YOGYAKARTA – Peneliti Center for Religious and Cross-Cultural Studies (CRCS) Universitas Gajah Mada (UGM) Syamsul Ma’arif, menilai diskriminasi dalam pengakuan negara atas agama harus dihapus dalam pemerintahan Jokowi-JK untuk memperkuat persatuan Bangsa Indonesia.
Menurut Syamsul, CRCS UGM akan memberikan rekomendasi-rekomendasi kepada pemerintah Jokowi-JK untuk menjadi masukan pengelolaan keragaman agama di Indonesia.
Dijelaskan Syamsul diantara rekomendasi tersebut adalah agar pemerintah mendatang memberikan pengakuan yang sama untuk semua pemeluk agama di Indonesia.
“Salah satunya dengan mengubah status aliran kepercayaan dari posisi yang saat ini di bawah Kemendikbud ke Kemenag. Posisi yang sama juga diperlukan oleh agama-agama lokal yang sampai sekarang belum diakui sebagai agama oleh negara. Dengan perubahan status ini bisa membersihkan stigma negatif yang selama ini diasosiasikan pada mereka,”katanya kepada wartawan di Ruang Fortakgama UGM, Senin (20/10/2014).
Dikatakan Syamsul, untuk menghindari dikriminasi berdasar agama juga bisa dilakukan dengan menghapus kolom agama dalam KTP. Hanya saja, Syamsul tidak memungkiri bahwa cara ini dipastikan akan menuai kontroversi. Apabila jalan tersebut tidak dapat ditempuh, ia menyarankan untuk memperluas identitas agama atau kepercayaan dalam KTP.
“Misalnya diisi penghayat kepercayaan termasuk alirannya,” ujarnya.
Sementara peneliti CRCS lainnya, Suhadi menungkapkan saat ini banyak bermunculan bahwa peraturan daerah (Perda) yang diskriminatif atas dasar agama khusunya terkait Islam.
“Setidaknya terdapat 250 Perda yang didalamnya terdapat unsur diskriminatif. Perda tesebut secara eksplisit merugikan sebagian umat Islam sendiri dan juga non- Islam. Perda diskriminatif bermunculan dan terkonsentrasi di beberapa wilayah Indonesia. Terbanyak di Aceh karena memiliki otonomi khusus,” ungkapnya.
Menurutnya, MA dan kemendagri perlu melakukan review terhadap Perda-Perda dsikriminatif, bukan hanya oerda yang menaikan pendapatan daerah atau mengurangi pendapatan pusat.
Selain hal itu, Suhadi menegaskan perlunya upaya dari Kemendagri untuk lebih meningkatkan kualitas Perda.
“Diantaranya dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pembuat peraturan. Wawasan konstitusi, termasuk prinsip-prinsip terkait hak asasi manusia perlu diarusutamakan dalam pembuatan kebijakan daerah,” pungkasnya. (ian/kontributor/ugm)
Redaktur: Rudi F