YOGYAKARTA – Hasil penelitian tentang revitalisasi atau penataan Kawasan Alun-Alun Utara Kraton Yogyakarta oleh pemerhati kebijakan dan pemerintahan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Ristiyan Widiaswati, S.I.P, M.P.A, akan dibukukan.
Hal tersebut dikemukakan Ristiyan saat menggelar talk hhow di Ruang Sidang A lantai 5 Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, Rabu (25/04/2018).
Menurut Ristiyan, talk show mendiskusikan praktik keterlibatan kelompok masyarakat dalam penataan kembali Alun-Alun Utara sejak disahkannya Undang-Undang No 13 Tahun 2013 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Ristiyan menjelaskan, hal yang menarik dari penataan Alun-Alun Utara Yogyakarta adalah peran yang dominan dari Forum Komunikasi Kawasan Alun-Alun Utara (FKKAU) yang justru efektif dan mendapat dukungan basis massa masyarakat yang kuat,
“Padahal sebelumnya kekuatan birokrasi atau pemerintah tidak ada yang mempu melakukan revitalisasi seperti yang dilakukan ketika melibatkan FKKAU. Ini menjadi menarik, karena tentu saja ada hal-hal yang belum banyak diketahui publik dan sepertinya hal ini hanya ada di Yogyakarta,” ungkapnya dalam talk show yang dimoderatori Muhammad, S.I.P, M.P.A, peneliti di Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM.
Ristiyan menguraikan, penelitiannya mengungkap fakta-fakta dan analisa di balik revitalisasi Alun-Alun Utara dan implikasinya terhadap kebijakan publik di DIY.
Secara garis besar Ristiyan memaparkan, keterlibatan FKKAU dalam proses revitalisasi Alun-Alun Utara menunjukkan adanya sebuah kekuatan di luar pemerintahan formal yang memiliki pengaruh yang dominan, bahkan melebihi pemerintahan formal. Namun demikian, kata dia, keberadaan FKKAU ternyata dibutuhkan dan didukung masyarakat serta pemerintahan formal.
Masih menurut Ristiyan, peran FKKAU dalam penataan Alun-Alun Utara, selain memperelok kawasan karena bebas dari Pedagang Kaki Lima (PKL) serta parkir yang tidak tertib di dalam Alun-Alun, juga berimplikasi pada munculnya inovasi lapangan pekerjaan di sekeliling Alun-Alun utara. Beberapa hal ituklah yang menjadikan FKKAU memiliki pengaruh layaknya lembaga pemerintahan yang formal,
“Bisnis-bisnis yang berkembang di kawasan Alun-Alun Utara paska penataan diantaranya meliputi; pertama, perparkiran, perdagangan dan jasa pengamanan kawasan yang merupakan pelayanan jasa publik menyangkut pekerjaan dan usaha. Kedua, penyelenggaraan shuttle wisata jeron benteng (Si Thole) menyangkut penyediaan barang publik dan jasa publik dalam bidang perhubungan dan pariwisata,” urai Ristiyan.
Kendati mengakui keberadaan FKKAU mengandung nilai positif, namun Ristiyan mengkritisi beberapa persoalan baru yang kerap muncul, baik di dalam maupun di luar Alun-Alun Utara yang menunjukkan jika pemerintahan formal kurang tegas dalam menyikapinya,
“Soal perparkiran misalnya, toh sampai sekarang masih ada parkir liar atau ‘nuthuk’ (melebihi tarif wajar,red) yang dikeluhkan masyarakat. Mereka terus ada karena memang tidak ada efek jera, sebab hanya dikenakan sanksi Tipiring (Tindak Pidana Ringan),” tukas alumni Magister Studi Kebijakan Sekolah Pascasarjana UGM ini.
Ia mengungkapkan, lebih rigid (lengkap) di luar dari yang ia paparkan dalam talk show, akan dituangkan dalam buku yang rencananya akan diterbitkan SKK UGM dalam waktu dekat. Di balik revitalisasi Alun-Alun Yogyakarta yang ternyata berimplikasi terhadap kebijakan publik hingga ke seluruh wilayah DIY, akan dikupas tuntas dalam bukunya tersebut.
Hadir dalam talkshow, Prof. Dr. Muhammad Muhadjir (Dosen Program Magister dan Doktor Studi kebijakan UGM), Sugiyanto Harjo Semangun, M.Si (Ketua Ikatan Keluarga Alumni LEMHANNAS/IKAL Komisariat DIY sekaligus mahasiswa Program Doktor Studi Kebijakan UGM) dan Mahasiswa PSKK UGM. (rd)
Redaktur: Ja’faruddin. AS