SEMARANG – Prihatin dengan adanya indikasi korupsi yang terjadi dalam tubuh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial( BPJS), Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam Jawa Tengah –Daerah Istimewa Yogyakarta (BADKO HMI Jateng-DIY) Menggelar aksi turun ke jalan. Sekitar 50 kader HMI tersebut long march dari bundaran patung Diponegoro Universitas Diponegoro (Undip) menuju Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jateng, Jumat (20/02/2014) siang.
Dalam aksi tersebut sempat terjadi ketegangan antara massa demonstran dengan apparat kepolisan dari Polda Jateng yang mengawal aksi dengan ketat. Pasalnya, Kepala Kajati (Kajati) Jateng, Hartadi tidak berada di tempat, sehingga kader HMI hendak masuk ke dalam kantor Kejati untuk melakukan sweeping dan menemui pejabat Kejati untuk dimintai komitmennya mengawasi BPJS.
Ketua Umum (Ketum) Badko HMI Jateng-DIY, Khusnul Imanudin mengatakan, mahasiswa meminta agar semua pihak, terutama penegak hukum, ikut mengawasi penyelenggaraan BPJS dengan serius,
“Karena memang kesehatan adalah salah satu hak dasar yang harus diterima masyarakat dan itu sudah dijamin oleh UUD (Undang-Undang Dasar),” kata Khusnul dalam orasinya.
Menurut Khusnul, kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2014 menunjukkan BPJS rawan konflik dalam penyusunan anggaran. Padahal, kata dia, pemerintah tahun 2014 sudah menganggarkan 26 trilliun. Dia menegaskan bahwa penyelenggaraan BPJS harus diaudit dan hasilnya harus dilaporkan ke DPR dan publik,
“Karena pada tahun 2014 ada temuan audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) ada kerugian negara sebesar 800 Milliar. Ini menjadi ironis karena di tahun 2015, pemerintah ternyata meminta tambahan 5 Trilliun dalam APBN-P dikarenakan dengan asumsi 3,5 trilliun untuk optimalisasi pelayanan dan 1,5 trilliun untuk cadangan jaminan kesehatan sosial,” tambah Khusnul, kader HMI asal Cabang Purwokerto ini.
Sementara itu Sekretaris Umum (Sekum) Badko HMI, Husnul Mudhom menyatakan bahwa pemerintah dalam hal ini, kementrian Kesehatan untuk segera merevisi penyelenggaraan BPJS karena ternyata masih banyak sekali rakyat miskin yang belum bisa menerima manfaat dari BPJS. Di Jateng sendiri, kata dia, ada sekitar 1,63 yang belum terdaftar sebagai anggota BPJS.
“Karena karut marutnya penyelenggaraan BPJS, maka kami meminta jajaran direksi untuk diganti, karena nyatanya mereka tidak beres menangani manajemen. Disamping itu perlu juga dibentuk komite pendampingan dan penyidikan BPJS” tegas Husnul Mudhom. (pr/kontributor)
Redaktur: Rudi F