Pengawas Pemilu Harus Siap Tidak Populer

Oleh: Bagus Sarwono (Ketua Bawaslu DIY)

Belum lama ini, 2 Maret 2021 lalu, Kementrian Kesehatan (Kemenkes) melakukan kerjasama dengan KPU untuk menggunakan data KPU berupa daftar pemilih sebagai basis data dalam program vaksinasi Covid-19. Alasannya, diantaranya adalah data KPU ini diyakini selain lebih valid juga lebih update. Ada pemutakhiran data secara berkelanjutan dan juga terverifikasi faktual setiap kali ada pemilu atau pemilihan.

Selain itu, menurut Kemenkes ada kecocokan antara data yang dibutuhkan Kemenkes untuk mendukung program vaksinasi Covid-19 dengan data yang dimiliki KPU itu. Terutama tentang klasifikasi masyarakat yang akan mendapatkan vaksin nanti.

Atas kerjasama ini, tentu KPU mendapatkan apresiasi yang besar dari banyak pihak. Ucapan selamat dan apresiasi mengalir dari segala penjuru. Demikian juga KPU, sangat bangga dengan hal ini.

Saya kira apa yang dilakukan KPU tidak salah. Malah sudah sepantasnya begitu. Karena dengan kerjasama itu, selain sebagai sebuah kepercayaan dan pengakuan, juga menjadi semacam kemenangan “kecil” bagi KPU pasca melaksanakan tugas yang maha berat melaksanakan Pemilu 2019 dan Pemilihan 2020.

Apalagi jika kita melihat data itu digunakan untuk program vaksinasi ini, sebuah proyek kemanusiaan besar untuk menyelamatkan manusia dari paparan Covid-19. Misi kemanusiaan yang mulia.

Pertanyaannya, Bawaslu bagaimana? Kenapa tidak mendapat apresiasi serupa? Bukankah kualitas daftar pemilih itu juga dihasilkan dari kontribusi pengawasan Bawaslu sampai level terbawah? Bukankan kalau ada data yang tidak valid atau terlewat jajaran Bawaslu memberikan rekomendasi perbaikan?

Menurut saya, jawabannya simpel. Bawaslu tidak perlu iri. Biarkan saja KPU yang merayakannya. Toh data pemilih itu yang menetapkan KPU.

Sebagai pengawas pemilu sepatutnya justru ikut senang dengan ini, meski tanpa mendapatkan apresiasi di panggung yang sama.

Loh memang kenapa? Ya saya kira jadi Bawaslu memang harus siap tidak populer apalagi ‘baperan’. Bahkan kalau jadi Bawaslu harus siap-siap jadi kambing hitam jika ada permasalahan dalam pemilu atau pemilihan.

Gak usah jauh-jauh. Lihat saja yang lebih kelihatan.

Jika pemilu berhasil biasanya yang mendapat pujian awal adalah KPU. Kalau pemilu dipercaya, maka yang mendapatkan apresiasi dan ucapan selamat itu KPU. Bawaslu dan mungkin DKPP itu belakangan. Itupun kalau yang paham tentang seluk beluk pemilu.

Tapi, misal sebaliknya, kalau pemilu atau pemilihan dianggap banyak kecurangan atau hasilnya kurang dipercaya maka siap-siap yang pertama kali yang dijadikan kambing hitam adalah Bawaslu. Kerja Bawaslu atau pengawas pemilu itu bagaimana? Dan seterusnya dan seterusnya.

Demo mungkin akan datang jilid-berjilid di kantor pengawas pemilu. Hadapi saja. Jadi gak usah baperan jadi pengawas pemilu, naturalnya begitu. Yang penting sebagai pengawas pemilu, bekerja secara benar sebagaimana mandatori perundang-undangan, penuh integritas dan berdedikasi saya kira sudah cukup.

Jadi kalau Anda bawaannya baperan dan ingin selalu populer, mungkin perlu dipertimbangkan kembali. Barangkali Anda cocoknya masuk KPU ketimbang Bawaslu. Sebab jadi pengawas pemilu itu, harus siap tidak populer.

Tapi tenang. Yang jelas Bawaslu tetap punya panggung. Mungkin agak berbeda dengan KPU; panggung tersendiri. Saya kira Anda yang pengawas pemilu seharusnya paham soal panggung itu. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com