Pendidikan Tinggi Dituntut Perannya Jadikan Desa Sebagai Subjek Diera Revolusi Industri

YOGYAKARTA – Saat ini masyarakat desa dihadapkan pada tantangan revolusi industri, dimana masyarakatnya akan menjadi objek ekploitasi masyarakat lain di luar desa, jika tidak bisa mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki.

Hal itu disampaikan Prof. Dr. Susetiawan, SU dalam pidato dies natalis Ke 53 Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa ‘APMD’ (STPMD APMD), Jumat (16/11/2018) di Kampus STPMD, Jalan Timoho, Yogyakarta.

Menurut Prof.  Susetiawan revolusi industry menunjuk perubahan cara produksi, hal itu harus dilakukan untuk merespon perkembangan dan kebutuhan penduduk,

“Oleh karena itu kebutuhan materi yang dibutuhkan oleh penduduk tidak bisa dipertahankan dengan cara lama . Cara berproduksi lama harus diganti secara total dengan cara baru mulai dari sistem pengelolaan, alat-alat sampai dengan sumber daya manusia,” tuturnya.

Dengan revolusi industri yang semakin berkembang, kata Prof. Susetiawan, desa dan masyarakatnya dapat menjadi objek orang lain yang mengetahui dengan detil informasi di dalamnya. Akan tetapi, kata dia, jika masyarakat desa memiliki rancangan ke depan tentang desa yang dicita-citakan mereka akan menjadi subjek yang menentukan, tidak mudah dieksploitasi orang lain karena paham tentang arah yang dicita-citakan,

“Oleh karena itu, konsep social and economic development seperti apa yang mereka cita-citakan ini menjadi sangat penting sebagai arah membangun desa. Dengan demikian desa akan memiliki kekuatan politik untuk menjaga eksistensi kemandirian desa. Di sinilah peran STPMD AMD diperlukan,” ungkapnya.

Terkait bagaimana peran Pendidikan Tinggi, khususnya STPMD APMD, Prof.  Susetiawan, mengungkapkan, pendidikan tinggi saat ini harus mencetak mahasiswa yang memiliki skil dan kompetensi khusus sehingga mampu mengembangkan Desa-Desa sesuai era revolusi industri saat ini.

Menurutnya, pendidikan di kelas sudah out of date,

“Mendengarkan kuliah bisa dimana saja dengan perkembangan teknologi dari revolusi indusri, demikian juga pemberi materi tidak harus di ruang kelas, tetapi di tempat sumber informasi berada,” ujar akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) ini.

Namun demikian Prof.  Susetiawan menekankan, penelitian mendalam tentang desa tidak mungkin dilakukan dengan duduk manis, tetapi bersama-sama dilakukan dengan masyarakat desa, sementara hasilnya bisa disampaikan kepada mahasiswa lewat proses pembelajaran online.

“Sedangkan untuk pengabdian kepada masyarakat, perguruan tinggi bisa menyediakan fasilitas konsultasi online, membuka berbagai sumber informasi yang dibutuhkan oleh desa, tanpa mereka harus datang ke perguruan tinggi tersebut,” imbuh Prof.  Susetiawan. (kt1)

Redaktur: Ja’faruddin.AS

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com