Keluarga Kunci Pokok dalam Mencegah Perilaku Klitih

Oleh Nur Haifani Khonsaq Jauhari, S.Pd.,MH

Salah satu perilaku menyimpang remaja yang sedang menjadi tranding topic, terutama di daerah Yogyakarta adalah klitih. Klitih berasal dari kalimat bahasa Jawa yang berarti suatu aktifitas mencari angin di luar rumah atau keluyuran. Ada juga yang menyebut klitih merupakan penyebutan terhadap Pasar Klitikan Yogyakarta di mana artinya adalah melakukan aktivitas yang tidak jelas dan bersifat santai sambil mencari barang bekas dan Klitikan.

Klitih menurut Sosiolog Kriminal Universitas Gajah Mada (UGM) Suprapto mempunyai makna yang positif. Klitih merupakan kegiatan mengisi waktu luang. Namun, makna itu kemudian menjadi negatif ketika kegiatan mengisi waktu luang itu diisi dengan melakukan tindak kejahatan di jalan, menyerang orang lain secara acak tanpa motif yang jelas. Sementara istilah nglitih digunakan untuk menggambarkan kegiatan jalan-jalan santai. Akan tetapi, makna klitih kemudian mengalami pergeseran (peyorasi) menjadi aksi kekerasan dengan senjata tajam atau kegiatan kriminalitas anak di bawah umur diluar kelaziman. Dimulai dari keributan satu remaja berbeda sekolah dengan remaja yang lain kemudian berlanjut dengan melibatkan komunitas masing-masing. Aksi saling membalas terus terjadi dan sengaja dipelihara turun temurun (menjadi tradisi).

Permasalahannya, motif klitih amat beragam dan yang mengerikan, korban mereka biasa jadi amat acak. Permusuhan antar geng hanyalah salah satunya. Dari beberapa analisis yang dilakukan media massa, terutama dari pengakuan pelaku, tindakan klitih dilakukan oleh remaja yang berlatar belakang keluarga yang mengalami kegagalan, terutama keluarga yang broken home, anak-anak ini mencari jati diri dengan cara menjadi pelaku klitih di jalanan.

Keluarga merupakan fondasi dalam pembangunan karakter bangsa. Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia (SDM). Dengan didukung oleh SDM yang berkualitas, pembangunan suatu negara dapat berjalan dengan optimal. Kualitas SDM tidak hanya terkait pada pertumbuhan fisik, tetapi juga dengan perkembangan, kecerdasan, dan karakter yang dimiliki. Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang menjadi lingkungan pertama dan utama dalam pembentukan kualitas SDM berkualitas dan pembentukan karakter anak. Keluarga memiliki peran dan tanggung jawab dalam pemenuhan hak anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal dengan memenuhi kebutuhan dasar anak yaitu asah, asih dan asuh.
Asah adalah kebutuhan akan stimulasi, asih adalah kebutuhan kasih sayang dan emosi, asuh adalah kebutuhan fisik-biologis anak. Bila kebutuhan dasar anak untuk dapat tumbuh dan berkembang dipenuhi secara optimal, mereka akan menjadi aset dan potensi bagi kesejahteraan bangsa.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014 Pasal 7 ayat 2 membagi fungsi keluarga menjadi delapan fungsi yaitu fungsi keagamaan, fungsi sosial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi perlindungan, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi dan fungsi pembinaan lingkungan. Penanaman nilai-nilai karakter melalui delapan fungsi keluarga sangatlah penting, hal ini sejalan dengan upaya implementasi gerakan revolusi mental berbasis Pancasila yang dimulai dari keluarga. Delapan fungsi keluarga akan menjadi prasyarat, acuan, serta pola hidup setiap keluarga dalam rangka terwujudnya keluarga berkualitas.

Fungsi keagamaan yaitu keluarga adalah tempat pertama penanaman nilai-nilai keagamaan dan pemberi identitas agama pada setiap anak yang lahir. Keluarga mengajarkan seluruh anggotanya untuk melaksanakan ibadah dengan penuh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan tidak mengabaikan toleransi beragama. Keluarga yang berhasil menerapkan nilai-nilai agama melalui contoh dalam kehidupan sehari-hari mampu memberikan pondasi yang kuat bagi setiap anggota keluarganya.

Fungsi Sosial Budaya yaitu keluarga sangat berperan penting dalam membekali anggotanya dalam berinteraksi, beradaptasi, hingga bersosialisasi dalam berbagai lingkungan. Keluarga memperkenalkan anak pada nilai-nilai sosial budaya yang ada dimasyarakat. Seluruh anggota keluarga menjadi kontrol sosial bagi anak dan mengajarkan hal-hal yang pantas dan tidak pantas dalam budayanya.

