Pendukung Paslon Ganjar Mahfud di Gunungkidul Diintimidasi Oknum Aparat Saat Sambut Jokowi, REPDEM DIY : Lebih Parah dari ORBA!

Juru Bicara REPDEM DIY, Cynthia Chaerunissa. Foto: Ist
Juru Bicara REPDEM DIY, Cynthia Chaerunissa. Foto: Ist

YOGYAKRTA – Relawan Perjuangan Demokrasi Daerah Istimewa Yogyakarta ( REPDEM DIY ) mengutuk keras tindakan represif dan intimadasi oknum aparat Kepolisian kepada Pendukung Pasangan Calon (Paslon) Presiden dan Wakil Presiden Nomor urut 03 Ganjar Pranowo – Mahfud MD (Ganjar Mahfud) di Gunungkidul.

Kejadian yang bertepatan dengan kunjungan Presiden Jokowi ke Gunungkidul untuk meresmikan Inpres Jalan Daerah Provinsi DIY di Kalurahan Mulo, Kapanewon Wonosari, Senin (30/01/2024) tersebut viral di media sosial.

Juru Bicara REPDEM DIY, Cynthia Chaerunissa mengungkapkan, aksi kekerasan dan intimidasi oleh aparat Kepolisian terhadap warga dalam momentum pesta demokrasi tersebut  sangat disesalkan.

Kejadian di Pasar Argosari, Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, tersebut juga menunjukkan indikasi ketidaknetralan Polisi.

Sikap apart kepolisian yang menghajar dan mengintimidasi warga yang menyambut Jokowi  namun berbeda dukungan Capres di gunungkidul itu sangat kontras dengan perlakuan polisi yang nampak begitu memanjakan pendukung Paslon 02 dimana anak Jokowi jadi Cawapresnya.

Menurut Cynthia hal itu sudah benar-benar keterlaluan.

“Bukan saja pilih kasih, tapi merebut paksa spanduk, menyeret, melukai dan mengancam akan menahan warga tersebut sudah kelewatan. Untung Bu Endah (Endah Subekti Kuntariningsih) selaku Ketua DPRD Gunungkidul sigap mendampingi warganya,” ujarnya mengomentari  video yang merekam kejadian.

Ia juga menilai tindakan aparat kepolisian sangat arogan dan tidak menunjukkan sikap profesionalitas anggota Polri dengan jargon PRESISI (PREdiktif, responSIbilitas, dan transparanSI berkeadilan) yang selama ini digembar-gemborkan.

“Ibu Endah juga dibentak-bentak. Keterlaluan. Ini jelas oknum polisi anti demokrasi. Memihak terang-terangan dan memperlihatkan cara mengintimidasi yang mereka lakukan. Terutama yang pakai kemeja merah marun dan dan kemeja putih itu. Sungguh demi penguasa berbuat semena-mena!,” ketusnya

“Iya, dari video itu kita jadi tahu apa yang dialami kakak-kakak waktu melawan Suharto dulu. Ternyata parah banget ya. Serem sih kalau aparat negara disalahgunakan seperti itu” imbuh gadis 26 tahun ini.

Cynthia menambahkan, seharusnya Presiden Jokowi instropeksi diri. Selain memaksakan Gibran dengan menabrak konstitusi lewat adik iparnya, sekarang juga menabrak semua aturan.

“Pak Jokowi berubah total. Sebetulnya ini adalah hak berdemokrasi. Masyarakat boleh menyuarakan ekspresi politik maupun kritik dan kekecewaan terhadap pemerintah khususnya Presiden Jokowi yang akhir-akhir ini memiliki konflik kepentingan. Selain berkepihakan, berkampanye, dan sebagai macamnya, beliau tidak memiliki sisi kenegarawanan,” ungkap Cynthia dengan raut kecewa.

Cynthia menekankan, negara ini adalah negara demokratis, yang mana seluruh masyarakat memiliki hak untuk bisa menyuarakan pandangan ataupun aspirasi politiknya.

