Terkait Putusan MKMK: Kaukus 87 Akademisi Pegiat Seni Budaya dan Sosial Yogyakarta Beri Pernyataan Sikap

ILUSTRASI
ILUSTRASI

YOGYAKARTA – Kaukus 87 Akademisi Pegiat Seni Budaya dan Sosial Yogyakarta menyambut baik putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi ( MKMK ) terkait laporan Hakim MK yang memutus perkara syarat batas minimal usia Capres dan Cawapres.

Berdasarkan Putusan MKMK pada Senin  (7/11/2023) kemarin menyatakan adanya pelanggaran  berat yang dilakukan oleh Ketua MK Anwar Usman dengan sanksi diberhentikan  sebagai Ketua MK dan tidak boleh ikut memeriksa dan memutus gugatan  sengketa hasil Pemilu 2024.

“Putusan MKMK tersebut semakin menegaskan bahwa telah terjadi kesalahan  fatal yang dilakukan MK dalam membuat Putusan No. 90/PUU-XXI/2023,” kata G. Ariyadi, salah satu pegiat Kaukus 87 dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Rabu (8/11/2023).

Pegiat Kaukus 87 lainnya, Diasma S. Swandaru menandaskan, sulit dibantah bahwa Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 tidak lepas dari upaya  memberikan keistimewaan, privilege, ‘jalan tol’ untuk Gibran Rakabuming Raka,  keponakan Ketua Hakim MK dan sekaligus anak sulung Presiden RI, agar dapat  mendaftar sebagai cawapres meskipun dengan jalan menghalalkan segala cara.

“Itu menabrak konstitusi, dan merusak sistem kehakiman dan demokrasi yang sudah  dibangun sejak reformasi 1998. Dengan demikian, MK telah nyata-nyata menyalahgunakan wewenangnya dalam  membuat putusan a quo,” tandasnya.

Melihat fakta-fakta tersebut, maka Kaukus 87 Akademisi Pegiat Seni Budaya dan Sosial Yogyakarta menyatakan sikap sebagi berikut:

1. Kembalikan muruah dan kewibawaan Mahkamah Konstitusi RI dengan memberhentikan seluruh Hakim Mahkamah Konstitusi yang menyetujui Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 agar tidak kembali menodai proses demokrasi di Indonesia, terutama dalam menjalankan tugasnya menyelesaikan sengketa hasil Pemilu 2024.

2. Pemimpin dan elit politik tidak sewenang-wenang, menghalalkan segala cara dalam menggapai tujuan politik tetapi diharapkan memberikan keteladan dan adab dengan menjunjung etika berpolitik.

3. Penyelenggara Negara, Presiden, Menteri/Wamen, Gubernur, Bupati, Walikota, BIN, Kepolisian, TNI, dan ASN harus netral dan tidak menyalahgunakan kekuasaan. Aparat adalah pelindung rakyat dan setia pada konstitusi NKRI.

4. Menolak dan melawan segala bentuk korupsi, kolusi dan nepotisme.

5. Mengajak masyarakat untuk bersikap rasional dan objektif dalam memilih Capres-Cawapres yang taat pada konstitusi. Bangsa Indonesia memerlukan sosok pemimpin yang taat dan setia pada konstitusi, tidak sewenang-wenang menyalahgunakan kekuasaan, tidak melakukan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme, mengutamakan nasib orang banyak, merakyat, menjaga keberagaman bangsa Indonesia, memiliki kesehatan jiwa dan raga yang prima untuk berkeliling dan memajukan Indonesia secara cepat menuju Indonesia Emas 2045.

 

“Demikian pernyataan sikap Kaukus Akademisi Pegiat Seni Budaya dan Pegiat
Sosial Yogyakarta untuk menyelamatkan masa depan Indonesia dari perilaku- perilaku elit politik dan hukum yang membajak konstitusi, menihilkan adab dan  etika berpolitik agar semangat Negara Republik tetap terjaga dan selamat dari  bahaya L’etat C’est Moi (negara adalah saya),” pungkas G. Ariyadi. (pr/kt1)

Redaktur: Faisal

 

56 / 100

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com