PK Bapas Jogja Ikuti Rapat Koordinasi APH tentang UU SPPA

Yogyakarta – Sebanyak enam orang Pembimbing Kemasyarakatan(PK) Balai Pemasyarakatan Kelas I Yogyakarta(Bapas Jogja) dan dua orang pejabat struktural menghadiri Rapat Koordinasi (Rakor) yang diselenggarakan oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM RI,Jumat(24/07/2020)di Hotel Grand Dafam Rohan, Yogyakarta. Rakor ini mengundang pula jajaran Aparat Penegak Hukum(APH) dan pihak-pihak terkait di Daerah Istimewa Yogyakarta, serta pemateri yang berasal dari Polda DIY, Kejaksaan Tinggi Yogyakarta, Pengadilan Tinggi Yogyakarta, Dinas Sosial, serta akademisi dari Universitas Wangsa Manggala Yogyakarta. Bertindak pula sebagai narasumber Direktur Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak, Slamet Prihantara.
Rapat dibuka dengan sambutan oleh ketua panitia penyelenggara sekaligus Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham DIY, Gusti Ayu Putu Suwardani, serta Kakanwil Kemenkumham DIY, Indro Purwoko. Dalam sambutannya, Indro mengungkapkan harapannya bahwa dengan duduk bersama dalam rapat koordinasi ini, APH dari segenap instansi dapat dengan lebih efektif ,mengimplementasikan Undang-Undang RI no. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak(SPPA), serta bersama-sama mengatasi kendala yang dihadapi dalam implementasi UU SPPA.
Paparan pertama kemudian dibawakan oleh Anjar Istriani, Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Polda DIY. Dalam kesempatan ini, Anjar menjelaskan bahwa kepolisian sebagai pelaksana penegakan hukum di tahap pra-adjudikasi telah mengimplementasikan UU SPPA dalam perlakuan terhadap Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH), meski keterbatasan sumber daya masih menjadi kendala untuk, misalnya, menyediakan tempat pemeriksaan yang ramah anak. Saptono, Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi DIY selanjutnya memaparkan peran Kejaksaan dalam mengupayakan pemenuhan rasa keadilan sebagai bagian dari upaya restorative justice dalam penjatuhan pidana bagi Anak pelaku. Saat ini, ujarnya, belum banyak diupayakan pemberian restitusi (ganti rugi) bagi anak Korban.
Haryanto, Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Yogyakarta, menjelaskan dalam paparan berikutnya bahwa UU SPPA tidak hanya mengatur tentang aspek pidana dalam peradilan Anak, namun juga aspek perdata. Sebagai contoh, diversi wajib diupayakan pada tingkat kepolisian, kejaksaan, an pengadilan bagi kasus-kasus yang memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam UU SPPA. “Litmas yang disusun oleh Pembimbing Kemasyarakatan juga wajib dipertimbangkan oleh hakim dalam proses sidang, tidak hanya sebagai formalitas belaka,” ujarnya.
Paparan selanjutnya dibawakan oleh Slamet Prihantara selaku Direktur Bimbingan kemasyarakatan dan Pengentasan Anak. Slamet menekankan perlunya penguatan di tiga bidang, yaitu Tata Kerja, Kelembagaan, dan Sumber Daya Manusia. Secara khusus, Slamet menegaskan kepada para PK untuk meningkatkan kualitas laporan Litmas sebagai produk hukum yang vital dalam sistem peradilan pidana anak. “Jangan sampai masih ada copy paste dalam penyusunan Litmas,” katanya. Menambahkan dalam sesi ini adalah Gusti Ayu sebagai Kadivpas, yang menjelaskan bahwa Kemenkumham saat ini membutuhkan sekitar 5.000 orang PK di seluruh Indonesia. Balai Pemasyarakatan juga seyogyanya didirikan di seluruh kabupaten/kota di Indonesia, namun saat ini hal tersebut belum tercapai.
Berikutnya, Suyarno dari Dinas Sosial menyampaikan fungsi Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) yang terdiri dari dua unit di Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu BPRSR (Balai Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Remaja) dan LKSA (Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak) An-Nur Srimpi. Di lembaga ini, kebutuhan pokok, kebutuhan pendidikan, dan rehabilitasi sosial diberikan kepada Anak yang dititipkan. Pemateri terakhir yaitu Aida Dewi selaku akademisi memaparkan pandangannya tentang UU SPPA, serta menyampaikan perlunya memberikan pemahaman yang lebih baik tentang UU SPPA kepada masyarakat.
Acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dengan peserta. Ester Budi, Ketua APSANI (Asosiasi Pekerja Sosial Adiksi Napza Indonesia) yang juga hadir dalam acara ini menyampaikan perlunya diklat mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak kepada pekerja sosial, psikolog, atau pihak-pihak lain yang terkait, tidak hanya kepada APH. Menanggapi hal ini, Kadivpas Kanwil Kemenkumham DIY menyetujui perlunya kelompok masyarakat/Pokmas diikutsertakan menerima materi tentang UU No. 11 tahun 2012, untuk menyamakan persepsi dan pemahaman mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak.
Daftar Isian Masalah (DIM) yang telah diajukan oleh Bapas Jogja dan Bapas Wonosari selanjutnya dibahas dalam Rakor pada kesempatan ini. Acara Rakor diakhiri dengan penandatanganan Berita Acara terkait rekomendasi yang telah disepakati dalam penyelesaian DIM.
Diah Rosanita, salah satu PK Bapas Yogyakarta yang hadir dalam acara ini, mengapresiasi kegiatan rapat koordinasi yang melibatkan APH dari berbagai lini pemasyarakatan. “Dengan memahami implementasi SPPA dalam berbagai instansi penegakan hukum, kami sebagai PK menjadi lebih memahami perlunya koordinasi serta kinerja yang sinergis dengan aparat penegak hukum yang lain dalam menangani kasus Anak yang berhadapan dengan hukum,” ujarnya.(Skr)

Redaktur : Hennyra

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com