Oleh: Ari Baskoro*
TRAGEDI terror bom di Jalan MH Thamrin, kawasan Sarinah, Jakarta Pusat, Kamis (14/01/2016) lalu, yang dikabarkan merenggut nyawa 7 orang, 5 diantaranya terduga pelaku, serta puluhan korban luka, terus menjadi topik utama di berbagai media massa dan media sosial. Bahkan, beberapa TV nasional saling menyiarkan gambar-gambar eksklusif, yang jika dirangkaikan bisa jadi film pendek, sebagaimana banyak pendapat nitizen.
Berbagai sisi cerita bom Sarinah diulas, dibahas, oleh semua kalangan, tak pandang status sosial dan usia. Dari aksi kenekatan pelaku, aksi heroic para polisi, hingga tukang sate. Bom Sarinah menuai simpati sekaligus layaknya memenuhi dahaga warga Indonesia yang seolah memang haus hiburan. Unik, jika di luar negeri lokasi penyergapan terroris bisa steril dari warga sipil, yang ini malah jadi tontonan gratis.
Ada yang mengirim bunga, nyalakan lilin di lokasi kejadian sembari berdoa dan menyatakan tidak takut teroris, malam hari paska kejadian, sebagian lagi menyebar meme lucu yang bahan kadang di luar batas, di media sosial. Menyebar foto sadis, menjijikan, bahkan, ada yang menjurus pornografi sebagai bentuk satire kepada teroris bahwa kami tidak takut anda.
Ditingkahi Freeport, Kasus Korupsi, dan Rupiah Menguat
Sisi lainnya lagi, para petinggi Polri dan BIN menggencarkan operasi terhadap terduga kelompok ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) atau Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS). Menyusul beberapa daerah para terduga yang terlibat bom sarinah dan diduga terlibat ISIS ditangkap. Merambah ke ranah politik dan hukum, mencuat usul perubahan Undang-Undang Terorisme. Para pejabat, petinggi Partai Politik, Ormas, Bahkan Ormas mahasiswa ramai-ramai mengutuk terror bom Sarinah. Uniknya lagi, Jika biasanya aksi terorisme menimbulkan sentiment negatif pasar, justru kali ini sebaliknya. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antar bank Jumat sore (15/01/2016) justru bergerak menguat 30 poin menjadi Rp 13.877 dibandingkan posisi sebelumnya di Rp 13.907 per dollar AS.
Sementara, ditengah hiruk pikuknya pemberitaan bom sarinah, ternyata ada terselip banyak peristiwa yang menraik, dan relevan dengan kepentingan publik lainnya. Di hari yang sama, batas akhir difestasi saham Freeport, ada agenda Wapres Jusuf Kalla jadi saksi Kasus Mantan Meneteri Pariwisata Era Susilo Bambang Yudhoyono, Jero Wacik. Semalam sebelumnya ada Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi kepada Anggota DPR dari Fraksi PDIP, Damayanti Wisnu Putranti.
Harga Minyak Dunia, dan Daya Beli Rendah yang Terlupakan
Lebih dari itu, ternyata ada yang tak kalah penting dan jarang disinggung di kalangan pengamat, atau penikmat meme bom sarinah. Apa itu? Anjloknya harga minyak dunia sementara harga BBM konsumsi masyarakat di Indonesia masih relatif tinggi. Dilansir dari kantor berita AFP, Harga minyak dunia jatuh ke tingkat terendah baru pada Jumat (Sabtu pagi WIB), dan menyeret turun pasar saham ketika para investor bersiapkan untuk menghadapi peningkatan ekspor Iran ke pasar yang sangat kelebihan pasokan. Di perdagangan London, kontrak Brent untuk pengiriman Maret ditutup pada 28,94 dolar AS per barel pada Jumat, kehilangan 2,09 dolar AS dari Kamis ke tingkat terendah sejak Februari 2004. Harga New York untuk minyak mentah WTI atau light sweet untuk pengiriman Februari mencapai 29,13 dolar AS per barel sebelum berbalik naik menjadi berakhir di 29,42 dolar AS per barel, turun 1,78 dolar AS.
