Buruh Dirugikan, MPBI DIY Tolak Pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja

YOGYAKARTA – Majelis  Pekerja Buruh Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (MPBI – DIY) menyatakan menolak disahkannya Rancangan Undang Undang  (RUU) Omnibus Law, termasuk Cluster Ketenagakerjaan. Rencananya, RUU Omnibus Law akan dibahas dalam Sidang Paripurna DPR RI pada Kamis 16 Juli 2020 mendatang.

Pengurus MPBI DIY, Irsad Ade Irawan mengatakan, ada beberapa alasan lembaganya menolak RUU Omnibus Law. Diantaranya, kata dia,  karena alasan bahwa sesungguhnya setiap kebijakan ketenagakerjaan haruslah mengandung tiga prinsip utama yaitu kepasitan kerja, kepastian pendapatan, dan jaminan sosial,

“Namun, tiga prinsip tersebut sama sekali terkandung dalam Omnibus Law Cipta Kerja,” ujarnya dalam keterangan persnya Sekretariat DPD KSPSI DIY , Komplek AJB Bumiputera Jl Bintaran Wetan 11 Yogyakarta, Senin (13/07/2020) siang.

Menurut Irsad, Omnibus Law Cluster Ketenagakerjaan sangat merugikan pekerja atau buruh. Misalnya, kata dia, pengaturan pengupahan yang memiskinkan pekerja atau buruh, memudahkan PHK, Penghapusan batas waktu sistem kontrak, dan membuat outsourcing menjadi semakin menjamur.

Ia juga menilai bahwa secara keseluruhan, pasal – pasal di dalam Omnibus Law Cipta Kerja bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945,

“Selain bertentangan dengan rasa keadilan dan kemanusiaan, Omnibus Law Cipta Kerja sangat berpotensi menjadi penghambat utama bagi pemenuhan hak – hak ekonomi, sosial, dan
budaya rakyat Indonesia,” tandasnya.

MPBI DIY juga memandang bahwa Tim Teknis Cluster Ketenagakerjaan yang telah dibuat oleh pemerintah adalah suatu basa-basi yang tidak berguna dan tak lebih dari sekadar ‘Jebakan Batman’ bagi seluruh pekerja atau buruh yang ada di Indonesia,

“Pelibatan buruh di saat – saat akhir menjelang Rapat Paripurna hanyalah akal-akalan Pemerintah dan DPR RI agar seolah-olah unsur pekerja atau buruh sudah terlibat dalam penyusunan Omnibus LAW Cipta Kerja,” tukas Irsad.

Dengan tetap bersikeras mengesahkan RUU Omnibus Law, Pemerintah dianggap telah gagal dalam mengendalikan penyebaran COVID – 19 dan gagal pula dalam melindungi pekerja atau buruh dari gelombang PHK saat terjadi pandemi COVID – 19,

Oleh karena itu, MPBI DIY mendesak agar DPR RI dan Pemerintah lebih fokus mengangani dan memberikan solusi atas nasib pekerja atau buruh yang di PHK dan dirumahkan. Salah satu caranya adalah mengalokasikan anggaran bantuan sosial atau bantuan langsung tunai (BLT) bagi pkerja atau buruh yang terkena dampak dirumahkan atau diliburkan atau bahkan diputuskan hubungan kerjanya,

“Sebagian dari mereka banyak yang tidak diberikan kompensasi upah dan pesangon oleh perusahaan dan juga tidak ter-cover dalam bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah. Ini yang seharusnya lebih difokuskan,” tegas Irsyad. (kt1)

Redaktur: Faisal

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com