Pemberantasan Korupsi Jadi Komoditas Politik, FEMI Buat Surat Terbuka untuk Presiden

JAKARTA – Forum Ekonomi Muda Indonesia (FEMI) menilai pemberantasan korupsi di Indonesia, termasuk oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai masih ‘tebang pilih’. Bahkan seringkali KPK menangkap terduga Koruptor di saat momen politik, sehingga masyarakat banyak yang menilai politis.

“Terakhir ini KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka di saat yang bersangkutan diajukan presiden sebagai Kapolri. Sepekan kemudian Polri menangkap dan menetapkan wakil ketua KPK sebagai tersangka kasus dugaan keterangan palsu yang diduga ada motif ‘balas dendam. Jadi jangan salahkan ada yang menilai politis,” kata Ketua Umum FEMI Defiyan Cori, dalam keterangan pers yang diterima jogjakartanews.com.

Dikatakan Cori, kasus korupsi yang alih-alih menjadi komoditas politik, justru kontraproduktif dengan semangat pemberantasan korupsi. Sehingga, kata Cori, FEMI memandang perlu adanya ketegasan sikap presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap para apparat penegak hukum, termasuk KPK.

“Oleh karenanya kami akan membuat surat terbuka untuk Presiden, agar pemberantasan korupsi di Indonesia tidak tebang pilih da nada tindakan nyata yang tidak selalu bernuansa politis,” tegasnya.

Berikut surat terbuka FEMI untuk Presiden Jokowi:

Kepada Yth, Presiden RI.

Dengan hormat, melihat perkembangan penanganan kasus korupsi oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi),  Jika kita mau adil Bapak Presiden yang kami hormati, maka sangat sedikit pejabat yg tidak terlibat korupsi.

Oleh karena itu solusi yg mungkin adalah moratorium dan membuat KONSENSUS MASIONAL dan membuat garis demarkasi, mulai kapan kasus korupsi harus tegas diusut tuntas tanpa pandang bulu dan sampai kapan KPK harus jadi lembaga adhoc extraordinary crime.

Jika tidak (membuat consensus nasional, red) agenda pembangunan kita akan terhambat, kita jalan di tempat, sementara pasar bebas sudah harus dihadapi. KPK tetap akan tebang pilih dan sulit tidak ada tendensi politik pemerintah yang berkuasa.

Pihak Asing tentu akan senang degan situasi ini. Kita di- divide et impera (adu domba, red) sesama anak bangsa degan soal korupsi, padahal mereka (asing, red) tidak lebih bersih dari bangsa kita. 

Mohon Bapak pertimbangkan dengan penuh kebijaksanaan masalah korupsi ini karena kami juga lama terlibat di pemerintahan dan birokrasi serta berinteraksi degan orang dan lembaga asing. Bahkan, negara kita pun pernah menjadi koloni negara asing.

Untuk kasus korupsi masa lalu, andaikan saya menjadi Bapak Jokowi maka saya akan buat kebijakan pengampunan dengan syarat : mengembalikan hasil korupsi pada negara dan kita akan melangkah untuk masa depan lebih baik. Itulah yang disebut pemimpin negara.

Semoga ALLAH Subhanahuwata’ala merahmati kita semua, Amin yaa robbal’alamin! Demikian dan Terima kasih Bapak Presiden membaca dan mendengarnya.

Jakarta, 25 Januari 2015. 

Wassalam. Defiyan Cori (Ketua Umum FEMI).

Redaktur: Aristianto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com