Kepala Bapas Jogja Paparkan RUU PAS di Hadapan Akademisi dan Masyarakat

YOGYAKARTA – Selain Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP, RUU Pemasyarakatan juga menuai kontroversi. Sebagai bentuk pertanggungjawaban publik, Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Azazi Manusia Daerah Istimewa Yogyakarta (Kemenkumham DIY) menyelenggarakan kegiatan sosialisasi dan diskusi RUU Pemasyarakatan di Aula Kanwil Kemenkumham DIY, Kamis(26/09/2019) yang lalu.

Kegiatan tersebut  dihadiri oleh Para Akademisi, penggiat, pemerhati dan Lembaga Swadaya Masyarakat(LSM) juga seluruh pimpinan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan jajaran Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Daerah Istimewa Yogyakarta.

Dalam Acara sosialisasi RUU Pemasyarakatan yang telah digelar tersebut, Kepala Balai Pemasyarakatan Kelas I Yogyakarta(Kabapas Jogja), Muhammad Ali Syeh Banna menjadi salah satu pemateri yang memaparkan RUU Pemasyarakatan. 

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia DIY, Krismono menyampaikan bahwa kegiatan dilaksanakan dalam rangka mensosialisasikan RUU Pemasyarakatan. Pihaknya siap menerima kritikan, saran dan masukan dari masyarakat, karena  menjunjung tinggi asas keterbukaan. Ia menandaskan Kanwil Kemenkumham DIY memiliki tata nilai PASTI yaitu Profesional, Akuntable, Sinergis, Transparan, Inovatif,

“Kegiatan ini juga bukti sinergitas kita dengan Perguruan Tinggi. Kami dalam melaksanakan sinergi ini, berharap bisa berkolaborasi antara penegak hukum dengan perguruan tinggi yang ada di Yogyakarta, dan harapan kami sosialisasi dan diskusi ini menjadi sarana untuk koreksi kearah yang lebih baik,” tutunya dikutip dari keterangan tertulis yang diterima Redaksi, Jumat(27/09/2019).

Sementara itu, dalam pemaparannya Ali Syeh mengungkapkan bahwa pada prinsipnya peraturan dibuat untuk kebaikan bersama, penyelesaian masalah dengan cara diskusi seperti ini memberikan jalan yang lebih baik untuk mengatasi permasalahan yang ada,

“Perubahan Undang-undang nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan adalah mengingat bahwa sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat dan belum mengatur secara utuh kebutuhan pelaksanaan tugas pemasyarakatan,”jelas Alisyeh

Alisyeh memaparkan secara menyeluruh  tentang RUU Pemasyarakatan dan poin poin yang mengalami perubahan.

Peserta diskusi dari kalangan akademisi yang hadir mengajukan beberpapa pertanyaan terkait pasal yang kontroversial. Diantaranya terkait dengan pasal 9 huruf c dan cuti bersyarat yang diatur dalam pasal 10 ayat 1 huruf d. Pertanyaan  lainnya,  tentang hak-hak perempuan sebagai Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dan proses Reintegrasi WBP yang dipantau dari Balai Pemasyarakatan.

Menurut Ali Syeh, hal hal berkaitan dengan hak-hak perempuan telah diatur dalam undang-undang pemasyarakatan serta ada penjelasan di dalamnya tentang perempuan hamil atau menyusui. WBP sendiri, kata dia,  mempunyai syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi.

Ia menjelaskan, Pembimbung Kemasyarakatan (PK) Bapas Jogja dalam proses membuat penelitian kemasyarakatan (litmas). Prosesnya tersebut bisa dilihat secara transparan dalam laman resmi bapas jogja yang berbasis IT yaitu bapasyogya.info.Laman tersebut menjelaskan proses reintegrasi dan sampai dimana pembuatan litmas yang telah dikerjakan Bapas Jogja,

“Seluruh masyarakat atau keluarga klien bisa memantau langsung perkembangan litmas reintegrasi,” jelasnya.

Selain Kabapas Jogja, hadir sebagai Narasumber Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Yogyakarta, Kepala Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIB Yogyakarta, dan Kepala Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Yogyakarta. (hen)

 

Redaktur: Rara

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com