BENGKULU – Paska aksi demonstrasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di depan Gedung DPRD Provinsi Bengkulu Selasa (18/09/2018) yang berakhir ricuh, sebanyak 24 pendemo yang ditahan Polres Bengkulu akhirnya dilepas secara bergantian hingga Rabu (20/09/2018) subuh (dini hari).
Kapolda Bengkulu, Brigjen Pol Coki Manurung mengungkapkan meski sudah membebaskan para demonstran, namun demikian Polisi masih memberlakukan wajib lapor dan akan melanjutkan perkara dugaan penganiayaan dan pengrusakan yang dilakukan para pendemo. Kepada 11 orang bahkan ia mengancam akan memproses hukum hingga pengadilan,
“Kita akan tetap ajukan berkas perkaranya ke pengadilan, biar pengadilan yang menentukan, salah apa nggak dia. Kita ingin mengajari ini adalah undang-undang dan Negara hukum jangan semaunya memaksakan kehendak,” ujarnya kepada wartawan di Bengkulu, kemarin.
Coki juga membantah pihaknya menembak para pendemo. Bahkan ia menyatakan pihak dari kepolisian lebih banyak yang menjadi korban. Namun Coki tidak menyebut berapa personel dan kondisinya separah apa dan di rawat di rumah sakit mana. Selain itu, ia menyebut korban materi kepolisian berupa empat mobil polisi yang dirusak dan meminta HMI mengganti rugi,
“Justru polisinya yang paling banyak jadi korban, tapi biasa polisi itu. Mereka melempari dan merusak mobil polisi, ya silakan HMI harus mengganti dong, mobil polisi yang rusak, kalau memang mereka bertanggungjawab lho ya,” ketusnya.
Direktur Reskrim Umum Polda Bengkulu, Kombes Pol Pudyo Haryono menambahkan, tidak ada jalan mediasi dalam proses hukum para demonstran yang dituding melakukan pengrusakan dan penganiayaan,
“Saya tidak mengenal seperti itu (mediasi, red) yang terpenting kita penyidik profesional saja,” katanya sembari menambahkan 11 orang bisa saja menjadi tersangka dalam pengembangan penyidikan,
“Karena memang ada peristiwa ya, ada akibat, ada perbuatan” tandasnya.
Menanggapi pernyataan pihak Polda Riau, HMI dan KAHMI Bengkulu dengan didukung PB HMI dan MN KAHMI menyatakan tidak gentar. Dalam keterangan resmi Rabu (19/09/2018), HMI dan KAHMI Bengkulu menegaskan jika kemerdekaan menyatakan pendapat yang menjadi hak masyarakat dan dijamin dalam hukum tertinggi di republik ini telah diciderai tindakan represif aparat kepolisian Bengkulu.
Dalam rilis tersebut juga disebutkan secara rinci kader-kader HMI yang korban terkena tembakan gas airmata, sekaligus mengklarifikasi pernyataan Coki yang menyebut banyak korban di polisi tanpa data.
Dalam aksi yang mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat kecil tersebut, belasan kader HMI dinyatakan mengalami luka-luka, dari ringan hingga berat akibat ditarik dan diinjak-injak kemudian diseret dan ditarik rambutnya. Diantaranya, Noven (Kader Komisaiat IAIN), Priska (Kader Komisariat Ekonomi UNIB), Dede Irawan (kader Komisariat FKIP UNIB), Kholid (Korlap 1) dan M. Priatno (Presidium KAHMI Bengkulu).
“Lebih dari 3 (kali) tembakan (gas air mata) menimbulkan korban, yang langsung dilarikan ke rumah sakit (Zelig Ilham Hamka, Komisariat Hukum) disusul dengan Unu, Komisariat Dehasen yang kritis, dibawa kerumah sakit,” sebagaimana dikutip dari keterangan resmi yang diedarkan ke media massa.
“Kami sangat geram melihat tindakan aparat yang digaji atas uang rakyat yang menampakkan ketidakprofesionalan dalam mengawal penyampaian aspirasi mahasiswa. Namun saat ini akan kami buktikan bahwa kami tidak tidur, bahwa kami tidak akan tinggal diam, kita akan tetap hidup, bahkan tumbuh lebih baik dari yang mereka pikirkan dan ingat gerakkan Mahasiswa tidak akan pernah padam,” kecam HMI dan KAHMI Bengkulu dalam pers rilis.
Majelis Nasional (MN) KAHMI sebelumnya sudah menegaskan Dalam nota kecaman MN KAHMI yang ditandatangani Korpres MN KAHMI Prof Dr Siti Zuhro dan Sekjen KAHMI Manimbang Kahariady tertanggal 19 September 2018. Pernyataan tersebut hingga, Kamis (19/09/2018) belum dicabut.
MN KAHMI memberikan perlindungan hukum kepada mahasiswa dan presidium KAHMI Bengkulu yang menjadi korban aksi kekerasan oleh polisi dalam demonstrasi tersebut.
“MN KAHMI Mengutuk keras cara aparat Kepolisian menggunakan kekerasan dalam menangani demonstrasi yang dilakukan oleh HMI yang dilakukan aparat Kepolisian di luar batas prosedur yang semestinya,” kutip nota kecaman MN KAHMI yang disebar ke berbagai media massa, Rabu (19/08/2018).
Selain itu, dari Pengurus Besar (PB) HMI sendiri sudah menyiapkan tim untuk melaporkan oknum polisi yang melakukan tindakan refpresif ke Propam Mabes Polri, Kompolnas, dan Komnas HAM,
“Kami tetap akan menuntut keadilan, atas tindakan represif Polisi di Bengkulu,” tegas Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Pengurus Besar (PB) HMI Aan Julianda, belum lama ini. (kt1)
Redaktur: Faisal