YOGYAKARTA – Revisi Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang digulirkan DPR RI mendapat sorotan Publik. Banyak kalangan mempertanyakan materi revisi UU Pemilu. Sebab, kecenderungan revisi UU Pemilu selalu diusulkan setiap kali akan Pemilu, sehingga menjadi masalah tersendiri.
Kendati sudah berulang kali regulasi di ganti, permasalahan senantiasa muncul terkait dengan politik uang, kelembagaan penyelenggara pemilu, penegakan hukum, format politik yang tidak ideal, dan banyak permasalahan lain.
Hal itu diungkapkan para pakar dan ahli dalam webinar dengan tema “Revisi UU Pemilu Untuk Siapa?” yang diselenggarakan Institute for Democracy and Welfarism (IDW) Yogyakarta, Minggu (31/01/2021)
Akademisi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Hendra Try Ardianto saat menjadi pembicara dalam webinar mengatakan, kita pernah punya pengalaman buruk dalam pemilu semasa Orde Baru, seharusnya merefleksikan existing pemilu hari ini tidak sulit,
“Sudah banyak yang meneliti, pemilu kita hari ini dipenuhi dengan narasi, seperti: politik uang, oligarki, elit yang korup, politk dinasti, dan banyak lagi. Oleh karena itu, seandainya revisi UU Pemilu dilakukan, pertanyaan besarnya adalah point revisi seperti apa yang bisa mengatasi problem-problem tersebut?” ungkap Hendra.
Ia mendorong DPR dan pemerintah dalam membahas revisi UU Pemilu yang baru lebih serius membuat skala prioritas isu yang harus direspon.
Pembicara lainnya dalam Webinar, Mantan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Bambang Eka Widodo, mengatakan, Revisi UU Pemilu akan berdampak luas kepada budaya politik di Indonesia nantinya. Menurutnya, penghentian pembahasan revisi RUU Pemilu dapat menjadi alternatif. Namun jika tetap dilanjutkan, maka terhadap isu-isu krusial perubahan RUU ini harus dikontekskan dengan budaya politik di Indonesia,
“Revisi UU Pemilu perlunya memperhatikan berbagai pengalaman dalam berdemokrasi selama ini,” kata Ketua Bawaslu Periode 2011-2012 ini.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Heroik M. Pratama mengatakan, anggota DPR harus membuat skala prioritas isu mana yang krusial itu harus segera diperbaiki berbasiskan pada catatan persoalan berdasarkan evaluasi pemilu sebelumnya,
“Sedangkan desain elektoral parpol bagaimana dapat suara atau kontestasi itu di akhir,” ujarnya.
Di sisi lain, Peneliti LIPI, Sri Nuryanti yang juga menjadi pembicara webinar menyoroti pentingnya regulasi pemilu dan proses pemilihan. Menurutnya, reformasi hukum pemilu biasanya dilakukan untuk menyempurnakan pengaturan legal formal, penyempurnaan persoalan administratif kepemiluan atau karena alasan yang sifatnya politis,
Dikatakan Sri, hal yang krusial lain dalam revisi UU adalah menyangkut sistem Pemilu dan menyangkut penyelenggaraan yang demokratis. Mengutip Handbook International IDEA dinyatakan bahwa sistem Pemilu tertentu memiliki pengaruh mendalam bagi masa depan kehidupan politik di negara bersangkutan.
“Oleh karenanya system hukum Pemilu yang tidak baik dapat menciptakan ancaman bagi integritas Pemilu,” tandasnya.
Sedangkan pembicara lainnya, pegiat Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Heroik M Pratama menandaskan dalam revisi UU Pemilu yang harus diperhatikan adalah keserentakan dan waktu penyelenggaraan Pemilu. (kt 1)
Redaktur: Faisal