YOGYAKARTA – Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) serempak yang akan diselenggarakan pada 9 Desember mendatang rawan konflik sosial. Salah satunya disebabkan karena masih adanya isu rasial dan agama (SARA) yang berkembang saat momen pesta demokrasi di daerah ini.
Hal itu dikemukakan dosen pengajar Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta (UWMY), Dr. Djaya saat memberikan materi dalam seminar nasional untuk pembekalan kepada mahasiswa semester akhir, Fakultas Hukum UWMY, belum lama ini.
“Saya prihatin karena isu-isu rasial maupun agama seringkali menodai pelaksanaan pilkada. Ini yang harus dicegah dan dihindari agar tidak terjadi lagi ke depan,” ungkap
Dr. Djaya dalam Seminar bertema Meningkatkan Sinergitas Para Stakeholders dalam Mengawal Pilkada Serentak yang Demokratis, Berintegritas, Bermartabat, dan Berbudaya.
Dalam kesempatan yang sama, pakar hukum Prof. Saldi Isra, mengatakan Pilkada serentak merupakan upaya yang bagus, namun perlu didukung dengan kesiapan peserta yang bagus pula, agar menghasilkan pemimpin berkualitas seperti harapan masyarakat. Menurutnya, banyak terjadi Pilkada tidak berlangsung damai karena ada peserta Pilkada yang tidak siap kalah.
“Contohnya adalah dikebanyakan pilkada kerap muncul gugatan dari pihak yang kalah, hal ini menunjukkan ketidaksiapan peserta pilkada dalam menerima kekalahan. Hal ini perlu betul-betul dipahami pesert Pilkada, ” ujarnya dalam pers rilis UWMY yang diterima jogjakartanews.com, Senin (26/10/2015).
Terkait hal itu, Saldi Isra meminta Pemerintah agar dapat membuat mekanisme sejelas mungkin tentang upaya hukum yang dapat ditempuh peserta pilkada,
“Sehingga tidak berlaru-larut adanya sengketa hasil pilkada,” pungkasnya.
Sementara Dir. Intel Polda DIY Kombes Amran yang menjadi salah satu panelis dalam seminar memaparkan tentang potensi konflik di DIY yang mungkin terjadi selama pilkada. Kendati demikian ia optimistis Pilkada serentak di DIY mendatang bisa berlangsung aman. (tan)
Redaktur: Rudi F