Fungsi Cinta Kasih yaitu cinta dan kasih sayang adalah dasar dalam membangun keluarga menjadi berkualitas. Keluarga harus menjadi wadah ideal untuk menciptakan suasana cinta dan kasih sayang dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam konteks yang lebih luas akan mampu mengurangi munculnya bibit permusuhan dan anarkisme dalam masyarakat. Fungsi cinta kasih dapat di wujudkan dalam bentuk memberikan kasih sayang dan rasa aman, serta memberikan perhatian di antara anggota keluarga.

Fungsi Perlindungan yaitu keluarga merupakan pelindung yang pertama dan utama dalam memberikan kebenaran, keteladanan, serta tempat bernaung kepada anak dan keturunan sehingga menumbuhkan rasa aman dan kehangatan. Jika keluarga berfungsi dengan baik, maka keluarga akan mampu memberikan fungsi perlindungan bagi anggotanya serta dapat mengoptimalkan tumbuh kembang anak. Pahami dan tanamkanlah sikap aman, pemaaf, tanggap, tabah dan peduli kepada tiang anggota keluarga.

Fungsi Reproduksi yaitu keluarga menjadi tempat mengembangkan fungsi reproduksi secara menyeluruh, termasuk seksualitas yang sehat dan berkualitas, dan Pendidikan seksualitas bagi anak. Keluarga juga menjadi media dalam memberikan informasi kepada anggotanya tentang hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas. Mengetahui dan menanamkan fungsi reproduksi sangat penting bagi keluarga untuk mengatur reproduksi sehat yang terencana, sehingga anak yang dilahirkan nantinya mampu menjadi generasi penerus yang berkualitas.

Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan yaitu keluarga sebagai tempat pertama memberikan pendidikan kepada semua anak untuk bekal masa depan. Tanamkan pada anggota keluarga bahwa pendidikan adalah hal yang harus ditempuh. Pendidikan dalam keluarga tidak hanya tentang bagaimana meningkatkan fungsi kognitif atau mencerdaskan, akan tetapi bagaimana membentuk karakter yang berakhlak mulia.

Fungsi Ekonomis yaitu keluarga sebagai wahana dalam membina dan menanamkan nilai-nilai yang berhubungan dengan keuangan dan pengaturan penggunaan keuangan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mewujudkan keluarga berkualitas. Fungsi ekonomi menjadi unsur pendukung kemandirian dan ketahanan keluarga. Bangunlah kebiasaan positif pada anak dalam mengelola keuangan seperti hemat, teliti, disiplin, peduli, ulet dan menumbuhkan jiwa wirausaha yang akan membuat anak kelak dapat cerdas secara finansial.

Fungsi Pembinaan Lingkungan yaitu keluarga memiliki peran mengelola kehidupan dengan tetap memelihara lingkungan di sekitarnya, baik lingkungan fisik maupun sosial, dan lingkungan mikro, meso dan makro. Keluarga berperan untuk membina lingkungan masyarakat dan lingkungan alam sekitar. Ajarkan anggota keluarga agar bisa menempatkan diri secara serasi, selaras, dan seimbang sesuai daya dukung alam dan lingkungan yang berubah secara dinamis.

Peran penting orang tua dalam menekan dan mencegah kasus klitih sebenarnya tidak terpisah dari peran orang tua secara umum. Melalui penjelasan tersebut maka bahwa faktor keberfungsian keluarga menjadi salah satu faktor yang harus mendapat perhatian karena lingkungan keluarga yang kondusif akan memberikan kesempatan anak untuk berkembang (Retnowati et all, 2015). Artinya apabila fungsi-fungsi pengasuhan dijalankan oleh orang tua berlangsung dengan baik dari masa bayi (bahkan bisa berlangsung dari masa kehamilan) hingga masa remaja maka seharusnya remaja memiliki nilai-nilai positif yang menetap. Bahkan ketika si anak berhadapan dengan masyarakat dan bersentuhan dengan berbagai nilai (baik positif maupun negatif) maka si anak kemudian akan tetap melakukan menyaring untuk menetapkan nilai mana yang paling dianggap benar. (Yuniar, 2006).

Oleh karena itu untuk mencegah perilaku klitih perlu ditingkatkan peran keluaga meningkatkan intensitas komunikasi yang terjadi antara keluarga dengan remaja. Intensitas komunikasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan kedalaman penyampaian pesan dari individu sebagai anggota keluarga. Dengan demikian komunikasi yang berlangsung dalam keluarga dapat mencakup aspek-aspek perhatian, kasih sayang, empati, dukungan dan keterbukaan. Berpartisipasi membentuk jaringan sosial dengan pihak lain yang dianggap dapat berkontribusi tersebut antara lain masyarakat sekitar, sekolah, Lembaga pembinaan remaja dan pemerintah. Menegaskan fungsi keluarga sebagai model perilaku anak.(*)

(*) Penulis adalah Pembimbing Kemasyarakatan Madya di Bapas Kelas I Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com