Oleh : Purwantoro Agung Sulistyo, S.E, M.H
Perlakuan anak yang berkonflik dengan hukum dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia, mengalami perubahan yang fundamental sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
Sejak diberlakukannya Undang-Undang tersebut, berkembang paradigma untuk lebih melindungi dan mengayomi Anak yang berhadapan dengan hukum seperti diversi (pengalihan penyelesaian perkara anak dari pidana menjadi diluar pidana) dan keadilan restoratif (penyelesaian perkara yang melibatkan keluarga pelaku, keluarga korban dan masyarakat).
Pendampingan bagi Anak telah dimulai sejak awal mulai dari anak ditempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), diawali pada tahap pembinaan, selanjutnya pengenalan diri dan lingkungan (Mapenaling) di dalam LPKA, Penelitian Kemasyarakatan, Assesmen, Perencanaan Program, Sidang TPP, Pelaksanaan program pembinaan, Pengasuhan Pemasyarakatan, Pelaporan Pelaksanaan Program, Pengawasan Program Pembinaan Anak hingga Tahap Pembinaan lanjutan yang mempersiapkan reintegrasi sosial bagi Anak.
Sejalan dengan program pembinaan bagi anak yang akan dilaksanakan di dalam LPKA, Kementerian hukum dan Hak Asasi Manusia RI melalui Direktur Jenderal Pemasyarakatan telah mengeluarkan Surat Keputusan Direktur Pemasyarakatan Nomor : PAS-120.PK.01.04.03 Tahun 2019 tanggal 04 Januari 2019 tentang Instrumen Penilaian Risiko dan Faktor Kriminogenik Anak. Aturan tersebut akan dipergunakan bagi petugas Pembimbing Kemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan (Bapas) untuk menilai tingkat resiko dan kebutuhan anak di dalam LPKA. Instrumen penilaian resiko tersebut mencakup indikator penilaian antara lain : Faktor Risiko dan Faktor Pelindung sedangkan indikator penilaian kebutuhan antara lain : Pendidikan dan pekerjaan/Latihan kerja, Penyalahgunaan Alkohol, Narkoba dan Zat Adiktif lainnya, Keuangan dan waktu luang, hubungan keluarga dan sosial, faktor-faktor lainnya (seperti keikutsertaan dalam anggota geng atau tindak pidana yang memiliki jaringan).
Kebijakan dengan adanya instrumen penilaian risiko dan faktor kriminogenik anak diharapkan dapat membantu petugas pemasyarakatan terutama Pembimbing Kemasyarakatan dalam menilai atau mengasesmen anak di dalam Lembaga Pembinaan Khusus Anak untuk menentukan program pembinaan yang tepat bagi anak.
Tentunya program pembinaan anak tidak dapat berjalan secara baik di dalam LPKA jika petugas Pembimbing Kemasyarakatan dalam memberikan rekomendasi bagi anak keliru atau tidak tepat sehingga sangat penting dengan adanya instrumen Penilaian Risiko dan Faktor Kriminogenik Anak bagi petugas Pembimbing Kemasyarakatan.
Semoga dengan adanya instrumen penilaian risiko dan faktor kriminogenik atau kebutuhan anak dapat membantu petugas pemasyarakatan khususnya Pembimbing Kemasyarakatan sehingga dapat memberikan rekomendasi yang tepat bagi anak dalam menentukan program pembinaan di dalam Lembaga Pembinaan Khusus Anak.
Sejatinya program pembinaan yang tepat dapat memberikan kemampuan yang baik bagi anak, apabila anak keluar nanti dari Lembaga Pembinaan Khusus Anak dapat selalu menjadi pribadi yang optimis dalam menggapai asa dan menapaki masa depan.(*)
(*)Penulis adalah Pembimbing Kemasyarakatan Muda yang bertugas di Balai Pemasyarakatan Kelas I Yogyakarta.