Oleh : Uswatun Khasanah*
Indonesia sudah berusia tujuh puluh empat tahun dalam menyandang gelar kemerdekaan. Secara fisik, Indonesia telah merdeka. Namun budaya bangsa nampaknya sudah mulai terjajah oleh budaya luar. Derasnya arus globalisasi dan modernisasi secara perlahan telah mengikis budaya simbolistik bangsa ini, seperti budaya gotong royong yang kaya akan nilai-nilai moral dalam memerjuangkan kemerdekaan bangsa. Tanpa adanya filterisasi globalisasi akan mendatangkan imperialisme budaya barat pada bangsa ini.
Salah satu imperialisme budaya barat yang mulai kelihatan saat ini adalah penggunaan uang sebagai tolak ukur dalam kegiatan kemasyarakatan. Secara nyata, uang menjadi virus yang cukup mematikan semangat gotong royong. Naluri masyarakat sekarang ini sudah dipengaruhi oleh uang dan menganggap uang adalah segalanya.
Seringkali dalam sebuah kebersamaan, kehadiran seseorang terkadang dapat diwakili dengan uang. Misalnya, ketika mereka tidak hadir dalam pertemuan rapat RT, cukup menitipkan uang iuran. Ketika ada ajakan warga untuk bekerja bakti, kita lebih memilih untuk menyumbangkan uang untuk minum saja. Kegiatan lomba kemerdekaan yangdiwajibkan oleh Pak RT pun, kadang kala mereka lebih memilih untuk membayar denda daripada mengikuti perlombaan.
Bukan hanya melalui uang, seiring berjalannya waktu dan melihat kebiasaan remaja saat ini, budaya Indonesia cenderung mengikuti budaya kebarat-baratan. Remaja saat ini sering berpakaian minim dan bahan ayang digunakan memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya tidak terlihat. Mereka lebih bangga dan percaya diri berpenampilan seperti itu, padahal sama sekali tidak mecerminkan budaya kepribadian bangsa Indonesia yang begitu menjunjung tinggi nilai kesopanan. Budaya bangsa ini sudah benar-benar teracuni oleh imperialisme budaya barat. Sebab itulah, kita harus mengembalikan Bangsa ini kepada “jati dirinya”, yakni kebudayaan yang penuh dengan sopan-santun dan tatakrama.
Gaya hidup westernisasi telah menyerang masyarakat Indonesia. Pola pikir masyarakat Indonesia telah tepengaruhi oleh globalisasi. Masyarakat lebih suka membeli barang-barang mewah yang memicu timbulnya gaya hidup pemborosan, daripada menyisihkan sebagian hartanya untuk fakir dan miskin. Kesadaran akan rasa senasib dan sepenanggungan antar manusia sebangsa mulai menghilang tergerus derasnya arus globalisasi yang seharusnya difilter terlebih dahulu. Kebiasaan seperti ini telah melenceng dari hakikat budaya gotong royong.
Menurut kacamata penulis, mayarakat di era modern ini tidak lagi begitu menyadari akan peran manusia sebagai makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain. Orang-orang sudah memikirkan kebutuhan mereka sendiri tanpa memperdulikan lingkungan sekitar. Hal inilah yang mendorong manusia menjadi individualistik tidak mengenal arti dari budaya gotong royong.
Sikap budaya yang mana semula menjadi sikap hidup bangsa Indonesia telah mengalami banyak kegempuran terutama bersumber pada budaya Barat yang agresif, dinamis, dan mementingkan kebebasan individu. Budaya gotong royong telah dijajah oleh budaya barat dan digantikan dengan sikap individualistik.
Sikap individualistik bukanlah jati diri bangsa kami. Bangsa Indonesia yang sesungguhnya adalah bangsa yang mengedepankan kebersamaan dalam menata peri kehidupan bernegara serta dalam menyelesaikan persoalan. Indonesia sangat menjunjung tinggi budaya gotong royong. Soekarno pernah mengatakan dalam kesempatannya memberikan argumen atas rumusan dasar negara, bahwa jika kelima sila dalam Pancasila diperas menjadi eka sila maka ia adalah gotong royong .
Nilai gotong royong yabg tertanam dalam Pancasila seharusnya menjadi inspirasi bagi pemerintah dan rakyat untuk mengembalikan gotong royong sebagai jiwa dari kemerdekaan. Bangsa ini lahir dan merdeka dikarenakan seluruh elemen bangsa bergotong royong memperjuangkan kemerdekaan. Komitmen kita atas Pancasila dan aktualisasi dari gotong royong akan menjadi benteng bagi bangsa ini untuk teguh dalam khittahnya sebagai bangsa yang beradab, cinta damai, toleran, dan anti terhadap segala bentuk imperialis.
Terwujudnya bangsa Indonesia yang damai tentunya tidak terlepas dari partisipasi aktif rakyat Indonesia untuk memahami betul bagaimana pengorbanan yang harus dibayar untuk meraih kemerdekaan. Semangat persatuan harus terus ditanamkan pada generasi bangsa Indonesia. Dengan terwujudnya persatuan, maka kita dapat melaksanakan kehidupan di dalam bangsa ini yang bergotong-royong untuk membangun NKRI, demi terciptanya kehidupan yang adil dan makmur untuk seluruh bangsa Indonesia.Wa Allahu A’lam bi al-Shawaab.(*)
*Penulis adalah Mahasiswi Jurusan Akidah dan Filsafat Islam UIN Walisongo Semarang