YOGYAKARTA – Paralakon, grup yang menggabungkan musik, seni dan audiovisual merilis duo single sekaligalus ‘Menari Ja’i dan ‘Kupang’ di Yogyakarta, Minggu (02/06/2019).
Paralakon yang beranggotakan empat personel. Mereka asalah Danang Pamungkas alias D Getso (vokalis). Pria asal Bantul ini sekaligus penulis lirik lagu.
Kemudian ada Ardie Boy (aranjer), Jati Biru (drumer) sekaligus penggiat acara konser musik dan pengelola studio. Terakhir Bagus Satatagama, (sinematografer).
Danang Pamungkas mengatakan, Paralakon yang diisi beragam background ini, karya yang dihasilkan memiliki karakter yang kuat dan beragam. Menurutnya karya yang dihasilkan tidak lepas dari tema alam, manusia dan budaya.
Dia menjelaskan, dalam single Menari Ja’i ini tidak hanya menampilkan gugusan pulau dengan keindahan alam Danau Kelimutu atau Pulau Padar maupun eksotisme komodo sebagai warisan fauna purba.
“Dalam video klip juga juga menawarkan tradisi luhur yang terlahir dari kebiasaan turun temurun para tetua dan pemangku adat,” katanya usai merilis karya terbarunya.
Danang mengungkapkan, Menari Ja’i sebagai lagu mengandung ajakan untuk menyampaikan syukur tentang apa yang boleh didapatkan dan dinikmati oleh manusia,
“Konsepnya sederhana, bagaimana alam bisa menghidupi serta filosofi agar setiap pribadi dapat menjadi lebih baik,” ujarnya.
Menari Ja’i, kata dia, juga merupakan tarian yang terlahir dari pengalaman sederhana,
“Tarian ini tentang bagaimana menyampaikan syukur pada Sang Ilahi melalui tarian tradisi,” imbuhnya.
Bagus Satatagama menambahkan, pada penyampaiannya, Menari Ja’i memadukan musik yang bernuansa etnik. Visualisasinya memadukan berbagai kekayaan tradisi maupun keindahan alam di Flores.
Dalam tarian itu, kata dia, Kampung Wae Rebo dan masyarakatnya mewakili bentuk kehidupan sederhana,
“Namun secara spiritual sarat dengan makna bagaimana alam harus diperlakukan dan dihargai dengan baik,” tukasnya.
Menurutnya, apa yang ditradisikan dalam menjaga kearifan lokal patut dicontoh. Hewan komodo, misalnya yang merupakan hewan purba adalah bukti tradisi turun temurun manusia menjaga alam,
“Sampai kini keindahan alam dan komodo tetap lestari dan bisa dinikmati,” ungkapnya.
Karya empat sekawan ini bisa diakses melalui channel YouTube. (kt3)
Redaktur: Hamzah