Imbas Ditundanya Pemilihan Serentak 2020

Oleh: Fadil Akbar*

Pemilihan diselenggarakan oleh jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Sebagai pelaksana, KPU akan selalu diawasi oleh Bawaslu. Namun kedua lembaga penyelenggara tersebut tidak lepas dari aturan kode etik, maka dalam hal ini DKPP dibentuk untuk menangani pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu. Pemilihan diadakan setiap lima tahun sekali oleh provinsi maupun kabupaten/kota yang disesuaikan dengan masa jabatan kepala daerahnya masing-masing. Apabila disesuaikan dengan berakhirnya masa jabatan kepala daerah terkait, maka Pemilihan terdekat akan serentak dilaksanakan pada tahun 2020 ini. Namun bagaimana jika terdapat suatu kondisi dengan status Bencana Nasional di tengah persiapan Pemilihan Serentak 2020?

Pemilihan Ditunda

Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 16 Tahun 2019, Pemilihan Serentak 2020 dijadwalkan akan diselenggarakan pada tanggal 23 September 2020. Akan tetapi di tengah persiapan Pemilihan serentak 2020, Pemerintah menetapkan kondisi negara dalam status bencana nasional pada tanggal 14 Maret 2020 akibat penyebaran virus corona (Covid-19). Hal ini kemudian mendorong Pemerintah untuk membuat himbauan social distancing (jarak sosial) yang pada akhirnya diubah menjadi physical distancing (menjaga jarak fisik).

Apa yang dilakukan oleh Penyelenggara Pemilihan dengan munculnya kebijakan tersebut di tengah persiapan Pemilihan 2020 yang sedang berjalan? Sebagai langkah-langkah pencegahan untuk meminimalisir penyebaran Covid-19 ternyata KPU segera meresponnya dengan mengeluarkan Keputusan Nomor: 179/PL.02-Kpt/01/KPU/III/2020 pada tanggal 21 Maret 2020 tentang Penundaan Tahapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wall Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2020. Selanjutnya Bawaslu pada tanggal 24 Maret 2020 mengeluarkan SE Nomor: 025UK.BAWASLUIPM.00.0013/2020 tentang Pengawasan Penundaan Tahapan Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota dalam Upaya Pencegahan Penyebaran Covid-19.

Hanya saja perlu diperhatikan, bahwa selama masa penundaan tahapan ini para anggota Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilihan tidak diberikan honor. Tentu ini menjadi konsekuensi logis atas ditundanya ketugasan. Permasalahan muncul ketika lamanya penundaan hingga saat ini belum ada kejelasan. Diharapkan Pemerintah segera ada kepastian dan selalu peduli dengan kesejahteraannya. Jangan sampai salah satu ujung tombak dari suksesnya Pemilihan ini tidak tersentuh perhatian di tengah lesunya perekonomian saat pandemi.

Rencana Relokasi Dana Pemilihan

Tak lama berselang, pada tanggal 30 Maret 2020 Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), KPU, Bawaslu, dan DKPP guna membahas Pemilihan Serentak 2020. Hasil RDP tersebut ternyata juga sepakat untuk menunda tahapan Pemilihan serentak 2020 karena wabah virus corona. Namun waktu batas waktu ditundanya Pemilihan masih belum ada kesepakatan.

Di sisi lain, kesepakatan bersama penundaan ini dapat diartikan adanya upaya kepedulian terhadap masyarakat di tengah wabah virus corona. Terlebih di dalam salah satu kesimpulan hasil RDP tersebut telah meminta kepada para kepala daerah terkait untuk merelokasi dana Pemilihan yang belum terpakai guna penanganan wabah virus corona di daerahnya. Terhadap hal ini, DKPP bisa mengingatkan Pemerintah untuk membuat aturan yang jelas terkait pengembalian dana hibah oleh Penyelenggara Pemilihan kepada kepala daerah terkait. Semoga dengan dukungan relokasi dana Pemilihan ini dapat membantu secara signifikan upaya penanggulangan wabah virus corona.

Dibutuhkan Perppu

KPU harus memiliki skenario tahapan baru terkait waktu penundaan Pemilihan. Apakah mungkin Pemilihan masih bisa diaksanakan pada tahun yang sama atau ditunda hingga tahun 2021? Apabila ditunda hingga tahun 2021 tentu membutuhkan dukungan produk hukum untuk melegalisasi langkah penundaan Pemilihan terutama prinsip penyelenggaraannya yang dilaksanakan setiap 5 tahun sekali seperti pada Pasal 3 Ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2015.

Diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dinilai menjadi pilihan paling relevan sebagai produk hukum yang mendukung nasib Pemilihan jika ditunda hinga tahun 2021. Berbeda dengan produksi Undang-Undang yang membutuhkan waktu lama, Perppu yang ditetapkan oleh Presiden lebih cepat karena hal ihwal kegentingan yang memaksa sehingga tidak melibatkan pembahasan bersama DPR dalam pembuatannya. Meskipun Perppu belum dibahas oleh DPR, konsekuensi hukum dari Perppu tersebut sudah berlaku, bisa dilaksanakan, dan memiliki kedudukan yang setingkat dengan Undang-Undang hingga nantinya tetap harus diajukan ke DPR dalam sidang berikutnya agar dapat menjadi Undang-Undang.

Terdapat tiga syarat sebagai parameter adanya “kegentingan yang memaksa” bagi Presiden untuk menetapkan Perppu menurut Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009. Pertama, adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang. Kedua, Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai. Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan. Adanya pandemi virus Corona telah membuat pemerintah mengeluarkan status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang berdampak dikeluarkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Hal ini dinilai sangat bisa melatarbelakangi pemenuhan syarat dikeluarkannya Perppu untuk penundaan Pemilihan pada tahun 2021.

Diharapkan isi Perppu tidak hanya bersifat umum dan normatif, namun juga menyentuh soal teknis pengelolaan, anggaran penyelenggaraan, keberlanjutan status penyelenggara, serta pengisian masa jabatan kepala daerah. Oleh karena itu penting adanya partisipasi aktif dari KPU, Bawaslu, dan DKPP untuk memberi masukan terhadap pembentukan Perppu ini. (*)

* Penulis pernah bekerja sebagai staf Divisi Pengawasan di Bawaslu Kota Yogyakarta (2017-2019), Anggota Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Kota Yogyakarta (2018-2019), dan saat ini menjadi Anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Kecamatan Ngaglik Sleman untuk Pemilihan 2020.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com