Kejadian yang terjadi di Gunungkidul adalah bentuk pandangan dan aspirasi masyrakat,

“Yang membuat kita semua kecewa adalah bagaimana aparat bersikap. Yaitu dengan langsung melakukan penertiban secara paksa dan berlebihan bahkan mengamankan masyarakat yang membentangkan spanduk telah memutuskan pilihan kepada Bapak Ganjar Pranowo, dengan alasan membahayakan keselamatan presiden. Dari segi apa tindakan itu membahayakan?” kritiknya.

Soal kehidupan berdemokrasi, Cynthia berpendapat bahwa semua ingin menjaga agar iklim demokrasi dapat terus berjalan dengan baik.

“Seperti yang diketahui bersama bahwa hak demokrasi masyarakat itu dilindungi oleh konstitusi. Maka dari itu saya berpandangan bahwa demokrasi semakin menjadi paradoks di era kepemimpinan presiden Jokowi. Kita tidak ingin kembali ke masa orde baru!” tegasnya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Repdem DIY, Abe Tanditasik, menyatakan menyesalkan kejadian di Wonosari itu.

Pihaknya sudah mencatat nama-nama oknum polisi yang melakukan tindakan kekerasan dan intimidasi terbuka itu.

Ia menegaskan, akan ada saatnya ketika rakyat menang, para oknum itu harus mempertanggung jawabkan apa yang mereka lakukan secara terbuka.

“Alasan mengamankan memang mengada-ada karena tidak ada situasi mengancam keselamatan. Hanya membuka spanduk bertuliskan selamat datang namun mereka pilih Pak Ganjar. Sementara di sisi lain benar-benar difasilitasi. Kami sudah ada laporan video hari itu. Jadi saya tegaskan, untuk semua jajaran Repdem supaya bersama-sama jajaran partai politik dan para relawan untuk berani melawan intimidasi. Catat semua oknum yang terlibat,” sambungnya.

Abe meminta kader-kader Repdem agar tidak takut mencatat, merekam dan melaporkan oknum aparat negara yang bertidak represif dan tidak netral.

“Catat saja Siapa, dimana, kapan dan perlakuannya seperti apa. Kita tidak akan pernah takut apalagi mundur! Kenapa? Karena ini hanya mercon kecil sekali dari bom tragedi demokrasi yang kita bisa ilustrasikan ini seperti kita tidak boleh membiarkan pasangan karakter Hitler dengan karakter Kim Il Sung yang sedang berkongsi demi kekuasan,” sert Abe.

“Teganya mereka itu ya pasti setega teganya! Dan gila pemujaan. Kita harus sadar sekarang juga soal itu! Ini makhluk-makhluk biadab dan ga punya adab tentu akan segera mengalami yang lebih tragis dari Suharto dirujak rakyat!” imbuya.

Hal senada juga diungkapkan Ketua DPN Repdem Bidang Tani dan Nelayan, Antonius Fokki Ardiyanto. Menurutnya tindakan represif dan intimidatif yang dipertontonkan aparat negara di Gunungkidul sudah cukup menunjukkan ketidak netralan Penegak hukum.

“Ini preseden buruk bagi demokrasi kita. Tentu saja hal ini tidak bisa dibiarkan dan harus dilawan. Kami akan konsisten terus melakukan gerakan untuk menolak dan melawan gaya-gaya Orde Baru yang saat ini ditunjukan Jokowi dan para kroniya pendukung Paslon 02,” tegas Fokki.

Anggota DPRD Kota Yogyakarta dari Fraksi PDI Perjuangan ini juga meminta masyarakat untuk tidak takut dengan intomidasi maupun iming-iming materi dalam pemilu 2024 untuk mendukung Pasangan Calon yang didukung Rezim otoriter.

“Kami memperjuangkan Reformasi melawan Soeharto untuk demokrasi yang lebih baik dan lebih beradab, bukan untuk mendukung politik dinasti yang melakukan berbagai cara untuk menang, termasuk mengerahkan aparat negara untuk memaksa dan merayu rakyat dengan Bansos yang sebenarnya adalah sudah menjadi hak rakyat,” tegas Caleg PDI Perjuangan Nomor urut 5 Dapil 5 (Umbulharjo dan Kotagede) Kota Yogyakarta ini. (pr/kt1)

Redaktur: Faisal

 

54 / 100

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com