YOGYAKARTA – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Daerah istimewa Yogyakarta (KSPI DIY) menolak penetapan Upah Minimum Provinsi dan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) DIY 2022.
Ketua KSPSI DIY, Irsad Ade Irawan mengatakan, UMK/UMP yang ditetapkan berdasarkan UU Cipta Kerja yang diputuskan secara sepihak. Selain itu juga mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) 36/2021 tentang pengupahan yang pada pokoknya tidak jauh berbeda dengan PP 78/2015 tentang Pengupahan, di mana penetapan upah minimum berdasarkan formula atau rumus tertentu yang tidak memenuhi Kebutuhan Hidup Layak (KHL),
“DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY menyatakan sikap agar Penetapan UMP/UMK 2022 harus mencapai Kebutuhan Hidup Layak. Menolak Penetapan UMP/UMK 2021 berdasarkan Undang-Undang Cipta Kerja dan Permenaker 18/2020 tentang Perubahan atas Permenaker 21/2016 tentang Kebutuhan Hidup Layak,” kata Ade dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Senin (08/11/2021).
Irsan menjelaskan, sebagai akibat kebijakan upah murah yang menjadi primadona Pemerintah Pusat dan Pemda DIY, kembali terjadi defisit ekonomi yang harus ditanggung oleh buruh dan keluarganya. Defisit ekonomi tersebut terlihat pada UMK DIY 2021 dibandingkan dengan KHL Permenaker 13 tahun 2012. Ia mencontohkan UMK Kota Yogyakarta Rp 2.069.530,- sedangkan KHL menurut survei Rp 3.067.048, sehingga defisit ekomoni yang ditanggung buruh di kota Yogyakarta sebesar Rp 999.518,-
“Serikat-Serikat Pekerja dan Buruh saat ini tengah menggugat UU Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi, sehingga baik UU tersebut maupun Peraturan turunannya tidak bisa dijadikan landasan dalam menetapkan Upah Minimum. Sangat mungkin Majelis Hakim akan membatalkan UU Cipta Kerja baik dari sisi prosedur pembuatan UU maupun isi atau pasal-pasal dalam UU Cipta Kerja yang diputuskan bertentangan dengan UUD 1945. Hal yang memberatkan buruh dan tidak berpihak pada keadilan adalah PP 36/2021 dalam menetapkan upah minimum meniadakan survey KHL namun berdasarkan pada kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan,” ungkapnya.
Irsad juga menilai Permenaker 18/2020 tentang KHL Memiskinkan. Menurutnya, permenaker baru tersebut memang menambah jumlah komponen KHL dari 60 jenis menjadi 64 jenis, tetapi secara kuantitas ada beberapa jenis KHL yang mengalami penurunan,
“Dengan kata lain, meskipun item KHL bertambah tetapi buruh tetap miskin,” tandasnya.
Irsad membeberkan, sebagi contoh berdsarkan Hasil Survey KHL 2021 Permenkar 18/2020, KHL Kota Yogyakarta sebersar Rp 2.800.45,- sedangkan Hasil Survey 2021 Permenaker 36/2012 sebesar Rp 3.067.048,- sehingga terjadi penurunan KHL Rp 266.994,-
Penurunan nilai KHL tersebut disebabkan penurunan kualitas dan kuantitas item KHL di antaranya Komponen makan dan minum. Ia menyebutkan salah satu contohnya kebutuhan gula turan dari 3 kg/bulan menjadi 1,2 kg/bulan,
“Berdasarkan beberapa hal di atas, maka DPD KSPSI DIY menuntut agar UMK DIY ditetapkan sesuai dengan KHL, seperti yang telah kami rinci. Menolak PP 36/2021 sebagai dasar penetapan UMP dan UMK DIY 2022. Menuntuk Permenaker 18/2020 tentang KHL dicabut, sekaligus mencabut UU Cipta Kerja dan Peraturan turunannya. Dan terakhir, Tetap Upah Minimum Sektoral di DIY,” pungkas Irsad. (pr/kt1)
Redaktur: Faisal