BANTUL – Selain sebagai destinasi desa wisata spiritual dan budaya, petilasan Selo Gilang Lipuro yang berada di Gilangharjo, Pandak, Bantul adalah monumen bangkitnya perdaban baru bumi Mataram.
Hal itu dikatakan budayawan dari Forum Keistimewaan untuk Kesejahteraan (FKK), Mas Bekel Joyo Supriyanto SE, saat dialog budaya dalam acara Festival Gilang Lipuro di kompleks petilasan Gilang Lipuro, Jumat (15/12/2017) malam.
Menurut Supriyanto, potensi di kawasan petilasan Selo Gilang Lipuro memiliki aspek yang lengkap untuk mewujudkan visi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, yaitu renaisans among tani dagang layer, menyongsong abad samudera hindia untuk kemuliaan martabat manusia Jogja.
“Renaisans adalah kelahiran baru untuk menggali, mengangkat, melestarikan, merencanakan, mencita-citakan sebuah nilai-nilai luhur yang dahulu kala pernah ada. Kemudian hal itu di bangkitkan dijaman kekinian, dimana ruh dan konsep dasarnya adalah kearifan lokal yang dibawa ke dunia global dan dicita-citakan dalam tata kelola kawasan secara futuristik serta holistik,” kata inisiator ‘Indonesia Rumah Kita Bersama’, komunitas seniman dan budayawan lintas iman.
Menurut Supriyanto, Gilang Lipuro merupakan cikal bakal lahirnya Mataram baru ketika Panembahan Senopati mendapatkan ‘wahyu kraton lintang Johar’ sampai berdiri kraton Mataram di Kota Gede, Kerto, dan Pleret. Fakta sejarah tersebut, kata dia, membuktikan bahwa Gilang Lipuro merupakan pusat peradaban Mataram baik jaman Mataram kuno, Mataram Islam, sampai sekarang.
“Sejarah dari Wanabaya, Wanalipuro, Wanadoro, Wanakrama, Wanalelo, Wanatingal, Wonosari, Wonosobo sampai Bhumi Atala Dwipa di sebelah Selatan belahan dunia, di bawah garis katulistiwa dan di bawah angin tempat mahluk api dan cahaya tempat jatuhnya batu asteroit, serta terdapatnya aliran sungai bawah sehingga menjadikan tanah yang subur makmur gemah areripah loh jinawi karta raharjo. Semuanya itu ada di Bantul,” tukasnya.
Dikatakan Supriyanto, monumen renaisans peradaban baru bumi Mataram Yogyakarta, sudah selayaknya dibangun di petilasan Selo Gilang Lipuro . Untuk mewujudkan visi Gubernur DIY 2017-2022 dari Bantul, kata dia, rencananya akan diawali dengan konservasi kawasan Petilasan Selo Gilanglipuro,
“Telah dirancang kawasan wisata spiritual yang bersinergi dengan tetangga desa untuk dibentuk kawasan Palpabang, Sumbermulyo, Gilangharjo (PSG) menjadi Grand Village Center Lipuro,” kata Supriyanto yang juga bagian dari Tim Bhumi Atala Dwipa, sebuah wadah professional yang concern dalam bidang pembangunan ekonomi dan kebudayaan.
Rancangan kawasan tersebut, kata dia, selaras dengan kebijakan Sri Sultan HB X yang akan menghidupkan kembali Stasiun Palbapang yang ke depan bisa menjadi Pintu Gerbang Peradaban Baru Mataram. Stasiun tersebut, kata Supriyanto, akan bersinergi dengan Sumber Mulyo sebagai destinasi wisata religi Candi HKTY Ganjuran, serta Gilangharjo dengan Petilasan Selo Gilang Lipuro.
“Gagasan konservasi serta rencana pembangunan Petilasan Selo Gilang telah disampaikan kepada GKR Mangkubumi dan akan segera akan dilakukan kajian yang lebih mendalam bersama dengan Tepas Panitropuro. Selain itu, me-renasisans peradaban harus dari dua sisi tenjibel dan intenjibel. Tenjibel dilakukan dengan cara masyarakat menggali potensi lokal dengan pengembangan agri kultur maritim, seni, tani, dan kelautan,” ujarnya.
Sekadar informasi, dialog kebudayaan juga menghadirkan narasumber Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Drs.H.Umar Priyono, M.Pd; Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Bantul H. Sunarto, SH, MM; dan Komandan Kodim Kabupaten Bantul Let.Kol. Agus Widianto. Hadir juga dari Kraton mewakili Tepas Panitropuro KRT. Kintoko dan Lurah Desa Gilangharjo Drs. H. Pardiyono.
Selain Dialog Budaya Festival Gilang Lipuro diisi dengan pementasa sholawat Jawa Esti Manunggal, tari kreasi baru, tari Gedruk dari Sanggar Bongsren, Gejok Lesung dari Satrio Gilang dan ditutup dengan Sendratari Tumuruning Wahyu Mataram “Lintang Johar” oleh Sekar Budaya Budaya Karang Taruna Desa Gilangharjo. (rd)
Redaktur: Ja’faruddin AS.