Rakor Peningkatan SDM PK APK Bapas Jogja dalam Pembuatan Litmas

Yogyakarta – Untuk meningkatan Sumber Daya Manusia(SDM) Pembimbing Kemasyarakatan (PK) dan Asisten Pembimbing Kemasyarakatan (APK) dalam menyusun Penelitian Kemasyarakatan (Litmas), Kepala Bapas Kelas I Yogyakarta(Bapas Jogja) mengadakan rapat koordinasi dengan 34 PK, 4 APK dan Pejabat Struktural Teknis di aula Kantor Balai Pemasyarakatan Kelas I Yogyakarta, Senin(27/07/2020). Rapat tersebut dilaksanakan sebagai bentuk tindak lanjut hasil Rapat Koordinasi (Aparat Penegak Hukum)APH dalam Implementasi Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) yang diselenggarakan oleh Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kementerian Hukum dan HAM DIY pada tanggal 24 Juli 2020.
Kegiatan rapat koordinasi dimulai dengan paparan Kepala Bapas Jogja, Ali Syeh Banna yang menyampaikan bahwa seorang PK harus dapat menyusun penelitian kemasyarakatan yang berkualitas sesuai dengan standar litmas yang telah dibakukan. Seorang PK memiliki peranan pada tahap pra adjudikasi, adjudikasi dan post adjudikasi. PK sesungguhnya memiliki area yang lebih luas dibanding APH yang lain sehingga PK dituntut untuk selalu belajar terutama mengenai pemahaman terhadap aturan perundangan yang berlaku. “Hasil rekomendasi yang disampaikan dalam penelitian kemasyarakatan harus berdasarkan UU SPPA dan fakta yang ditemui di lapangan serta disampaikan dengan bahasa yang baik dan benar”, ujarnya lebih lanjut.
Rapat dilanjutkan dengan memeriksa kesesuaian litmas yang disusun oleh PK dengan standar penyusunan litmas anak yang disusun Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Berdasarkan hasil pemeriksaan didapati bahwa litmas yang disusun oleh PK sudah sesuai dengan standar penelitian kemasyarakatan yang telah dibakukan.
Agenda berikutnya yaitu pembahasan salah satu rekomendasi litmas anak berkaitan dengan pelaku klithih. Proses diskusi berjalan lancar dengan mempertimbangkan berbagai masukan dari Pembimbing Kemasyarakatan dan Pejabat Struktural Teknis. Kasi Bimbingan Klien Anak, Hartono menyampaikan bahwa seorang PK harus memiliki independensi dalam memberikan rekomendasi di dalam litmas. “Seorang PK merupakan alat penegak hukum, sehingga tidak boleh ada tekanan dari pihak manapun baik itu dari APH lain maupun rekan sesama PK dalam memberikan rekomendasi terhadap klien anak,” ujarnya.
Tri Handaka, salah satu PK menyampaikan, “Saat ini, seorang PK masih menemui beberapa hambatan dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, oleh karena itu masih perlu dukungan dari berbagai pihak terutama dari Direktorat Bimbangan dan Pengentasan Anak terkait dengan penyusunan regulasi penanganan ABH yang belum tertuang dalam SPPA.”
Hasil rapat koordinasi menyimpulkan bahwa, untuk melakukan penyusunan penelitian kemasyarakatan khususnya litmas terhadap pelaku anak harus berdasaran standar penyusunan litmas yang telah dibakukan. Lebih lanjut, seorang PK harus mengedepankan independensi dalam memberikan rekomendasi berdasarkan fakta yang ditemukan di lapangan dan Seorang PK harus mempunyai keyakinan diri bahwa PK merupakan Alat Penegak Hukum (APH) yang sejajar dengan APH lain di lingkungan sistem peradilan Indonesia.(Ang)

Redaktur : Hennyra

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com