Belajar Kehidupan dari Seni Bonsai, Bertumbuh Tanpa Gaduh

Oleh: El Aulia Syah*

Banyak orang punya hobi baru semenjak Pandemi Covid-19, diantanya menjadi pebonsai atau pecinta tanaman bonsai. Seni menanam pohon dalam pot ini populer dari Jepang sejak ratusan tahun silam. Namun sebenarnya di Indonesia, menanam pohon di dalam pot juga sudah berkembang tak kalah lama, hanya saja berbeda nama. Di kalangan masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah (Jateng) misalnya, tanaman dalam pot disebut petetan. Perbedaannya kalau bonsai dibentuk dengan kawat atau tali, sedangkan petetan tanpa pembentukan. Perbedaan lainnya, jika Petetan tanpa nama gaya, bonsai memiliki berbagai nama gaya. Beberapa nama gaya bonsai antara lain, gaya formal, informal, bunjin atau literati dan masih banyak lagi. Selain itu dari sisi ukuran Bonsai juga ada jenisnya, ada jenis Shito dan Mame (maksimal 15 cm), small (16-30 cm), Medium (31-60 cm), large (61-90 cm) dan Extra Large (91 -150 cm). 

Di Indonesia sendiri seni bonsai mulai berkembang pesat sejak dibentuknya Perkumpulan Penggemar Bonsai Indonesia PPBI. Perkumpulan ini didirikan pada tanggal 31 Agustus 1979 yang diketuai oleh Soegito Sigit. Anggota pertama kali hanya berjumlah tujuh orang saja. Ini merupakan awal dari perkembangan seni bonsai di Indonesia. Namun sekarang sudah memiliki cabang hampir di setiap kota maupun Kabupaten.

Setelah terbentuknya PPBI, salah satu kegiatannya adalah melakukan kegiatan – kegiatan dalam bentuk pameran, sehingga berkat adanya pameran maka apresiasi terhadap seni bonsai semakin meningkat. Dengan sendirinya jumlah penggemar pun semakin bertambah.

Seiring dengan terus berkembangnya seni bonsai di Indonesia, komunitas penggemar bonsai bukan hanya dari PPBI saja, banyak bermunculan komunitas-komunitas bonsai lainnya. Seperti Asosiasi Klub Seni Bonsai Indonesia (AKSISAIN), Bonkei Siwalan Club dan sebagainya.

Lambang Kehidupan: Menjadi Indah dan Berharga Mensyaratkan Kesabaran

Bonsai dikenal sebagai ‘Hobi Mahal’ karena memang harga bonsai ada yang sangat fantastis hingga miliaran rupiah. Semakin tua umur bonsai biasanya semakin mahal. Berbeda dengan makhluk hidup seperti manusia dan binatang, tanaman semakin tua semakin nampak indah. Di situlah kemudian ada pelajaran kehidupan, dimana jika kita menginginkan menjadi bernilai, maka kesabaran adalah syaratnya.

Dalam kontes bonsai juga ada klasifikasinya dan kelas-kelasnya. Ada kelas prospek, kelas regional, kelas madya, kelas utama, dan kelas bintang. Pada masing masing kelas juga ada penilaian best ten dan best in show. Penilaian bonsai ada epat aspek, yaitu total perform atau penampilan secara keseluruhan, gerak dasar, keserasian, dan kematangan.

Biasanya untuk kontes kelas bintang tidak sebanyak kelas-kelas di bawahnya. Sebab, untuk ikut berkompetisi dalam kelas bintang, Sebuah bonsai benar-benar harus sudah matang. Dalam seni Bonsai, matang adalah bentuknya sudah benar-benar menyerupai pohon tua di alamnya tanpa ada alat bantu lagi yang menempel di pohon tersebut. Sudah tidak ada kawat dan tidak ada bekas lilitan kawat. Semua unsur ketuaan pohon harus terpenuhi, dari akar, batang, ranting, anak ranting, sub ranting dan seterusnya.

Tentu saja proses untuk menjadikan sebuah bonsai matang, memerlukan waktu bertahun-tahun dan di situlah, lagi-lagi butuh kesabaran tingkat ‘dewa’. Bonsai akan tumbuh tanpa gaduh, bukan karena ia tak bisa bersuara, melainkan karena sang seniman bonsai akan membentuknya dengan hati dan suara hati yak akan terdengar.

Menjadi Renungan: Semakin Tua Semakin Sedikit Teman

Bonsai di kelas bintang bisa dijadikan bahan renungan, bahwa semakin tua (secara usia) dan semakin matang, semakin sedikit pula teman yang bersanding di sampingnya. Namun dipastikan dari sedikit teman-temannya itu, semuanya adalah kelas bintang. Persaingan di kelas bintang bukan soal kalah atau menang, namun lebih kepada kompetisi keindahan dan kesabaran. Semakin tua dan matang, sebuah bonsai kian menyajikan kesejukan dan keselarasan dengan alam.

Makna filosofi bonsai memang patut menjadi renungan, bahwa manusia seharusnya lebih memahami akan kebijakan sebagai makhluk hidup paling sempurna yang diciptakan Tuhan selain binatang dan tumbuhan. Semakin berumur, seharusnya manusia semakin dewasa dan bijak. Ia akan lebih menyukai kedamaian, akan berbicara dengan penuh kesejukan. Manusia matang akan mendekatkan diri dengan Tuhan, karena mungkin teman-temannya sudah banyak yang meninggalkannya, baik karena ketidak cocokan, terpisah jarak dan waktu atau memang karena terlebih dahulu menghadap Tuhan.

Memang menjadi tua adalah takdir. Namun, menjadi dewasa adalah sebuah pilihan. Untuk menjadi dewasa, niscaya melalui proses yang melibatkan keseluruhan wujud manusia, yakni lahir dan batin.  (*)

*Penulisa adalah pebonsai pemula, tinggal di Kalasan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com