Kerugian Negara Akibat Kasus Korupsi di DIY Sepanjang 2020 Cukup Fantastis

YOGYAKARTA – Sepanjang tahun 2020, Jogja Corruption Watch (JCW) mencatat nilai kerugian negara dari sejumlah kasus korupsi baik yang ditangani Polda DIY maupun Kejaksaan Tinggi DIY nilainya cukup fantantis.

Menurut Aktivis JCW, Baharudin Kamba, total kerugian negara dari sejumlah kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di wilayah DIY sebanyak Rp 23.202.786.000 (Dua Puluh Tiga Miliar Dua Ratus Dua Juta Tujuh Ratus Delapan Enam Rupiah),

“Sementara uang pengganti yang diwajibkan oleh sejumlah para terdakwa dalam kasus korupsi yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Yogyakarta hanya sebesar Rp. 9.348.000.000 (sembilan miliar tiga ratus empat puluh delapan juta rupiah)” katanya dalam keterangan pers akhir tahun yang diterima redaksi, Kamis (31/12/2020).

Adapun rincian kerugian negara yang tercatat JCW sebagai berikut :

1.Kerugian negara akibat kasus korupsi di Pusat Pengembangan Pemberdayaan Pendidik, Tenaga Kependidikan Seni dan Budaya (P4TKSB) DIY sebesar Rp 21,6 miliar. Jumlah kerugian negara paling buncit sepanjang tahun 2020

2.Kerugian negara akibat Kasus korupsi dana desa yang melibatkan mantan Lurah Banyurejo Tempel Sleman, Ruswantara. Kasus ini merugikan negara Rp 452.433.000

3. Kerugian negara Rp 1,150 miliar yang melibatkan mantan Lurah Human Sutopo dan mantan Bendahara Sumadi Kelurahan Banguncipto Sentolo Kulunprogo dalam kasus dana desa

4. Agus Setyawan Lurah nonaktif di Baleharjo Kecamatan Wonosari Kabupaten Gunungkidul. Dalam kasus korupsi pembangunan Balai Kelurahan setempat. Negara dirugikan sebesar Rp 353.000.000

Menurut Kamba, meski kerugian negara ini sudah dikembalikan, namun proses hukum tetap dilanjutkan.

Sementara itu uang pengganti yang diwajibkan oleh terdakwa mantan Kepala P4TKSB, Salamun sebesar Rp 7,7 miliar, Bondan Suparno mantan Pejabat Pembuat Komitmen sejumlah Rp 345 juta, Agung Nugroho mantan Bendahara Pengelola sebanyak Rp 670 juta.

Sementara Humam Sutopo mantan Lurah Banguncipto Sentolo Kulonprogo diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 392 juta dan Sumadi mantan bendahara diwajibkan membayar uang pengganti Rp 241 juta.

“Jumlah nilai kerugian negara dibandingkan dengan pidana tambahan uang pengganti tidaklah seimbang. Artinya terjadi disparitas dalam putusan hakim dalam hal uang pengganti. Bisa jadi para terdakwa yang diwajibkan membayar uang pengganti, malah lebih memilih menjalani hukuman subsider kurungan penjara daripada harus membayar uang pengganti,” ujarnya.

Kamba menilai, seharusnya putusan tambahan berupa uang pengganti dimaksimalkan,

“Hal ini penting agar kerugian negara yang diakibatkan oleh praktik korupsi dapat segera dipulihkan secara maksimal pula,” pungkas Baharuddin Kamba yang Peneliti Peradilan pada Jogja Corruption Watch. (pr/kt1)

Redaktur: Faisal

61 / 100

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com