi, hingga rekayasa sosial dan digitalisasi,” ungkapnya. 

Jamhari memaparkan, pada 2063 krisis pertanian tidak hanya di Indonesia tetapi juga di level dunia, dimana akan terjadi divergensi antara supply dan demand produk pertanian. Menurutnya, Permintaan selalu meningkat akibat populasi yang terus meningkat dan produk pertanian tidak hanya untuk pangan, namun juga difungsikan sebagai pakan atau feed. Selain itu juga digunakan sebagai bahan bakar atau fuel karena minyak dan bahan bakar saat ini semakin terbatas. Sedangkan fiber dari produk pertanian akan banyak digunakan untuk sandang,

“Di samping itu, hingga saat ini belum ditemukan bahan pangan sintetis. Di sisi lain, kapasitas supply pertanian terus menurun akibat berbagai faktor seperti berkurangnya lahan dan perubahan iklim yang berdampak pada water shortage dan memicu hama pertanian,” terangnya.

Menurut Jamhari, jumlah petani yang diprediksikan tidak ada lagi di tahun 2063 adalah pertanian dengan cara-cara tradisional. Petani yang mayoritasnya merupakan generasi tua dan berpendidikan rendah. Hal itu sebagaimana data Kementerian Pertanian tahun 2020 yang menyebutkan tenaga kerja di sektor pertanian didominasi oleh tamatan pendidikan dasar atau SD sebesar 29,48 juta orang atau 84,22 persen. Sedangkan  tenaga kerja di rentang umur 25-59 tahun sebesar 24,31 juta orang atau 69,45 persen,

“Profesi petani makin ditinggalkan karena pendapatan usaha tani belum cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehingga sebagian besar petani sebanyak 62 persen dengan mengijonkan lahan dan 13 persen meminjam untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya,” imbuh Jamhari.

Bertambahnya petani menurut Jamhari tidak berpengaruh terhadap bertambahnya produksi di sektor pertanian pertanian. Dalam ilmu ekonomi, kata dia, Marginal Productivity of Labor (MPL) di pertanian masih negatif artinya terlalu banyak orang bekerja di pertanian,

“Sehingga penambahan jumlah pekerja tidak lagi menambah produksi pertanian. Sehingga wajar kalau secara alamiah, jumlah petani konvensional akan terus mengalami penurunan,” ujar Jamhari yang juga merupakan Ketua Forum Dekan Fakultas Pertanian Indonesia ini.

Sementara itu, Founder Aku Petani Indonesia , Adhitya Herwin Dwi Putra, S.P. mengungkapkan, Aku Petani Indonesia merupakan gerakan yang konsern pada isu regereasi petani muda. Diselenggarakannya webinar bertajuk “Benarkah di 2063 Tidak Ada yang Menjadi Petani?” bertujuan untuk mengangkat optimisme terhadap dunia pertanian, melawan narasi bahwa 40 tahun mendatang tidak akan ada lagi petani di Indonesia,

Adhit menjelaskan, Bappenas memproyeksikan tahun 2063 tidak ada petani di Indonesia akibat 3 hal yaitu pertama para petani yang beralih ke sektor jasa dan industri semakin banyak yang dilihat dari proporsi yang bekerja di sektor pertanian menurun dari 65,8 persen pada 1976 menjadi 28 persen pada 2019. Kemudian alih fungsi lahan dimana data menunjukkan dalam kurun waktu enam tahun lahan pertanian terus berkurang, menyisakan 7,45 juta hektar lahan pada 2019. Ketiga laju urbanisasi dimana Bappenas memaparkan pada 2045 penduduk yang tinggal di kawasan perkotaan mencapai 67,1 persen atau setara dengan 68,3 juta orang, yang berarti juga semakin sedikit jumlah petani desa,

“Harapannya dengan diskusi ini akan tumbuh optimisme bahwa petani dan pertanian di Indonesia tidak akan pernah musnah. Kami selama ini terus mengkampanyekan gerakan Aku Petani Indonesia justru untuk mempersiapkan tantangan pertanian di masa mendatang. Sejak 2016 kami mengajak kalangan milenial untuk Bertani dan hingga saat ini gerakan kami sudah menyentuh 25 ribu anak muda dalam berbagai kesempatan,” ungkapnya.

Kegiatan webinar diikuti oleh puluhan peserta dengan menghadirkan tiga narasumber dari berbagai latar belakang yaitu bidang akademik, pemangku kebijakan, serta praktisi. Selain menghadirkan Dekan Fakultas Pertanian UGM Dr. Jamhari, S.P., M.P,  webinar juga menghadirkan narasumber lainnya yaitu Ir. Sondang Erikson Yosua Pasaribu, M.Si (Kepala Dinas Pertanian Tapanuli Utara), dan Rahma Nur Adzhani, S.T., M.Sc. (Founder Konekroot Far. Webinar).

Webinar yang berlangsung selama kurang lebih 2 jam tersebut dimoderatori oleh Zaki Abdurrahman, S.P. dari Aku Petani Indonesia sekaligus Penyuluh Pertanian di Kabupaten Tapanuli Utara. (pr/kt1)

Redaktur: Faisal

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com