Indonesia memiliki cadangan nikel yang sangat besar, diperkirakan sekitar 698 juta ton atau sekitar 24% dari total cadangan nikel dunia. Cadangan nikel terbesar terdapat di Pulau Sulawesi, khususnya di wilayah Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan. Indonesia telah menjadi salah satu produsen nikel terbesar di dunia. Pada tahun 2021, Indonesia memproduksi sekitar 1,1 juta ton nikel, menduduki peringkat pertama sebagai negara penghasil nikel terbesar di dunia. Nikel merupakan komoditas strategis yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Permintaan nikel terus meningkat, terutama untuk industri baterai kendaraan listrik dan sektor konstruksi. Hal ini menjadikan nikel sebagai sumber pendapatan negara yang sangat potensial.
Pemerintah Indonesia tengah mendorong pengembangan industri hilir pengolahan nikel, seperti pabrik feronikel dan baterai. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dan menciptakan lapangan kerja baru. Besarnya cadangan nikel di Indonesia menarik minat investor untuk menanamkan modalnya di sektor pertambangan nikel. Investasi ini dapat mendorong eksplorasi dan eksploitasi nikel yang lebih besar di masa depan. Pengelolaan pertambangan nikel di Indonesia mendorong pengembangan teknologi pertambangan dan pengolahan nikel yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
Dibalik potensi besar pertambangan nikel di Indonesia, terdapat tantangan seperti masalah lingkungan, konflik lahan, dan korupsi yang harus diatasi agar potensi tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan. Industri pertambangan nikel di Indonesia terus dihantui masalah korupsi yang mengkhawatirkan. Meskipun nikel merupakan komoditas strategis dan sumber pendapatan negara yang besar, pengelolaannya kerap diwarnai praktik curang dan penyalahgunaan wewenang oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Kasus terbaru yang mencuat adalah dugaan suap terkait izin ekspor nikel yang melibatkan pejabat tinggi di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Oknum tersebut diduga menerima uang jutaan dolar dari perusahaan tambang untuk memperlancar proses perizinan ekspor nikel. Tindakan ini jelas merugikan negara dan mencoreng citra industri pertambangan nasional.
Selain itu, banyak pula laporan mengenai praktik penambangan ilegal (illegal mining) yang dilakukan secara masif di berbagai daerah. Aktivitas ini tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengurangi penerimaan negara dari sektor pertambangan. Diperkirakan kerugian negara akibat penambangan liar nikel mencapai triliunan rupiah setiap tahunnya. Korupsi dalam pengelolaan nikel juga kerap terjadi di tingkat daerah. Pejabat daerah dan aparat keamanan diduga terlibat dalam pengamanan praktik penambangan ilegal dengan imbalan tertentu. Bahkan, ada dugaan penyalahgunaan dana pertambangan oleh oknum kepala daerah untuk kepentingan pribadi dan golongan.
Kondisi ini sangat memprihatinkan mengingat Indonesia memiliki cadangan nikel yang melimpah. Namun, potensi besar itu justru disalahgunakan oleh segelintir pihak yang serakah demi keuntungan pribadi. Akibatnya, negara dirugikan dan masyarakat sekitar tambang pun tidak memperoleh manfaat yang semestinya. Pemberantasan korupsi dalam pengelolaan nikel harus menjadi prioritas utama pemerintah. Selain menindak tegas pelaku, sistem pengawasan dan tata kelola pertambangan perlu diperbaiki. Keterlibatan masyarakat dan organisasi non-pemerintah juga sangat diperlukan untuk mengawal pengelolaan nikel yang transparan dan akuntabel.
Jika dibiarkan, korupsi dalam sektor nikel akan memakan habis kekayaan negara dan merusak lingkungan hidup. Sudah saatnya praktik tercela ini diberantas tuntas demi mewujudkan pengelolaan nikel yang bersih dan menguntungkan seluruh rakyat Indonesia. Penegakan hukum yang tegas dan tidak pandang bulu harus dilakukan terhadap para pelaku korupsi. Aparat penegak hukum harus bekerja profesional dan tidak terpengaruh oleh intervensi dari pihak manapun. Selain itu, sanksi yang berat perlu dijatuhkan sebagai efek jera bagi pelaku.
Di sisi lain, pemerintah juga harus membenahi tata kelola sektor pertambangan nikel. Sistem perizinan harus lebih transparan dan akuntabel, serta melibatkan pengawasan ketat dari berbagai pihak. Kebijakan dan regulasi yang mendukung pengelolaan nikel yang berkelanjutan juga perlu diterbitkan. Pada akhirnya, upaya pemberantasan korupsi dalam pengelolaan nikel membutuhkan komitmen dan kerja sama dari semua pihak. Pemerintah, pelaku usaha, masyarakat, dan organisasi non-pemerintah harus bersatu padu dalam mengawal pengelolaan nikel yang bersih, bertanggung jawab, dan menguntungkan seluruh rakyat Indonesia.
*Dikutip dari berbagai sumber.
*Sanusi adalah Dosen Fakultas Hukum dan Magister Hukum Universitas Pancasakti Tegal