YOGYAKARTA – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Yogyakarta bekerjasama dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Perlindungan Anak (DPMPPA) Kota Yogyakarta menyelenggarakan diskusi online (Webinar) memperingari Hari Anak Nasional Tahun 2020, Kamis (23/07/2020).
Webinar dengan mengangkat tema “Peran Generasi Milenial dalam Pilkada Tahun 2020” tersebut sekaligus Launching Official Channel TV Bawaslu Kota Yogyakarta.
Koordiv. Pengawasan, Humas, Hubungan Antar Lembaga (PHHL) Bawaslu Kota Yogyakarta Noor Harsya Aryo Samodro,S.Sn mengatakan webinar bertujuan untuk mendiskusikan pelibatkan dan mendorong partisipasi masyarakat (generasi milenial) dalam pengawasan pilkada sebagai model partisipasi politik sekaligus edukasi politik bagi pemilih pemula.
“Partisipasi politik bukan hanya berupa hak memilih tetapi juga hak berpartisipasi dalam penyelenggaraan demokrasi lainnya misalkan turut serta sebagai pengawas partisipatif. Salah satu partisipasi politik yang jarang diperbicangkan adalah anak yang berusia 17 tahun, yang disebut sebagai pemilih pemula maupun pengawas partisipatif,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Jumat (24/07/2020).
Harsya menjelaskan, usia 17 tahun masih masuk dalam kategori usia anak. Hal itu, kata dia, merujuk Pasal 1 UU. No. 34 Tahun 2014. Anak yang berusia 17 tahun yang lazim disebut generasi milenial, generasi muda yang berumur 17- 22 tahun,
“Generasi milenial, generasi yang sangat akrab dengan tehnologi informasi. Generasi milenial merupakan pengguna, pembuat dan terpapar informasi dari media internet, baik dari situs berita, media sosial serta aplikasi percakapan,” ujarnya.
Webinar menghadirkan pembicara Nuning Rodiyah (Komisi Penyiaran Indonesia), Sutrisnowati (Bawaslu DIY), Ridwan (Forum Anak Kota Yogyakarta) dan Edy Muhammad (Kepala Dinas DPMPPA).
Salah satu pembicara, Sutrisnowati mengungkapkan, generasi milenial memiliki karakter yang khas yaitu memiliki antusias yang tinggi, penuh gejolak dan semangat, kurang rasional, dan apabila tidak dikendalikan akan memiliki efek terhadap konflik-konflik sosial di dalam penyelenggaraan demokrasi.
Wati menjelaskan, ciri khas lainnya generasi milenial memiliki rasa ingin tahu, mencoba, dan berpartisispasi dalam demokrasi meskipun berlatar belakang semu,
“Anak sebagai generasi milenial sangat rentan dilibatkan, dipengaruhi atau pun diprovokasi isu-isu yang negative yang biasa massif dalam penyelenggaraan demokrasi misalkan politisasi sara, ujaran kebencian dan hoax,” kata Wati yang sekaligus Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu DIY.
Disisi lain, Wati mengungkapkan, pademic Covid-19 melahirkan kebiasaan baru bagi semua pihak termasuk generasi milenial, dimana semakin tinggi aktivitas generasi milenial di media sosial. Menurut Kaspersky Security Network (KSN) dari pengguna Kaspersky Safe Kids di platform Windows dan MacOS di Indonesia sebanyak 91% dari pengguna internet di Indonesia adalah anak-anak terutama berusia 15-19 tahun.
Pada konteks penyelenggaraan demokrasi, Wati menilai generasi milenial mempunyai peran yang sangat strategis bagi semua pihak. Diantaranya mengantisipasi serangan berita bohong atau hoax pada masa kampanye di media sosial. Kemudian, sebagai garda terdepan dalam menghadang serbuan konten negatif di dunia maya,
“Peran lainnya berpotensi menyebarkan konten mendidik, memberdayakan, dan membangun karakter nasional. Selanjutnya, menjadi agen perubahan dalam membangun nasionalisme generasi muda. Kemudian menjadi trendsetter tidak hanya pengikut atau follower,” tutupnya. (pr/kt1)
Redaktur: Fefin Dwi Setyawati