Menyoal Problematika Finansial Pemuda Milenial

Oleh: Silfiana Nur Indah Sari*

 Beri aku 1.000 orangtua, nicsaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia. – Soekarno. Masa depan Bangsa Indonesia sangatlah ditentukan oleh para generasi muda, sebegitu istimewanya kaum muda hingga bangsa menaruh banyak harapan. kemerdekaan Indonesiapun tidak luput dari kaum pemuda, hingga dikenangnya sebagai hari sumpah pemuda setiap tanggal 28 Oktober. Memperingati hari sumpah pemuda yang setiap tahun larut memeriahkan menjadi motivasi pemuda masa kini untuk lebih merdeka.

Kata merdeka identik dengan arti keleluasaan bergerak, ataupun kebebasan menentukan masa depan. Dan pemuda adalah individu yang berada pada tahap yang dinamis, sehingga fase ini dikatakan sebagai usia yang produktif untuk melakukan berbagai bentuk kegiatan, baik belajar, bekerja, dan lain sebagainya, yang hal tersebut bisa menuju keperubahan yang lebih baik. Dari pengertian kata di atas mengenai merdeka dan pemuda, bahwa pemuda memiliki kebebasan dalam menentukan masa depannya agar menuju keperubahan yang lebih baik. Lalu hal apa yang harus dilakukan pemuda untuk menuju keperubahan yang baik? memerdekakan diri sendiri dari rasa malas, merdeka dari kebodohan, dan memerdekaan diri dari segi finansial.

Kondisi finansial ibarat bahan bakar bagi kendaraan yang kita pakai untuk meraih kemerdekaan, dan biasanya hal tersebut menjadi kekhawatiran terbesar mengenai cukup tidaknya persediaan bahan bakar yang dimiliki untuk sampai tujuan. Setelah generasi baby boomer dan generasi X, kini giliran generasi Y atau yang lebih ngetrennya generasi milenial atau pemuda milenial. Meskipun sekarang merupakan era bagi generasi Z. Namun, generasi milenial yang dianggap akan menentukan wajah Indonesia ke depannya bahkan dunia. Hal ini dikarenakan generasi milenial lebih terkenal dengan generasi banyak mengeluarkan uang untuk hal-hal yang bersifat konsumtif jangka pendek, seperti makan, beli pakaian, jalan-jalan, dibandingkan yang bersifat jangka panjang.

Ada anggapan bahwa setiap orang harus bisa memenuhi tiga kebutuhan pokok yaitu, sandang, pangan, dan papan. Tiga kebutuhan pokok tersebut menjadi indikator (patokan) seseorang dikatakan mapan. Namun, sekarang anggapan itu agak tergeser, khususnya dalam generasi milenial, karena mereka berfikir kebutuhan pokok saat ini hanya mencakup tiga hal di atas saja yang membuat hasil dari bekerja, mereka gunakan untuk memenuhi keinginan mereka. Memang tidak ada yang salah memenuhi gaya hidup semacam itu, tapi pola pikir seperti hanya memenuhi kebutuhan jangka pendek memunculkan anggapan milenial tidak pernah berfikir mengenai perencanaan keuangan.

Dari survei “The Future of Money” yang dilakukan atas kerjasama perusahaan Luno dengan Dalia Reseach pada 17 Mei – 7 Juli 2019. “sekitar 69% generasi milenial Indonesia tidak memiliki strategi investasi”. Kata David Low, General Manager Asia Tenggara Luno. Walaupun sebagaian besar milenial sudah menetapkan anggaran bulanan dan disiplin menjalannkannya. Mereka tidak menggunakan uangnya untuk berinvestasi. Jika terus bertahan dengan manajemen keuangan yang berantakan, masihkah ada harapan bagi generasi milenial Indonesia untuk mencapai kemerdekaan finansial?

Sebagai generasi milenial harus yakin masih ada banyak harapan untuk mewujudkan kemerdekaan finansial. Walaupun generasi milenial dianggap boros, yang hanya berfikir sesaat, ibarat dua pisau mereka seperti dua mata pisau, disalah satu sisi milenia mampu menciptakan peluang bisnis, tapi disisi lain mereka juga punya kelemahan dalam memanfaatkan hasil yang mereka dapatkan secara berlebihan.

Di usia 20-an kebanyakan milenial belum sampai pada pemikiran untuk merencanakan keuangan mereka, karena itu, sebaiknya pola pikir yang ada harus diubah. Prinsipnya di masa muda milenial harus sebanyak mungkin menabur benih untuk dituai di kemudia hari. Bagi sebagian orang tua nuga selalu berfikiran jika anaknya belum cukup umur untuk bekerja, belum cukup umur untuk brtanggung jawab terhadap finansialnya, sehingga pemikiran tersebut berlanjut kepada anaknya yang mulai remaja hingga menuju dewasa masih berpangku tangan kepada orangtua, orangtua sering beranggapan bahwa dirinya masih mampu untuk membiayai segala kebutuhan anak-anaknya yang akibatnya membuat mereka semakin menyepelekan tanggung jawab untuk belajar bekerja terbebas finansial.

Mengenai Ridho Allah berarti ridho orangtua, hal tersebut membuat segala perkataan orangtua keanak-anaknya sering dipatuhi, termasuk larangan berkerja, hal tersebut benar-benar dilaksanakan kebanyakan pemuda sekarang. Tidak bermaksud mengajarkan menjadi pemuda pembangkang terhadap orangtua, akan tetapi orangtua mana yang tidak bangga ketika melihat anaknya berhasil dalam finansial. Boleh mengikuti perintah orangtua. Tetapi sebagai manusia yang memiliki akal fikiran dan hati membuat keputusan yang seharusnya lebih berhati-hati sesuai kedua hal tersebut fikiran dan hati.

Mengenai pergaulan milenial sekarang lebih mempercayai teman sepergaulannya ketimbang keluarga, jadi pandai mencari teman yang bisa memberikan dampak positif untuk ke depannya. Rasa malas bisa ditularkan oleh orang-orang yang ada di sekitar kita yang juga pemalas, apalagi gaya hidup dan lain-lain. Pergaulan sangat mempengaruhi kehidupan milenial selanjutnya, karena rasa gengsi milenial bisa melakukan apapun agar ternilai sama dengan teman yang lain dan agar kehadirannya diakui.

Oleh karena itu, untuk pemuda milenial masih ada banyak waktu agar menjadi milenial yang mandiri, bebas dan merdeka dari finansial. Pada dewasa ini banyak prestasi yang ditorehkan melalui aktivitas-aktivas positif seperti sosial media yang mereka gunakan untuk berbisnis, menjadi motivator dengan vidio ataupun kata-kata yang bijak hingga membuat orang lain termotivasi, dan pada saat ini yang sedang digemari para kaula muda yaitu menjadi youtuber. Dari aktivitas di sosial media yang anak muda geluti tersebut menjadi peluang besar untuk mereka terbebas segi finansial mendapat gaji dari hobi.

Semua hebat dengan keahlian masing-masing, intinya harus bisa memaksimalkan potensi. Jangan menjadikan finansial faktor utama putus sekolah, jangan menjadikan faktor finansial menjadikan diri hina karea melakukan perilaku negatif, dan jangan gengsi hanya nuruti nafsi. Bijak-bijak menjadi milenial dengan tidak semakin menunda perubahan, lakukan yang saat ini bisa dilakukan. Bekerja dengan maksimal investasikan untuk menuju perubahan yang diinginkan, mengelola keuangan demi menghadapi situasi kebutuhan yang tidak terbatas ke depannya.(*)

*Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Walisongo

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com