Oleh: Yulia Mayasari*
Jaminan sosial terhadap setiap warga negara Indonesia telah ada sejak zaman penjajahan, yaitu pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Pada saat itu, pejaminan kesehatan baru diberikan kepada masyarakat sipil, sedangkan rakyat biasa belum mendapatkan sepenuhnya hak jamianan kesehatan. Namun, G.A Siwabessy yang menjabat sebagai perdana menteri pada saat itu, mengatakan bahwa beliau sangat yakin jika akan ada suatu masa dimana setiap orang mendapatkan jaminan kesehatan.
Menindak lanjuti gagasan yang diberikan oleh Menteri Kesehatan, pada tahun 1968 pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1 Tahun 1968. Berdasarkan Peraturan Menteri tersebut, berhasil didirikan Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK) yang megatur pemeliharaan kesehatan bagi pegawai negara dan penerima pensiun beserta keluarganya. Kemudian pada tahun 1984, pemerintah kembali mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 dan 23 Tahun 1984. Pada perpem ini BPDPK berubah menjadi badan di lingkungan BUMN yaitu Perum Husada Bhakti (PHB). Setelah itu, pada tahun 1992 PHB berubah lagi melalui Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 menjadi PT. Akses (Persero).
4. Aksero (Persero) menciptakan Program Jaminan Kesehatan Masyarakta Umum (PJKMU). PJKMU ini ditujukan pada masyarakat yang belum mendapatkan pelayanan Jamkesmas, Akses Sosial maupun Asuransi Swasta. Bentuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat semakin mengalami pekembangan. Dalam memenuhi hak setiap warga negara Indonesia, pemerintah memberikan jaminan kesehatan masyarakat berupa dihadirkannya BPJS. BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Sosial) hadir sejak 1 Januari 2014. Kemunculan BPJS ini secara langsung menjadi suatu hal yang favorit bagi masyarakat. Masyarakat berbondong-bondong mendaftarkan anggota keluarganya agar terdaftar sebagai peserta BPJS. Mereka berharap dengan adanya BPJS tersebut seluruh anggota keluarganya akan mendapat jaminan pelayanan kesehatan yang baik.,
BPJS hadir sebagai jaminan masyarakat di bidang kesehatan dari lima program dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Lima program SJSN sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 yaitu jaminan kesehatan, jaminan kerja, jaminan pensiun, jaminan hari tua dan jaminan kematian. Hadirnya BPJS ini telah meratakan hak seluruh warga negara Indonesia dibidang kesehatan, karena semua kalangan masyarakat dapat merasakan pelayanan kesehatan. BPJS mulai untuk di operasikan di lingkungan kesehatan untuk melayani masyarakat yaitu pada tanggal 1 Juli 2015.
Kondisi masyarakat setelah BPJS beroperasi
BPJS hadir ditengah-tengah masyarakat sebagai sarana untuk mendapatkan jaminan kesehatan sosial. Berdasarkan lansiran dari laman resmi BPJS menginformasikan bahwa dalam lima bulan terakhir jumlah peserta dari BPJS tanggal 1 September 2018 mencapai 201. 660.548 jiwa. Sedangkan pada tanggal 1 Februari 2019 peserta BPJS mencapai 217. 549.455 jiwa atau meningkat 15,8 juta dan setara dengan 7,8%. Dari angka tersebut menujukkan bahwa pengguna BPJS telah mencapai 81.8% dari total penduduk Indonesia yang jumlahnya sekitar 265 juta jiwa.
Dengan melihat bannyaknya angka penggunak BPJS oleh rakyat Indonesia menandakan bahwa, rakyat Indonesia sangat mendukung program pemerintah dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan. Adanya BPJS ini terjadi hubungan yang baik antara program pemerintah dengan masyarakat. Masyarakat terbantu dengan adanya BPJS, sedangkan pemerintah dapat melaksanakan apa yang seharusnya dilaksanakan dalam roda kepemerintahan. Namun seiring berjalanya waktu, kehadiran BPJS ini membuat masyarakat tidak nyaman bahkan melakukan penolakan terhadap keputusan pemerintah. Timbulnya keresahan pada masyarakat ini dikarenakan adanya berita bahwa dana pembayaran BPJS akan segera dinaikkan dalam waktu dekat.
Mengutip Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 pemerintah akan menaikkan iuran BPJS Kesehatan bagi seluruh kategori peserta. Baik Penerima Bantuan Miskin (BPI), Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta mandiri serta Peserta Penerima Upah (PPU) badan usaha swasta maupun PPU pemerintah. Adapun besarnya iuran BPJS Kesehatan untuk kelas I akan dinaikkan dari Rp. 80.000 menjadi Rp. 160.000 , kelas II dari Rp. 55.000 menjadi Rp. 110.000 dan kelas III dari Rp. 25.500 menjadi Rp. 42.000 perbulan.
Rencana pemerintah untuk menaikkan iuran BPJS akan dilaksanakan pada awal bulan Januari 2020. Kabar tersebut disambut dengan penolakan dari kalngan masyarakat. Seperti banyak diberitakan media massa belum lama ini, Masa Konferederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) melakukan demo di depan Kantor DPRD Provinsi Jambi, Senin(30/9/2019). Dengan membawa bener yang berisi penolakan terhadap rencana kenaikan iuran BPJS dikalangan masyarakat, masa mendesak agar pemerintah segera memperbaiki seluruh sistem pelayanan kesehatan.
Peristiwa tersebut dapat terjadi karena masyarakat menilai bahwa kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tidaklah sesuai dengan kondisi yang ada. Seharusnya kehadiran BPJS dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Namun, pemerintah malah menaikkan iuran BPJS dalam waktu dekat ini, sedangkan kondisi perekonomian masyarakat belum stabil. Selain itu, pelayanan yang selama ini di dapat oleh masyarkat terhadap pelayan kesehatan belumlah maksimal. Walaupun mereka telah membayar iuran BPJS tepat waktu, pada kenyataanya ketika sedang membutuhkan pelayanan di Rumah Sakit, mereka mendapatkan pelayan yang tertunda-tunda. Para pelayan kesehatan lebih mendahulukan para pemberi bayaran langsung untuk segera ditangani. Sehingga masyarakat sangat kecewa setelah mendengar rencana kebijakan pemerintah yang baru.
Faktanya dari fenomena tersebut, terlihat bahwa naiknya BPJS menimbulkan dampak yang negatif. Namun, masih ada solusi yang dapat kita lakukan terhadap dampak dari kenaikan iuran BPJS tersebut, yaitu dengan kembali menyetabilkan iuran BPJS. Menyetabilkan iuran BPJS seperti semula akan menjadikan rakyat tidak terbebani. (*)
*Penulis adalah Mahasiswi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang