Jogjakartanews.com– Bagi masyarakat Yogyakarta, minuman khas wedang uwuh pastinya sudah tak asing lagi, khususnya masyarakat di Kabupaten Bantul. Selain bernilai budaya, minuman khas ini ternyata juga bernilai sejarah. Sebab Sejarah wedang uwuh tidak terpisahkan dengan sosok Sultan Agung Hanyokrokusumo raja Kesultanan Mataram Islam yang memerintah pada tahun 1613-1645.
Menjelang tahun 1645 Sultan Agung merasa ajalnya sudah dekat. Dia membangun Astana Imogiri sebagai pusat pemakaman keluarga raja-raja Kesultanan Mataram mulai dari dirinya. Di Astana Imogiri Sultang Agung sebelumnya menanam pohon cengkih yang diberi nama Kyai Dudo. Sang Sultan menanam pohon cengkih tersebut setelah berhasil menyerang belanda di Batavia (Belanda). Ia mengetahui cengkih memiliki nilai jual yang tinggi sehingga salah satu komoditas yang diburu VOC belanda.
Sebelum benar-benar memutuskan mambangun pemakaman, ia didampingi pengawalnya pergi ke Bukit Merak Imogiri yang terletak di Kabupaten Bantul untuk melaksanakan semedi (merenung).
Dalam semedinya Sultan juga menuliskan serat Sastra Gending sebagai tuntunan hidup trah Mataram.
Suatu Ketika, di saat melakukan semedi, Sang Sultan merasakan udara yang teramat dingin Pada malam itu. Ia kemudian memerintahkan salah seorang pengawalnya untuk membuatkan minuman yang bisa menghangatkan tubuh.
Mendapat perintah sang sultan, pengawalpun melaksanakan tugas membuat minuman dengan pohon secang, jahe dan gula batu yang biasa disajikan kepada junjungannya itu. Setelah jadi ia dan meletakkannya di bawah pepohonan cengkih yang berdekatan dengan tempat semedi sang raja. Selain Cengkih, terdapat pula pohon pala dan kayu manis di sekitar tempat semedi sang raja.
Namun karena angin gunung bertiup kencang, daun serta buah cengkih kering, daun pala kering dan ranting katu manis yang kering masuk ke dalam minuman. Dedaunan dan ranting-ranting itu bercampur dan larut menjadi satu.
Dalam suasana gelap malam yang pekat, sang sultan meminumnya. Ternyata ia merasakan minuman tersebut berbeda dan sangat enak. Malam berikutnya sang sultan meminta abdi dalem membuatnya Kembali. Sang sultan mengatakan minuman itu baru pernah ia rasakan dan ingin menikmatinya lagi. Selain bisa mengusir hawa dingin, juga membuat tubuhnya bugar.
Pengawalpun dibuat bingung, lantaran, ia sering membuatkan minuman itu untuk sang sultan. Penasaran dengan ucapan sultan, si pengawal kemudian mengambil wadah minuman dan mengamati isinya.
Ternyata ia melihat ada bahan lain yang tercampur, berupa sampah ranting kayu manis, daun dan buah cengkih kerig, serta daun pala kering. Sejak saat itulah sultan Agung ketagihan dan menainya wedang uwuh. Minuman itupun menjadi minuman Keraton dan kemudian populer di kalangan masyarakat Bantul hingga saat ini.
Kata uwuh dalam Bahasa Indonesia memang berarti sampah. Tapi sampah yang dimaksud adalah daun dan ranting-ranting pohon-pohon kering yang memang memiliki khasiat.
Kandungan rempah yang kaya membuat wedang uwuh memiliki kadar antioksidan yang tinggi dan dapat membantu mengurangi kadar kolesterol jahat dalam tubuh.
Berikut Bahan dan Cara Membuat Wedang Uwuh
Bahan :
- Jahe
- Cengkeh
- Daun cengkeh
- Daun kayu manis kering
- Daun pala kering
- Kayu secang
- Gula batu
Cara membuat wedang uwuh:
- Panggang jahe di bara api, lalu setelah mulai harum geprek jahe tersebut.
- Rebus air hingga mendidih dan masukkan jahe yang sudah digeprek tadi.
- Tunggu beberapa saat, kemudian tambahkan cengkeh, daun cengkeh, daun kayu manis, daun pala dan kayu secang.
- Aduk hingga merata, dan tunggu hingga air rebusan berubah warna menjadi merah.
- Setelah selesai, matikan api, dan tuang ke dalam gelas.
- Wedang uwuh siap dinikmati selagi hangat, tambahkan gula batu untuk membuatnya makin nikmat.
Demikian sejarah serta bahan dan cara membuat wedang uwuh, minuman khas legendaris Yogyakarta dirangkum dari berbagai sumber. Selamat mencoba dan semoga bermanfaat. (*)
Penulis: Priska Ariana
Redaktur: Faisal