Tagar 2019GANTIPRESIDEN Bisa Merugikan Prabowo, Ini Alasannya

Oleh: Sutrisno Prawiro*

Pentolan gerakan #2019GANTI PRESIDEN, diantaranya Neno Warisman kerap menyatakan tidak berafiliasi dengan Partai Politik (Parpol) manapun. Namun di sisi lain, sebagian memang jelas-jelas orang Parpol, seperti Ahmad Dhani.

Inti gerakan #2019GANTIPRESIDEN yaitu menginginkan agar dalam Pemilihan Presiden 2019 mendatang bukan Joko Widodo (Jokowi) pemenangnya. Tapi sebagian belum tentu juga pendukung #2019GANTIPRESIDEN sepenuh hati menginginkan Prabowo Subiyanto jadi Presiden. Ada yang kecewa dengan Jokowi tapi ragu dengan Prabowo. Ada yang tidak puas dengan Jokowi dan berharap dengan Prabowo, meskipun ada keraguan.

Kelompok dalam #2019GANTIPRESIDEN sedikitnya ada tiga yang cukup menonjol. Pertama, eks (mantan) Hisbut Tahrir Indonesia (HTI) yang organisasinya dibubarkan pemerintah Jokowi. Mereka aktif di Media Sosial (Medsos). Bahwa adanya klaim #2019GANTIPRESIDEN dicetuskan oleh eks HTI jelas belum bisa dibuktikan, namun perihal eks HTI ikut meramaikan dan mendukung #2019GANTIPRESIDEN tak bisa dinafikkan.

Dalam kacamata politik, itu bukan sekadar isu dan memang sangat wajar. Sebab, sampai saat ini eks HTI belum menyatakan bergabung dengan Parpol manapun. Artinya, eks HTI masih dalam sikap yang sama, tetap mengkritisi pemerintah, tapi di sisi lain tidak mau berjuang lewat jalur politik melalui Parpol, karena Parpol dianggapnya masih berbau ‘thagut’ (tidak berhukum kepada hukum Allah SWT). Jangankan Parpol, Organisasi massa (Ormas) Islam sekaliber Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah saja masih dikoreksi ‘ke-khaffah-an-nya’ (totalitasnya) dalam ber-Islam oleh HTI.

HTI selama ini adalah Ormas yang lebih kental dengan da’wah politik dengan wacana ‘nation state’ (bentuk negara) yang mereka sebut ‘Khilafah’ atau tatanan negara yang dalam pendapat mereka paling sesuai dengan Rasulullah, Muhammad Saw. Tentu eks HTI menyadari, tidak ada satupun Parpol di Indonesia yang garis ideologinya sama dengannya, termasuk Parpol berbasis Islam seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN) yang mengusung Prabowo. Bahkan Partai Bulan Bintang (PBB) dimana ketua umumnya Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, MH yang membela kasus HTI, garis partainya juga tak sejalan dengan ide HTI. Diakui atau tidak, Parpol berbasis Islam sendiri sulit untuk mengajak eks-eks HTI bergabung dengan Parpolnya.

Inkonsistensi eks HTI semakin nampak ketika penggerak #2019GANTIPRESIDEN kemudian mengusung #2019PRABOWOPRESIDEN, tidak serta merta mereka mengikutinya. Mereka tetap menggencarkan #2019GANTIPRESIDEN murni tanpa embel-embel #2019PRABOWOPRESIDEN. Padahal, pertimbangan dimunculkannya #2019PRABOWOPRESIDEN dimungkinkan karena #2019GANTIPRESIDEN menimbulkan polemik, ada yang menganggapnya itu gerakan makar, inkonstitusional meski anggapan itu datang dari politisi bukan penegak hukum, sehingga memicu gejolak dalam masyarakat. Adanya persekusi terhadap gerakan #2019GANTIPRESIDEN tak terhindarkan dibanyak tempat.

Gejala inkonsistensi eks HTI itu semakin menguatkan keraguan jika mereka juga akan memilih Prabowo, karena meski Prabowo dipandang lebih akomodatif dengan kelompok Islam, namun ia jelas-jelas menolak paham Khilafah a la Hisbut Tahrir.

