Kebutuhan Sarjana Teknik di Indonesia Masih Tinggi, FT UJB Siapkan Lulusan Berkompetensi

YOGYAKARTA – Kebutuhan sarjana teknik di Indonesia masih tinggi. Data Kementerian Riset dan Pendidikan Tingg hingga 2019 masih kekurangan 190.997 lulusan sarjana Taknik dan D3 dan tren kekurangan jumlah lulusan sarjana teknik akan terjadi setiap tahun mulai 2016.

Tahun 2016 kebutuhan tenaga kerja S1 Teknik  sebanyak 34.981 dan D3 55.855, sementara ketersediaan  S1 Teknik hanya 17.092 dan D3 sejumlah 5.046.

Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral Daerah Istimewa Yogyakarta (PUP-ESDM DIY), Muhammad Mansur, S.T., M.Si dalam Kuliah Umum Fakultas Teknik Universitas Jana Badra (FT- UJB) Yogyakarta Semester Gasal 2018/2019 di Auditorium KPH . Poerwokoesoemo, Rabu (19/09/2018).

Menurut Mansur, tahun 2018 diprediksi kebutuhan S1 Teknik sebanyak 87.753 dan D3 144.086, sementara ketersediaan jumlahnya begitu timpang, yakni untuk S1 hanya 19.454 dan D3  sebanyak 5.176,

“Pada tahun 2019 akan dibutuhkan sekitar 190 ribu sarjana baik S1 dan D3 sementara ketersediaannya ada  20.635 untuk S1 dan D3 hanya 5,242 orang,” ungkap Mansur dalam kuliah umum bertema, Kebutuhan Sarjana Teknik dalam Dunia Kerja.

Untuk wilayah DIY sendiri, kata Mansur, hanya terdapat 1.637 tenaga ahli, 4.080 tenaga terampil, dengan total yang sudah bersertifikat sebanyak 5.717. Sementara jumlah TKK menurut data BPS 2017 sebanyak 153.306 dan baru 3.37 persen yang bersertifikat,

“Ini artinya ada peluang bagi sarja-sarjana lulusan Fakultas Teknik Universitas Janabadra untuk mengisi kekurangan yang ada,” ujar Mansur yang juga alumni FT – UJB tahun

Meski demikian, Mansur mennyebut, kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM) konstruksi masih belum kompetitif. Hal itu , kata dia, selaras dengan informasi Persatuan Insinyur Indonesia yang menyebutkan minimnya sarjana teknik yang meneruskan karirnya di bidang keteknikan,

“Pada 2016 lalu, hanya ada 750.000 insinyur di Indonesia. Itu pun hanya 40 persen atau sekitar 300.000 insinyur yang bekerja sesuai keahliannya. Angka 300.000 tersebut pun harus dikritisi lebih lanjut. Seberapa banyak insinyur milenial (berusia di bawah 30 tahun) di dalam kelompok tersebut? Sebuah pertanyaan besar tanpa jawaban yang jelas. Harapannya sarja FT UJB ini akan menjadi insinyur-insinyur milenial,” ujarnya.

“Seorang sarjana Teknik jangan hanya dibelakang meja, Percaya diri dan harus mencari pengalaman dibidangnya, Terjun diprojek infrastruktur baik yang hard maupun yg soft infrastruktur  seperti yang digaungkan Presiden Jokowi,” pesannya kepada sedikitnya 150 mahasiswa yang hadir.

Selain Mansur, hadir sebagai dosen tamu Ketua Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (Inkindo) Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Imam Hartawan, S.T., M.T.

Imam menyampaikan bahwa Anggaran Pembangunan Infrastruktur pemerintah dari tahun ke tahun semakin meningkat, hal itu dapat dilihat dari pertumbuhan alokasi APBN di bidang infrastruktur yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2018, kata dia, pemerintah menganggarkan sebesar Rp 410,4 Triliun. Aanggaran tersebut disalurkan melalui  Kementerian PUPR sebesar Rp 104,7 triliun, Kementerian Perhubungan Rp 44,2 triliun, Dana Alokasi Khusus Rp 33,9 triliun dan Investasi Pemerintah Rp 41,5 triliun,

“Hal ini akan berdampak pada semakin meningkatnya kebutuhan sarjana teknik di Indonesia,” tukasnya.

Menurut Imam, Perbandingan jumlah insinyur/1 juta penduduk beberapa negara, Indonesia masih yang terendah. Di sisi lain, kata dia, jumlah Sarjana Teknik yang dihasilkan oleh perguruan tinggi lebih sedikit dari kebutuhan, sehingga diperkirakan menurut proyeksi PII pada periode 2015-2025 akan mengalami kekurangan insinyur 10.000/tahun , yang  akan diisi oleh insinyur asing,

“Solusinya antara lain perlu dilakukan percepatan sertifikasi tenaga ahli untuk memenuhi kebutuhan tenaga ahli di bidang konstruksi. Perlu ada kerjasama sinergis antara industri dengan perguruan tingggi, sehingga produk perguruan tinggi bisa langsung diserap oleh industri konstruksi. Diperlukan jiwa kewirausahaan (entrepreunership) jika ingin mendirikan perusahaan konsultan, dimana modal utamanya adalah SDM professional,” kata Imam yang juga alumni FT UJB.

Solusi lainnya, imbuh imam, diperlukan networking karena perusahaan konsultan tidak mungkin memiliki jumlah tenaga tetap yang banyak, karena demandnya yang berfluktuasi. Sementara untuk jenis profesi jasa Konsultansi yang perlu dioptimalkan antara Konsultan Perencana, Supervisi, Manajamen Konstruksi. Sedangkan untuk jasa Konstruksi adalah Kontraktor Pelaksana, Kontraktor Terintegrasi (Design and Build),

“Mudah-mudahan FT UJB Ini akan mencetak SDM Profesional,” harap Imam.

Sementara itu Dekan FT-UJB, Titiek Widyasari, S.T., M.T. mengatakan selain kuliah umum dengan menghadirkan stakeholder dari pemerintah maupun swasta, FT UJB hari ini juga melakukan penandatangan MoU dengan Ikatan Nasional Ahli Tenaga Konsultan Indonesia (Intakindo) DIY, dilanjutkan dengan pertemuan alumni  FT.UJB,

“Kegiatan ini bertujuan untuk memotivasi mahasiswa sekaligus meminta masukan dari stake holder dan alumni untuk diminta partisipasinya dalam pemberdayaan FT – UJB, terutama untuk sarjana-sarjana dari FT UJB ini untuk memasuki dunia kerja,” katanya didampingi Wakil Dekan, Dr. Mochamad Syamsiro, S.T., M.T.

Menurut Titiek, meski belum ada pendataan khusus, namun lulusan FT UJB selama ini sudah memasuki dunia kerja, baik di pemerintahan atau swasta. Namun demikian, FT UJB terus mengoptimalisasi peningkatan SDM,

“Luluisan FT UJB kami persiapkan untuk memiliki daya saing. Karena diera persaingan global ini, kita dituntut untuk bisa berkompetisi, tentunya dengan lulusan FT UJB yang unggul, diharapkan bisa menghadapi persaingan,” harapnya.

Kuliah umum dihadiri  Rektor UJB, Dr. Ir. Edy Sriyono, M.T.dan sejumlah alumni FT UJB. (rd)

Redaktur: Ja’faruddin AS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com