JAKARTA – Kritik terhadap mencuatnya aroma skenario dinasti politik Jokowi (Presiden Joko Widodo) terus menggaung. Setelah sejumlah intelektual menyoal uji materi batas usia capres-cawapres dalam Pilpres 2024 , kini giliran budayawan yang bersuara.
Budayawan sekaligus sastawan dan tokoh pers nasional, Goenawan Mohamad (GM), mencurahkan kegelisahannya terhadap upaya-upaya menghianati demokrasi dan mengkorupsi reformasi. Satu di antara upaya menghinati demokrasi adalah skenario memasangkan Prabowo – Gibran pada Pilpres 2024 mendatang.
Skenario itu tengah berjalan dengan adanya gugatan batas usia capres-cawapres di Mahkamah Konstitusi (MK). GM memandang, skenario menyandingkan Prabowo-Gibran adalah upaya membangun dinasti politik dan menjeremuskan demokrasi Indonesia kepada kebobrokan.
Karenanya, Mas Goen -ia juga akrab dengan sapaan itu- menulis pesan berisi ajakan kepada teman-temannya untuk melawan skenario tentang Prabowo Subianto dan putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, berpasangan di Pilpres 2024. Pesan dari pendiri Majalah Tempo itu beredar di berbagai WhatsApp group pada Jumat (13/10/2023).
Esais kondang itu mengawali pesannya dengan pengakuannya sebagai orang dulu mendukung dan bekerja untuk kemenangan Jokowi. Namun, kini merasa dibodohi oleh Presiden Jokowi.
“Saya dulu memilih Jokowi dan bekerja agar dia menang, tetapi kini saya merasa dibodohi,” ujar GM.
Kolumnis Catatan Pinggir (Caping) itu juga menyinggung soal Mahkamah Konstitusi (MK) yang akan memutus permohonan uji materi tentang usia minimal cawapres dalam UU Pemilu. Uji materi itu dicurigai sebagai siasat meloloskan Gibran yang terganjal syarat usia minimal cawapres 40 tahun.
GM tidak mau MK menjadi pelayan penguasa. Menurut dia, jika sampai Prabowo berpasangan dengan Gibran dan memenangi pilpres, taruhannya ialah generasi mendatang.
“Jika nanti Prabowo-Gibran/Jokowi menang, kita dan generasi anak kita akan mewarisi kehidupan politik yang terbiasa culas, nepotisme yang menghina kepatutan, lembaga hukum yang melayani kekuasaan,” imbuhnya.
Oleh karena itu, GM bertekad menggagalkan skenario tentang Prabowo-Gibran. Meski sudah sepuh, tokoh kelahiran 29 Juli 1941 itu tidak mau berdiam diri membiarkan sandiwara pemburu kekuasaan itu.
“Tadinya saya mau pasif, hanya melukis dan menulis, golput, tetapi yang dipertaruhkan Pilpres 2024 begitu besar, sebuah tanah air, sejumlah nilai-nilai kebajikan, sebuah generasi baru yang berjuta-juta. Saya putuskan untuk dalam usia lanjut ini, ikut mereka yang melawan untuk perbaikan,” tutur GM.
“Mudah-mudahan teman-teman bersama saya,” harapnya.
Ketika dimintai konfirmasi validitas surat tersebut, GM membenarkan bahwa surat itu memang dirinya yang menulis. Surat tersebut, kata GM, bukan sebagai ungkapan kemarahan tapi lebih kepada sebuah kesedihan karena telah terjadi penghianatan terhadap norma dan etika bernegara.
“Saya lebih sedih daripada marah. Sedih juga terhadap teman-teman yang terjerumus,” katanya.
Sebagai pendukung, selama ini GM memang sering memuji kinerja Jokowi. Ketika ada kelompok yang menyerang atau mencemooh Jokowi dia juga tidak sungkan untuk meluruskan. Dengan segala perkembangan yang terjadi di MK saat ini membuat dirinya merasa benar-benar terpukul. Bahkan GM mengaku cukup emosional ketika menyampaikan isi hatinya.
“Maaf, saya tulis kalimat-kalimat itu dengan sedikit menangis,” tutup GM lirih, menitikkan air mata.
Sebelumnya, sejumlah intelektual yang dikenal karena kredibilitas dan integritasnya, menyorot uji materi batas usia capres-cawapres di MK. Hal ini lantaran, gugatan ini erat kaitannya dengan Gibran, sang putra Presiden. Sementara, Ketua MK adalah adik ipar Presiden Jokowi, atau paman Gibran.
Sejumlah intelektual terkemuka itu antara lain, Menko Polhukam Mahfud MD, akademisi Universitas Andalas Feri Amsari, mantan Ketua MK Prof Dr Jimly Asshiddiqie, Direktur Pusat Studi Hukum dan Pemerintahan (Pushan) UGM Oce Madril, dan sejumlah intelektual berintegritas lainnya. (kt1)
Redaktur: Faisal