Akademisi: Formalisasi Islam dalam Politik Sudah Tidak Relevan

YOGYAKARTA – Saat ini sudah tidak ada lagi kelompok Islam yang dianggap pemerintah dapat mengancam keberadaan Negara, seperti di jaman Orde Baru (Orba). Namun masih ada beberapa kelompok yang memperjuangkan formalisasi Islam di Indonesia, meski jaman sudah lebih demokratis.

Hal itu dikatakan pengajar pasca sarjana Universitas Gajah Mada (UGM) Ahmad Munjid, Ph.D dalam dalam sebuah diskusi bertajuk Pesantren dan Filsafat Politik oleh Jurnal MLANGI yang bekerja sama dengan AIFIS (American Institute for Indonesian Studies) di Yogyakarta, belum lama ini.

Upaya memperjuangkan formalisasi Islam dalam konteks Pilpres 2014 yang baru saja berlangsung, kata dia, ditunjukkan dengan beberapa kelompok Islam mengangkat Prabowo Subianto sebagai Panglima bagi kaum Muslim Indonesia.

Mengapa bisa demikian? Kata dia, sebab kelompok ini menganggap bahwa Prabowo dapat didorong untuk mendukung dakwah Islam karena didukung sebagian besar kelompok Islam baik dari Parpol maupun Ormas Islam.

Lebih lanjut, alumnus Temple University USA ini menjelaskan bahwa dalam rentang sejarah Indonesia, politik Islam tidak pernah berhasil mewujudkan cita-cita mendirikan negara Islam di Indonesia, namun nilai-nilai Islam dapat berkembang dan dipraktikkan oleh masyarakat Indonesia.

“Di sini, keberadaan negara Islam sudah tidak penting lagi karena yang lebih penting adalah bagaimana nilai-nilai Islam tersebut dapat berkembang dan dipraktikkan oleh masyarakat Indonesia”, ungkapnya dikutip dari pers rilis AIFIS yang diterima jogjakartanews.com, Sabtu (12/07/2014) siang.

Dalam konteks inilah, kata dia, sebenarnya Deconfessionalization of Politics , di mana simbol-simbol yang menunjukkan identitas keagamaan, khususnya Islam, dilarang dimunculkan dalam ranah politik dapat menjadi sumbangan kalangan pesantren,

“Dimana kalangan pesantren dapat mempromosikan nilai-nilai Islam tanpa perlu mewujudkan formalisasi Islam,” ungkapnya.

Sementara pengajar FISPOL UGM Abdul Gaffar Karim, M.A. menyampaikan bahwa dalam konteks Pilpres 2014, pesantren sedang dalam masa “gelap” di mana sesama pesantren saling serang untuk mendukung kedua capres yang berbeda yang sebenarnya bukan dari kalangan pesantren.

“Ini menunjukkan bahwa Islam masih relevan sebagai sumber legitimasi dalam merebut kekuasaan, namun belum tentu relevan dalam pembagian sumber daya”, pungkas Gaffar. (now)

Redaktur: Rudi F

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com