Songsong Era Industri, Transformasi Digital Sektor Pertanian Menjadi Keharusan

YOGYAKARTA – Era Industri 4.0 akan mendorong terjadinya disrupsi atau perubahan yang ekstrim di banyak sektor, termasuk di sektor pertanian. Di Indonesia, meskipun kontribusi sektor pertanian dalam pendapatan nasional semakin menurun tetapi tenaga kerja di sektor pertanian masih cukup banyak.

Hal itu disampaikan akademisi Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (Faperta UGM) Prof Dwidjono Hadi Darwanto, SU dalam seminar Ketahanan dan Kedaulatan Pangan di Era Industri 4.0 di Faperta Universitas Janabadra (UJB) Yogyakarta, Rabu (21/11/2018) siang.  

Menurut Prof Dwidjono, Industri 4.0 dicirikan dengan semakin meningkatnya teknologi informasi dalam industri, termasuk dalam sektor pertanian. Permasalahan yang terjadi di sektor pertanian di Indonesia, kata dia, adalah heterogenitas pertanian cukup tinggi, dari pertanian era pra-industri sampai dengan industri pertanian yang sudah terintegrasi dengan global value chain.

Dalam seminar yang diselenggarakan BEM Faperta UJB tersebut, Prof Dwidjono memaparkan beberapa tahapan perkembangan pertanian. Menurutnya, pertanian 1.0, manusia hanya memanfaatkan produk pangan yang ada di alam karena ketersediaan bahan pangan masih mencukupi. Kemudian, manusia mulai menetap diikuti dengan budidaya tanaman dan hewan.

Pada Pertanian 2.0 terjadi peningkatan teknologi di bidang pertanian, seperti, diantaranya pergiliran tanaman, konversi lahan dan pemuliaan tanaman. Pertanian 3.0, dikenal juga sebagai revolusi hijau, ditandai dengan teknologi rekayasa kimia dan genetika dengan munculnya varietas tanaman pangan unggul, pupuk sintetis dan mekanisasi pertanian,

“Pada Pertanian 4.0 terjadi transformasi digital di sektor pertanian, mengerucut pada pertanian pintar (smart farming), Pertanian terukur dan bioteknologi,” ujarnya dihadapan sekira seratusan peserta mahasiswa Faperta UJB.

Terkait dengan ketahanan pangan, sektor pertanian sangat menentukan. Ketahanan pangan sendiri menurut Prof Dwidjono adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi suatu negara sampai dengan perorangan. Ketahanan pangan meliputi persediaan pangan di seluruh wilayah untuk konsumsi manusia, bahan baku industri dan keperluan untuk menghadapi keadaan darurat, terdiri dari cadangan pangan pemerintah dan cadangan pangan masyarakat.

Selain Prof Dwidjono, hadir sebagai pembicara Bupati Kulonprogo dr. Hasto Wardoyo. Dikatakan Hasto, untuk mempersiapkan Kabupaten Kulonprogo dalam menyongsong Pertanian 4.0 adalah dengan memperkuat sektor pertanian,

“Misalnya melalui bela-beli Kulonprogo, seperti beras PNS Kulonprogo dengan merek Gapoktan Kulonprogo, Raskin diubah menjadi Rasda yang lebih baik dan memperpendek rantai distribusi sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani,” ungkapnya.

Terkait pemanfaatan teknologi informasi, Kulonprogo sudah menerapkan pembentukan e-warung sebagai perpanjangan Bank, serta Bantuan Pangan non-Tunai (BPNT),

“Beberapa upaya digitalisasi on farm dan off farm yang lain, seperti sistem penyuluhan (Cyber Extension), Blogspot BPP Kecamatan, perencanaan kebutuhan pupuk (e-RDKK), Proses pembelian pupuk (e-Kartu Tani), perencanaan tanam dan rekomendasi pupuk dan sebagainya,” imbuh Hasto Wardoyo. (rd)

Redaktur: Ja’faruddin. AS

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com