Oleh: Chaerudin Affan, SE, M.Kesos*
Pernyataan salah satu anggota DPR di Komisi III menyoal kekhawatiran beliau apabila Polisi diletakkan dibawah kementerian dapat dilihat dari berbagai sisi. Pertama, dapat dilihat sebagai bentuk evaluasi terhadap imdependensi kementerian yang diisi oleh partai politik. Atau pentingnya fokus terhadap situasi ekonomi ditengah kondisi pandemi yang belum selesai.
Pernyataan yang dipantik oleh wacana Gubernur Lemhanas tersebut patut menjadi perhatian. Tidak dapat dipungkiri masalah keamanan dan pertahanan nasional adalah hal yang sangat penting. Maka harus di tempatkan dalam wacana khusus yang dibahas secara tematik. Bukan direspon secara serampangan dan akhirnya membuat kegaduhan.
Wacana peletakan polisi di bawah sebuah kementerian bukanlah hal yang baru. Setidaknya sudah 1 dekade ini wacana tersebut sering mengisi ruang publik. Pada tahun 2014, Menteri Pertahanan saat itu Bpk Ryamizard Ryacudu pernah mengusulkan hal itu. Pada tahun 2019, pakar Hukum Tata Negra Jimly Asshiddiqie juga pernah melontarkan penolakan wacana tersebut. Perdebatan akan terus berlanjut samapai terbentuk sebuah konsepsi ideal yang sesuai dengan kondisi.
Untuk sekedar diingat, bahwa rekonstruksi institusi Pertahanan dan keamanan seperti TNI dan Polisi sudah dimulai sejak awal Reformasi. Polisi di tarik keluar dari struktur TNI. Sedangkan selanjutnya Tentara Nasional Indonesia (TNI) sudah ditempatkan di bawah Kementerian Pertahanan. Tentu konsepsi ini mungkin dirasa tepat saat itu. Adapun terdapat pandangan lain yang keritis terhadap konstruksi baru, melihat bahwa model tersebut merupakan bentuk trauma terhadap dwi fungsi abri yang ditetapkan sebelumnya.
Apapun pandangan satir tentang konstruksi lembaga Pertahanan dan keamanan pasca 1998, yang paling nyata adalah apa yang hari ini berjalan. Namun setidaknya mungkin sudah 2 dekade penerapan konstruksi tersebut berjalan, menjadi wajar apabila dilakukan evaluasi yang tidak serta merta menjadi sebuah keputusan. Tentu perlu kajian yang mendalam dan koperhensif. Hal itu agar setiap lembaga Pertahanan dan keamanan dapat berfungsi secara efektif untuk memberikan perlindungan, pelayanan dan pengayoman bagi rakyat Indonesia.
Hari ini masyarakat perlu berkonsentrasi untuk memulihkan perekonomian mereka, pasca pandemi covid 19 yg belum juga selesai. Menjadi penting kanalisasi wacana hari ini dilakukan, semua untuk negara serta rakyat yang harus bisa keluar dari himpitan ekonomi yang belum pulih seutuhnya. Perdebatan mengenai hal ini lebih tepat di konsumsi oleh para ahli, dan pihak-pihak yang fokus dalam kajian Pertahanan dan keamanan.
Dewan Ketahanan Nasional Republik Indonesia (WANTANNAS RI) atau dulu dikenal dengan nama Dewan Pertahanan Keamanan Nasional (Wanhankamnas) yang diisi oleh 3 unsur pertahanan, yaitu unsur TNI, unsur kepolisian serta unsur Sipil, dapat menjadi kanal wacana untuk hal strategis. Karena dengan anggota yang didalamnya terdapat 3 unsur perthanan negara tentu dapat melihat berbagai perspektif secara mendalam dan komperhensif. Nantinya sebagai lembaga yang berfungsi membantu Presiden dalam memberikan pertimbangan strategis, WANTANNAS dapat melalukan kajian berjenjang untuk merumuskan konsep yang tepat, sesuai kebutuhan. (*)
*Penulis adalah peneliti muda Indonesian Club