Oleh: Dewi Novita Ningrum*
Saat ini kita hidup di zaman milenial. Kehidupan menjadi serba instan sehingga rasanya akan menjadi kolot, dan kuno jika masih percaya dengan doa-doa dan mantra. Dalam pikiran kita timbul keyakinan bahwa penyakit harus disembuhkan dengan obat atau medis, kedokteran. Kalau ada hama yang menyerang tanaman maka harus dibasmi dengan menggunakan pestisida.
Nah, disini kita harus lebih memahami makna dari pencegahan dan penyembuhan. Di zaman modernisasi ini yang ditawarkan adalah penyembuhan bukan pencegahan. Kita sering lupa bahwa pencegahan lebih baik daripada penyembuhan. Obat bagaimanapun juga adalah racun. Jika dikonsumsi sesuai dengan takaran ia akan membunuh penyakit, tapi jika dikonsumsi melebihi takaran maka manusialah yang akan terbunuh. Karena obat adalah racun.
Pestisida adalah zat yang beracun untuk membasmi hama. Kalau pemakaian dosisnya benar maka terbunuhlah hamanya dan risiko yang dialami manusianya akan kecil. Tapi, siapa yang bisa menjamim bahwa penggunaan pestisida sudah sesuai dengan takaran? Seringkali petani menyemprotkan pestisida melebihi takaran. Para petani berpikiran “Yang penting hamanya mati.” Bukan hanya hama yang akan mati, dengan dosis yang melebihi takaran akan mencemari lingkungan hidup.
Lalu, apakah kita harus kembali kepada cara-cara kuno dalam pengobatan, dan kita tingalkan penyembuhan secara medis? Apakah kita harus meninggalkan pemberantasan hama dengan penggunaan pestisida? Tentu saja jawabannya tidak. Kita tidak perlu kembali kepada cara-cara kuno, tetapi kita juga tidak boleh bergantung sepenuhnya pada medis. Seolah-olah kita di zaman sekarang ini tidak perlu takut dan khawatir terhadap sakit, karena setiap penyakit ada obatnya. Pola pikir yang seperti itu justru salah dan harus diubah. Sebaliknya, kita harus pandai-pandai menjaga kesehatan tubuh dan lingkungan kita agar penyakit maupun hama tidak menyerang. (*)
*Penulis adalah Mahasiswa Bimbingan Penyuluhan Islam. UIN Walisongo Semarang