Eks HTI tentu masih memegang teguh keyakinan bahwa tidak boleh memilih pemimpin yang tidak sesuai dengan syariat mereka. Meski dikenal dekat dengan kelompok Islam, Prabowo tetap bukan tokoh yang dikenal Islami. Contohnya saja ketika Prabowo dalam banyak kesempatan pidato menyampaikan ucapan salam yang lazim digunakan beberapa agama; “Assalamu’alaikum Warah Matullahi Wabarokatuh, Salam Sejahtera, Om Swastiastu, Namo Budaya”. Ucapan itu jelas bagi eks HTI adalah bentuk ‘thagut’.

Dengan demikian, jelas kecil kemungkinan eks HTI akan datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pilpres 2019 mendatang.

Isu gerakan #2019GANTIPRESIDEN dimotori eks HTI ini yang kemudian bisa membuat blunder dan merugikan pihak Prabowo. Isu itu justru dimanfaatkan betul oleh kubu pendukung Jokowi, untuk menuding bahwa di kubu Prabowo ada kelompok anti Pancasila. Maka muncullah sekarang  #2019TETAPPANCASILA dari kubu pendukung Jokowi.

Selain itu, kelompok Eks HTI ini yang paling berpotensi mengkritisi kebijakan Prabowo jika nanti ia terpilih.

Di luar eks HTI, dalam gerakan #2019GANTIPRESIDEN ada kelompok kritis yang di sisi lain tidak lagi percaya Parpol, tapi masih menaruh harapan kepada sosok Prabowo. Neno Warisman salah satunya. Bisa dikatakan demikian karena dia bukan anggota HTI dan bukan anggota Parpol.

Kelompok di luar HTI ini kemungkinan besar akan memilih Prabowo dalam Pilpres, meski belum tentu akan mencoblos Parpol dan Calon Legislatif (Caleg) di TPS. Kelompok ini memang kebanyakan dari kalangan pemeluk Islam, namun tidak sepaham dengan HTI dan anti Partai Komunis Indonesia (PKI) yang merupakan representasi paham komunisme. Kelompok ini masih mengakui Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Oleh karenanya, mereka cukup sensitive dengan mencuatnya isu sebagian pendukung Jokowi yang masih terang-terangan membela PKI, terlebih berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Kelompok ini juga yang kemudian membalas #2019TETAPPANCASILA dengan #2019TetapAntiPKI. Eks HTI hanya meramaikan saja.

Namun demikian, sebagian dari kelompok ini yang akan mengawal Prabowo jika terpilih kelak secara objektif. Mereka tak akan segan mengkritik kebijakan Prabowo yang dinilai melenceng dari Pancasila dan konstitusi.

Kelompok yang ketiga dalam gerakan #2019GANTIPRESIDEN adalah orang-orang Parpol pendukung dan pengusung Prabowo. Kelompok ini juga yang dipastikan mengusung #2019PRABOWO PRESIDEN. Kelompok ini yang secara karakteristik akan loyal terhadap Prabowo, terutama yang dari Partai Gerindra. Benar salah Prabowo jika nanti berkuasa, akan dibelanya mati-matian.

Dari tiga kelompok tadi, jelas kelompok eks HTI ini yang akan membuat blunder kubu Prabowo, sebab posisinya masih diragukan sebagai konstituen. Akan sangat sulit untuk eks HTI dimintai komitmen, terlebih saat ini mereka menyebar kemana-mana, mencari dukungan dan simpati kepada siapa saja, namun tetap dengan misi da’wah a la khilafah-nya. Mereka tidak mengatakan anti Pancasila, tapi tak pernah menegaskan jika Pancasila senafas dengan khilafah. Sikap defensive (bertahan ngotot) yang selalu ditunjukan eks HTI tersebut, jelas tidak menguntungkan kubu pendukung Prabowo. (*)

*Penulis adalah analis media sosial pada Forum Muda Lintas Iman Yogyakarta (FOR MULIYO).

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com