SEBAGAI manusia, kita tidak bisa hidup sendiri. Kita pasti butuh teman. Itulah kenapa manusia disebut makhluk sosial.
Akan tetapi terkadang teman juga yang menyebabkan hidup bermasalah. Teman yang menambah masalah biasanya diistilahkan sebagai teman toxic. Berhubungan dengan teman toxic sama halnya mendekatkan pada masalah. Hubungan yang terjalin “tidak sehat”.
Pertemanan yang dijalani seolah menjadi racun yang merusak kebahagiaan dan kesehatan mental.
Ni Ketut Jeni Adhi MPsi, Psikolog dari Bali dalam beberapa pemaparannya di berbagai media mengungkapkan beberapa ciri teman toxic. Antara lain suka mencari-cari kesalahan orang lain, tapi tak pernah mau disalahkan. Kemudian, di depan berbicara baik dan manis di belakang menjelek-jelekkan.
Salah satu ciri menonjol teman toxic lainnya menurut dosen Universitas Dhyana Pura ini adalah tidak konsisten antara perkataan dan perbuatan, egois dan maunya untung sendiri.
Lalu benarkah solusi mengatasi teman toxic adalah memutuskan pertemanan? Bukankah memutus pertemanan juga tidak baik?
Dirangkum dari berbagai rekomendasi pakar psikologi, untuk megatasi teman yang memiliki sifat toxic maka beberapa langkah berikut bisa dilakukan:
1. Bersabarlah Dulu
Kebanyakan orang bijak meminta kita bersabar jika menghadapi teman yang berperilaku toxic kepada kita. Jangan membalas toxic dengan toxic.
2. Introspeksi Diri
Kadang kita lupa untuk instropeksi ketika bermasalah dengan teman. Bisa saja masalah timbul justru karena kita kurang bersikap baik dengan teman.
3. Pahami Sifat Toxic Teman
Sabar dan introspeksi diri memang tidak mudah. Maka standar penilaian apakah teman itu toxic maka penting untuk mengenali apa saja sifat beracun alias toxic yang ditunjukkan seorang teman. Dengan begitu, kita bisa mencari tahu apakah orang tersebut memang “beracun” atau hanya menjadi teman toxic kepadamu saja, atau ke semua orang di lingkungannya.
4. Jangan Selalu Turuti Maunya Teman Toxic
Merasa tidak enak saat harus menolak permintaan teman sangat mungkin terjadi. Namun, sebaiknya pastikan bahwa teman toxic tidak bersikap semaunya dan berlebihan. Memutuskan untuk bertahan dengan teman toxic tidak masalah, tapi kamu harus mengetahui konsekuensi dan kemungkinan yang akan terjadi. Jika sudah dirasa sangat berlebihan, cobalah untuk berani mengatakan tidak dan melawan apa yang dilakukan oleh teman beracun.
5.Batasi Komunikasi dan Interaksi
Sangat penting untuk membuat batasan jelas, terutama saat terjebak dalam pertemanan toxic. Hal ini berguna untuk melindungi diri sendiri. Saat berada di sekitar orang yang toxic, hal yang harus diutamakan adalah kesehatan mental dan kebahagiaan diri sendiri. Jangan sampai kamu mengorbankan kondisi kesehatan mental hanya untuk membuat senang teman toxic. Untuk itu batasi komunikasi dan interaksi dengan teman tersebut.
Jika teman berada dalam satu atap pekerjaan, komunikasi dan berinteraksi hanya seperlunya untuk kepentingan pekerjaan saja. Kalau dia bicara hal yang menyakitkan di luar konteks pekerjaan berusahalah sabar.
6. Cari Teman yang Berpikir Positif
Bisa jadi kita berat untuk melepaskan dan memilih bertahan dengan teman toxic. Apalagi kalau teman itu teman kerja.
Tapi sebaiknya kita mencari teman lain yang memiliki pemikiran postif. Kita bisa berbagi cerita dan meminta pandangan yang objektif dari orang yang berda di luar lingkaran pertemanan toxic. Cobalah untuk membicarakan seputar yang yang dialami tanyakan pendapatnya terkait hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi jenis pertemanan tersebut.
7. Jauhi Kalau Sudah Keterlaluan
Langkah terakhir jika kita merasa sudah tidak bisa lagi mentoleransi masalah dalam hubungan pertemanan, jangan ragu untuk mengakhirinya.
Perlu diingat, menjaga kesehatan mental dan kebahagiaan diri sendiri adalah hal yang lebih penting. Jangan sampai kita menyenangkan orang yang punya sifat aniaya kepada kita.
Dengan menjauhi teman toxic kita bisa lebih fokus dalam menjalani hidup dan aktivitas lainnya tanpa diganggu hubungan beracun.
Itulah beberapa langkah mengatasi teman toxic. Jangan langsung diputuskan pertemanan. Ada kalanya kita harus menyadari bahwa pada dasarnya semua orang memiliki potensi untuk berubah lebih baik. (*)
Redaktur: Faisal