Oleh: Nurti Kumala*
Sampai saat ini belum ada yang bisa memastikan kapan pandemi Corona (Covid-19) akan berakhir. Ketika banyak orang yang lebih dari tiga bulan terpaksa hidup dengan kekhawatiran-kekhawatiran, menjadi lazim ketika kemudian menyalahkan, atau bahkan mengutuk si Corona.
Kalau kita mau jujur, sebenarnya sebelum Coronapun sudah banyak penyakit, virus, baik yang sudah dikenal medis, atau bahkan yang masih menjadi misteri. Corona sendiri bagian dari misteri alam yang mulai terkuak. Ada yang menyebut virus itu sudah ada bahkan sejak ratusan tahun silam. Namun corona yang datang kini adalah jenis baru. Artinya sama tapi tak serupa. Tetap saja beda.
Artinya, Tak menutup kemungkinan di dunia yang kian tua ini ada virus-virus lain yang masih bersembunyi di antara ceruk misteri terdalam dan tak terjangkau indera manusia saat ini. Ya, mungkin saja. Yang terlupa dan sebenarnya pasti adalah, bahwa kitapun tak mampu memprediksi kapan hidup kita akan berakhir. Itu sebagaimana Corona yang entah kapan sirna dari muka bumi ini.
Sebagai manusia di negara Pancasila yang meyakini Tuhan, tentu masyarakat Indonesia semestinya sudah paham. Hanya Tuhan yang tahu kapan bencana akan datang dan berlalu. Namun bukan berarti pula sebagai manusia yang beradab, kita tak berupaya menghentikan atau setidaknya mencegah Corona menjangkiti kita dan saudara-saudara kita. Tentu saja semangat untuk bangkit bersama menjadi penting ketika pandemi telah membuat kita dipaksa ‘tiarap’.
Tak ada gunanya lagi menunggu dalam diam. Sebab, hidup harus tetap berjalan. Sejatinya masa depan memang tantangan dan hidup sendiri adalah perjuangan. Barangkali Corona memang masalah besar, tapi kita lahir sebagai manusia Indonesia yang tangguh.
Sejarah membuktikan, 350 tahun dijajah, leluhur kita tetap bisa mewariskan kebudayaan adiluhung, salah satunya adalah budaya untuk tetap berjuang hidup dan memberi kehidupan kepada anak cucunya. Manusia Jawa tetap dengan jawanya, Sunda, Batak, Melayu, Papua dan ratusan suku tetap dengan budayanya yang disatukan dalam kebhinnekaan dan merah putih.
Berbagai wacana strategi menghadapi Corona, dari yang tadinya lawan menjadi sahabat. Namun apapun itu, yang jelas kita manusia, yang oleh Tuhan diciptakan sebagai makhluk yang sempurna dengan akal pikiran.
Para pakar boleh berwacana para ilmuwan boleh bereksperimen, politisi boleh berdebat soal metode mana yang terbaik, namun rakyat juga bukan makhluk yang tak berakal. Rakyat Indonesia sudah terbukti setia kepada tanah airnya, mencintai ibu pertiwi dengan sepenuh hati.
Corona adalah masalah bersama dan telah memukul siapapun. Maka takperlu kita yang sama sama terpukul justru saling memukul hanya soal metode yang memaksakan agar Corona dibuat seolah olah hilang. (*)
*Penulis adalah pengiat Forum Muda Lintas Iman Yogyakarta (Formuliyo).