Peneliti INDESI: BBM Naik Dari Wong Cilik untuk Si Asing

JAKARTA – Pemerintah seringkali mengkaitkan kenaikan Bahan Bakar Minyak dikarenakan pemborosan di knalpot motor dan mobil pribadi. Alasan tersebut yang juga digunakan dari zaman BBM di era Susilo Bambang Yudhoyono – Jusuf Kalla (SBY- JK) hingga Joko Widodo- Jusuf Kalla (JKW-JK). Namun belajar dari pengalaman sebelumnya, bahwa kenaikan BBM malah meningkatkan penjualan kendaraan bermotor.

Hal tersebut dikatakan Peneliti Indonesia National Development Study Instititute (INDESI), Chaerudin Affan, dalam keterangan pers yang diterima jogjakartanews.com, Jumat (21/11/2014). Menurut Affan, sapaan akrabnya, pemerintah memiliki logika berfikir yang keliru. Sebab, kata dia, pemerintah menganggap bahwa menaikan cost hidup masyarakat dari BBM akan mengalihkan masyarakat untuk menggunakan kendaraan publik. Padahal menurutnya, masyarakat Indonesia akan brrfikir lebih efisien dengan menggunakan motor, terlebih kini teknologi berkembang pesat, mesin kendaraan bermotor sangat irit, sehingga perhitungannya lebih hemat menggunakan kendaraan pribadi, karena kenaikan BBM memicu kenaikan biaya angkutan umum mencapai 30%.

“Jadi sebenarnya prilaku masyarakat memiliki trend beralih ke kendaraan pribadi saat BBM di naikan. Untuk masyarakat kelas ekonomi menengah kebawah akan memilih motor karena efisiensi. Sedangkan untuk masyarakat kelas mengah atas akan beralih ke mobil karena mengincar kenyamanan yang tidak akan di dapat di angkutan publik, terlebih sekarang sudah ada mobil murah yang juga hemat bahan bakar. hal tersebut terbukti dari peningkatan penjualan kendaraan bermotor pada tahun 2008 sampai tahun 2014,” kata mahasiswa Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI) ini.

Dijelaskan Affan, pada tahun 2008, saat pemerintahan SBY- JK menaikan BBM untuk menekan tingkat konsumsi BBM yang habis di kenalpot motor, ternyata berdampak terbalik dari yang di inginkan. Kenyataannya, kata dia, setelah BBM dinaikan, terjadi peningkatan penjualan kendaraan bermotor menjadi 402.750 unit. Hal tersebut menunjukan bahwa terjadi pula kenaikan konsumsi bahan bakar.

Masih menurut Affan, pada tahun 2012 saat menjelang kenaika BBM, terjadi peningkata penjualan kendaraan roda dua. Peningkatan tersebut, ungkapnya, sangat signifikan, dari data yang didapat setiap bulan ada sekitar 7.000 unit sepeda motor yang terjual di kota Jogja. Dia mencatat, penjualan terus menigkat setiap tahunnya, pada tahun 2013 menembus 549.586 unit, tahun berikutnya setelah kenaikan BBM menjadi 590.337 unit.

“Apabila kita melihat kondisi di pemerintahan sebelumnya, maka kenaikan BBM era JKW-JK sebenarnya hanya menguntungkan distributor motor-motor merk jepang. Mereka adalah perusahaan- perusahaan besar yang semuala adalah perusahaan lokal, dan kini perusahaan tersebut sudah dikuasai Asing. Seperti halnya ASTRA yang sahamnya sudah dikuasai perusahaan Asing. Asinglah yang akan menikmati keuntungan dari penderitaan rakyat, akibat BBM naik,” tukas alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman ini.

“Bisa dikatakan, bahwa skema besar dari kenaikan BBM bukan untuk menghemat bahan bakar, tapi untuk memicu penjualan kendaraan bermotor lebih cepat. Terlebih tidak ada perbaikan angkutan publik dari sistem dan kenyamannya. Maka yang terjadi adalah pemborosan BBM karena masyarakat akan memilih kendaraan pribadi dibandingkan dengan menggunakan kendaraan umum,” pungkasnya. (pr/lia)

Redaktur: Aristianto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com