Selain itu, harga batu bara juga anjlok, sementara tariff listrik PLN yang salah satunya bersumber dari PLTU, tidak berubah. Data Kementerian ESDM mencatat harga batubara acuan atau HBA pada Desember 2015 mengalami penurunan 11,14 dolar AS per ton atau 17 persen dibandingkan Desember 2014. Dan ketika melihat lebih dalam lagi, saat ini inflasi masih terjadi, daya beli masyarakat Indonesia masih rendah, belum lagi tantangan ke depan harus bersaing dengan warga Negara asing yang telah dibebaskan visa masuk Indonesia plus diperbolehkan membuat rumah di Indonesia. Tentu yang datang ke Indonesia bukan tanpa modal kesiapan, baik kesiapan modal finansial dan skill.
Kembali ke isu di balik terror Bom Sarinah, jika dirunut ke belakang lagi, ternyata sekitar sepekan sebelumnya sempat ramai Amerika Serikat menerbitkan travel warning dan Australia juga mengirimkan Travel Alert. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, bahkan sempat mempertanyakan tindakan kedua Negara tersebut yang tidak berkoordinasi dengan pemerintah Indonesia.
Uniknya lagi, ketika pemerintah dan aparat penegak hukum Indonesia menganggap ISIS yang diduga biang kerok bom Sarinah adalah musuh besar, justru sehari sebelum kejadian, (Rabu, 13/01/2016) presiden Amerika Serikat (AS), Barack Obama dalam pidato kenegaraan terakhirnya menyatakan ISIS bukan ancaman nyata bagi AS. Dia juga mengingatkan pembahasan terlalu mendalam soal ISIS hanya akan membuat musuh-musuh AS makin berani.
Pertanyaannya, kenapa justru pergerakan ISIS yang menganggap AS adalah musuh besarnya justru di Indonesia, tidak pernah di Amerika sana? Kalau Indonesia hanya akan dijadikan basis rekruitmen kader dengan asumsi penduduk muslim terbesar dunia, kenapa justru melakukan tindakan bodoh dengan melakukan aksi teror? Bukankah justru akan menghabisi kader yang telah direkrutnya? Dilihat dari cara dan alat jelas amatir, dengan bahan berdaya ledak sedang (bahkan ada yang menyebut rendah) menggunakan senjata api rakitan. Bukankah selama ini ISIS dicitrakan sangat terorganisir rapi, professional, canggih, hingga bisa membuka jaringan hingga ke luar negeri? Lalu tepatkah jika ada analisa bahwa alasan pelaku yang diduga kuat ISIS melakukan terror bom di Sarinah, tepatnya di Caffe Kopi yang dianggap ada symbol AS?
Jadi jika benar analisa para pengamat yang lagi demam analisa bom Sarinah benar, maka memang sudah selayaknya teroris, khususnya ISIS ditertawakan, tidak perlu ditakuti. Kalau begitu buat apa kita Bahas terus kasus bom Sarinah yang sarat tanda tanya dan kekonyolan ISIS (jika benar pelakunya) itu? Jika mau bersimpati dengan korban, cukuplah berdoa dengan tulus dan tak perlu dipamerkan di publik, termasuk di medsos. Soal pengusutan dan penuntasan kasus bom Sarinah? Kita tunggu saja hasil kerja para penegak hukum kita yang katanya sudah semakin professional. Tentu akan lebih baik menghadapi masa depan dan melihat realitas ancaman yang tak kalah membahayakan dari bom Sarinah, yaitu bom korupsi, bom kemiskinan, bom pengangguran, bom monopoli ekonomi oleh asing, bom eksploitasi kekayaan alam oleh asing, bom kapitalisme global yang akan mengoyak nilai-nilai Pancasila. Wallahua’lam bi shawab. []
*Penulis Adalah warga Negara biasa (Bukan aktivis, bukan anggota Parpol), tinggal di Yogyakarta.